[caption id="attachment_9445" align="alignnone" width="150"] Prof. Ir. Daniel Mohammad Rosyid, M.Phil., Ph.D., MRINA[/caption]
Optika.id - Suatu ketika seorang tokoh ditanya apakah Republik ini negara agama. Dia bilang bukan, walaupun konstitusi menyatakan bahwa negara berdasar atas ketuhanan yang Maha Esa. Apakah Republik ini negara sekuler ? Dia jawab bukan. Saat Prof. Kaelan dari UGM mengatakan bahwa sejak amandemen ugal2an atas UUD45 maka *bangsa ini sudah murtad dari Pancasila*, maka benar kesimpulan yang menyatakan bahwa *Republik ini bukan negara Pancasila, jika bukan negara bukan2*. Upaya para elite parpol yang bakal tergusur dari Senayan dalam Pemilu 2024 untuk memerangi *politik identitas* baru-baru ini merupakan bukti mutakhir bahwa memang Republik ini diseret para elitenya untuk menjadi *negara tanpa identitas*.
Baca juga: Penerimaan Tenaga Ahli AKD di Lingkungan DPR RI TA 2024
Sejak Trump muncul sebagai calon presiden negara bukan-Pancasila, sederetan perempuan mengaku di depan publik bahwa mereka pernah dilecehkan secara seksual olehnya. Ini kemudian oleh media disebut *Gerakan Saya Juga*, atau _Me Too Movement_. Ini menunjukkan fenomena sosial di mana wong cilik memberanikan diri untuk melawan kekuatan pengaruh seorang tokoh. Saat aktris Amber Heard dinyatakan kalah dalam gugatan pencemaran nama baik aktor Johny Depp baru baru ini, beberapa pengamat mengatakan bahwa Gerakan Saya Juga telah mengalami kemunduran serius.
Sayang kehidupan berbangsa dan bernegara kita selama ini gagal membangun masyarakat cerdas yang berani mengambil tanggungjawab, sehingga yang terjadi bukan *Gerakan Saya Juga*, tapi sebuah budaya *Bukan Saya*, sebuah _Not Me Culture_. Ini boleh diilustrasikan dalam kasus remaja Budi berikut. Suatu ketika Budi ditanya Pak Amir guru Sejarahnya di sekolah. "Siapa penandatangan teks Proklamasi Kemerdekaan ?". Budi menjawab "Bukan saya, pak". Jengkel, pak Amir bertanya lagi. "Budi, dengar baik2, siapa yang menandatangani teks Proklamasi ?". Mulai merasa ketakutan, Budi menjawab lagi. "Sungguh bukan saya, pak Amir". Jengkel sekaligus heran, pak Amir memutuskan menelpon Ibu Budi saat istirahat siang. "Bu, Budi anak ibu kurang belajar. Tadi pagi saya tanya siapa yang menandatangani teks Proklamasi Kemerdekaan malah dijawab bukan dia. Ini bagaimana, Bu ?". Ibu Budi menjawab "Memang bukan Budi yang menandatanganinya. Bapak jangan memfitnah anak saya, dong. Saya curiga jangan2 malah pak Amir sendiri yang menandatangani."
Baca juga: RUU Perampasan Aset Tak Masuk Prolegnas, ICW: Pukulan bagi Publik dan Pemberantasan Korupsi
Kini ditengah-tengah deformasi kehidupan berbangsa dan bernegara, kedaulatan rakyat yang makin menghilang, hutang yang menggunung, saya khawatir ketika melihat banyak Budi2 yang suka menjawab "Bukan (urusan) saya". Di saat suara kritis masih terdengar sayup2 ditelan _buzzing narratives_ para _infleuencers_, Saya harap bangkit *Gerakan Saya Juga* di mana makin banyak warga negara tua atau muda, sipil atau militer, intelektual atau awam yang sadar untuk segera mengambil tanggungjawab meluruskan kembali kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga Republik ini tidak terus terpuruk menjadi negara gagal. Jika tidak, maka Republik ini niscaya akan jatuh menjadi negara bukan2.
Malang, 8 Juni 2022
Baca juga: MK Ingatkan Pembuat Undang-Undang Jangan Sering Ubah Syarat Usia Pejabat
Editor : Pahlevi