Optika.id - Operator sistem transportasi atau angkutan publik, harus memiliki pedoman dalam penanganan kasus kekerasan seksual yang terjadi dalam moda transportasi. Hal tersebut dikatakan oleh Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komisi Nasional Perempuan, Vaeryanto Sitohang.
"Yang paling penting adalah seluruh (operator)moda transportasi umum ini memiliki pedoman untuk pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di institusi masing-masing," kata dia, dalam keterangan di media, Rabu (29/6/2022).
Baca juga: Pelajar Surabaya Ini Kampanye Anti Kekerasan Seksual di Dunia Digital
Operator sistem transportasi publik, katanya, tidak dimandatkan untuk memberikan pendampingan terhadap korban kekerasan seksual. Oleh sebab itu, petugas sistem transportasi publik bisa memberikan pertolongan pertama secara tepat bagi korban yang mengalami kasus kekerasan seksual sesuai dengan pedoman penanganan yang telah ditetapkan.
Dirinya juga mengatakan jika pihak Komisi Nasional (Komnas) Perempuan siap memberikan pengarahan tentang bagaimana cara mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual.
Komnas Perempuan menyatakan kesiapannya melakukan kolaborasi dengan transportasi publik, memberikan pengetahuan dan berbagi pengalaman bagaimana cara menangani kasus kekerasan seksual yang terjadi di transportasi publik.
Vaeryanto mengimbau kepada korban untuk tidak segan-segan melaporkan tindak kejahatan yang dialami ketika berada di transportasi publik, sebab korban kekerasan seksual sudah dilindungi oleh UU Tindak Pencegahan Kekerasan Seksual (TPKS) yang sudah disahkan beberapa waktu yang lalu.
Di sisi lain, dirinya juga memahami banyaknya korban yang enggan melapor ketika mengalami kekerasan seksual di transportasi publik sebab khawatir kena stigma masyarakat serta khawatir kasusnya tidak ditindaklanjuti sebab tidak ada bukti spesifik.
Kendati demikian, dengan disahkannya UU TPKS maka kesaksian dari korban sudah cukup menjadi landasan bagi aparat penegak hukum untuk menjerat pelakunya.
Baca juga: Mengintip Depo Sidotopo, Kuburan Kereta yang Sarat Nilai Historis di Surabaya
Seperti yang diketahui, dalam UU TPKS, kesaksian dari korban sudah cukup untuk menjerat pelaku kekerasan seksual. Tentunya, ini memudahkan korban dalam melapor ke pihak berwajib.
Tak hanya itu, dia mengapresiasi PT Kereta Api Indonesia (KAI) dalam menindak tegas kasus pelecehan seksual di moda transportasinya.
Dalam kasus ini, menurutnya, PT KAI sudah mengambil tindakan yang tegas dan tepat dengan memasukkan nomor induk kependudukan (NIK) pelaku pelecehan seksual tersebut ke dalam daftar hitam sehingga si pelaku tidak boleh naik KA lagi.
"Kami tentu mengapresiasi langkah yang dilakukan KAI, selama satu minggu ini mereka aktif terus menerus melakukan sosialisasi apa itu kekerasan seksual dan kemudian bagaimana kita mencegah dan menanganinya," katanya.
Baca juga: PT KAI Berikan Apresiasi untuk Pemkab Lamongan
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi