Fenomena Legalisasi Ganja di Indonesia: langkah Politis atau Langkah Ekonomis

Reporter : Seno
images - 2022-07-02T111330.042

[caption id="attachment_31361" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Andyan Zamrud (Mahasiswa Fisip Universitas Airlangga)[/caption]

Optika.id - Baru baru ini kabar mengejutkan dan gebrakan pemerintah Indonesia dalam mengambil keputusan untuk segera melegalkan ganja, menjadi sorotan banyak pihak. Berawal dari viralnya seoarang ibu yang menyuarakan aspirasinya di acara Car Free Day (CFD) di bundaran HI. Dengan membawakan poster bertuliskan Tolong anakku butuh ganja medis. Pasalnya setelah ditelusuri lebih lanjut, sang ibu tersebut melakukan aksinya dikarenakan, sang anak menderita penyakit cerebral palsy.

Baca juga: Sah! Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan Legalisasi Ganja untuk Medis

Seperti yang kita ketahui bahwa penyakit tersebut adalah penyakit yang menyerang sistem saraf, otot dan gerak. Hal ini kemudian apabila penderitanya mengalami kejang maka ingatan akan hal apapun menjadi hilang, termasuk ingatan pada otot, saraf dan geraknya. Sehingga seseorang yang menderita hal tersebut sulit melakukan sesuatu. Penyakit Cerebral palsy ini bisa di ringankan efeknya hanya dengan senyawa yang terdapat pada ganja yakni THC (tetrahidrocannabinol). Tetapi karena di Indonesia ganja dan produk turunannya masih dalam status ilegal, tentunya apabila kita menggunakannya sudah pasti statusnya melanggar hukum. Walaupun penggunaan ganja yang dimaksudkan untuk pengobatan, hal ini tetap tidak bisa ditoleransi.

Melihat hal tersebut seharusnya melihat hukum sebagai bentuk penegak keadilan. Sehingga tidak bisa disamakan statusnya untuk penggunaan ganja medis dengan ganja untuk berekreasi. Apabila kita melihat beberapa negara yang mulai melegalkan ganja untuk berbagai keperluan misalnya seperti di Makedonia, pada tahun 2016 pemerintahan Makedonia memtuskan untuk melegalkan ganja untuk keperluan pengobatan. Tentu dengan regulasi dan pengawasan dokter spesialis penyakit dalam dan saraf. Hal tersebut tentu akan sangat ketat dalam pengawasannya mengingat tidak semua penyakit akan diberikan resep ganja.

Di Britania Raya ganja hanya boleh diberikan pada penderita yang mengalami penyakit epilepsi, multiple sclerosis dan berbagai penyakit saraf lainnya. Negara Siprus ganja hanya boleh di berikan sebagai obat dan hanya boleh beredar dengan bentuk minyak saja. Sementara apabila kita melihat legalisasi ganja yang baru baru ini dilakukan oleh Pemerintahan Thailand, berbeda kategorisasinya dibanding negara negara yang sudah melakukannya. Pemerintah Thailand menetapkan ganja untuk legal dikonsumsi sebagai obat, kuliner dan sarana wisata masyarakat.

Baca juga: DPR Akan Kaji Penggunaan Ganja Sebagai Pengobatan Medis

Selain itu ganja di Thailand juga diharuskan menyentuh faktor ekonomis. Pemerintah Thailand mendorong sektor pariwisata dan industri untuk menanam ganja dan memproduksinya menjadi pakaian atau yang dikenal dengan (hemp), yakni segala bahan yang terbuat dari serat ganja. Hal ini kemudian menjadikan Negara Thailand sebagai negara progresif pertama di asia yang melakukan pelonggaran dalam penggunaan ganja.

Di Indonesia wacana terkait legalisasi ganja mulai terangkat belakangan ini di permukaan. Walaupun sebenarnya aktivis legalisasi ganja menuntut sudah sejak lama untuk ganja dilegalkan sebagai obat alternatif. Apabila kita melihat hal tersebut, berbagai negara di Asia mulai melakukan pengkajian dan upaya melegalkan ganja tersebut. Apakah kemudian pemerintah Indonesia tetap berpegang teguh pada pendiriannya? Bahwa ganja adalah narkotika golongan I tanpa pengkajian lebih mendalam.

Nampaknya hal tersebut mulai tergeser dan Pemerintah Indonesia sedikit banyak mulai menerima masukan terkait manfaat ganja. Fenomena ini tentunya juga dipengaruhi faktor eksternal yang sudah membuktikan bahwa ganja sebagai tumbuhan yang banyak manfaat. Baik dari sektor medis, ekonomis maupun politis. Meminjam teori Gustav Le Bon dalam The Crowd tentang psikologi massa. Dimana Psikologi massa mengungkapkan mereka dapat dipengaruhi, Impulsif dan mudah tersinggung. Mereka memang bisa terangsang dengan mudah dan cepat melalui berbagai konteks emosional. Kemudian secara spontan terjadi di tengah keramaian sebuah fenomena penularan (contagion) dimana ide dominan menyebar.

Baca juga: Pakar Hukum Minta Semua Pihak Berhati-hati dalam Legalisasi Ganja

Sebenarnya cepat atau lambat di Indonesia pasti akan melegalkan ganja melihat secara ekonomis, komoditas ini sangat potensial untuk di produksi sebagai bahan mentah atau produk jadi. Apabila kita melihat secara historis di Indonesia tepatnya di Aceh adalah penghasil varietas terbaik ganja. Bahkan pada masa sebelum kemerdekaan, ganja di Aceh dimanfaatkan sebagai tanaman pembasmi hama petani. Dengan memanfaatkan sistem tanam selang seling di lahan perkebunan atau pertanian. Secara medis sudah banyak bukti empiris akan manfaatnya dan secara politis kebijakan yang berkaitan soal legalisasi ganja adalah manuver yang progresif bagi pemerintah.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru