Masyarakat Tidak Boleh Lengah

Reporter : Seno
IMG-20220705-WA0027

[caption id="attachment_15157" align="aligncenter" width="300"] Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah[/caption]

Optika.id - Para penegak hukum diseluruh dunia terutama yang berhubungan dengan lembaga anti teror sudah faham dengan tipe serangan terors dalam meledakkan bom. Pertama teroris meledakkan bom kecil, berdaya ledak rendah didepan target misalkan gedung, untuk memancing orang-orang dalam gedung keluar dalam jumlah banyak. Mereka ini melihat tidak ada akibat yang serius karena mungkin ledakan kecil itu petasan, mereka ketawa-ketawa sambil selfie. Begitu jumlah orang yang keluar gedung itu bertambah banyak dan lengah maka teroris meledakkan bom kedua yang berdaya ledak tinggi. Tipe serangan itu pernah terjadi di depan kedutaan besar Amerika Serikat di Afrika dan insiden bom di pulau Bali.

Baca juga: Suriah Jatuh

Tulisan ini tentu bukan soal teknik bom teroris, namun berusaha menggambarkan atau menganalogikan tentang sikap lengah masyarakat dunia (dan Indonesia) pada saat ini ketika ada serangan lagi virus corona dengan varian barunya yang disebut subvarian omicron BA.4 dan BA.5. Menurut Profesor Nidom Foundation (PNF) kedua subvarian omicron baru itu sudah melanda beberapa negara didunia seperti Amerika Serikat, Eropa, Afrika dan sudah masuk ke Indonesia.

Masyarakat Indonesia misalkan dulu ketika pandemi corona ini lagi in peak condition selalu membaca berita, atau melihat TV tentang perkembangan jumlah kasus terpapar corona, jumlah korban yang meninggal dan yang sembuh. Masyarakat takut ketika jumlah kematian terus bertambah setiap hari. Kemudian ada kebijakan PSBB dan PPKM serta gerakan pemberian vaksin yang massif, maka kondisi pandemi di Indonesia mulai menurun; dan pada saat ini kita kelihatannya lengah seperti analogi serangan bom diatas. Kerumunan masa terjadi lagi, protokol kesehatan melemah, tempat wisata ramai lagi meskipun ada kebijakan pemerintah PPKM tadi. Ternyata kita tidak menyadari ada serangan baru virus corona ini yang saat ini melanda dunia.

Baca juga: Lagi-Lagi Soal Komunikasi

Menurut Kementrian Kesehatan RI dan Professor Nido Foundation gejala umum varian B4 dan B5itu adalah: demam, batuk, kelelahan dan hilangna rasa bau; gejala kedua varian yang kurang umum sakit kepala, diare, sakit tenggorokan, nyeri, mata merah dan perubahan warna jari tangan dan kaki. Kementrian Kesehatan merilis data per 2 Juli 2022 kasus subvarian BA4 dan BA5 bertambah menjadi 1.179 terdiri dari 1.080 kasus subvrion omicron BA5 dan 99 kasus subvarian BA.4. Yang perlu diwaspadai adalah bahwa subvarian omicron BA.4 dan BA.5 itu bisa terkena pada orang meskipun orang itu sudah mendapatkan vaksin.

Meningkatnya kasus baru penyebaran kedua subvarian corona yang terjadi di beberapa negara antara lain juga disebabkan karena kelengahan yang didasarkan pada alasan-alasan nilai demokrasi. Di Amerika Serikat dan negara-negara maju banyak masyarakat menolak keputusan kebijakan pemerintahnya masing-masing atas kebijakan Lockdown dan kebijakan kewajiban vaksin bagi semua warga karena kebijakan-kebijakan itu dianggap melanggar hak azasi mereka. Penyebaran varian baru Omicron dibanyak negara itu juga mulai masuk di Indonesia, meskipun jumlah kasusnya masih dapat dikendalikan. Namun masyarakat masih terus harus diminta kesedarannya untuk selalu waspada dengan tetap mematuhi dan menjalankan protokol kesehatan.

Baca juga: Kita Harus Paham DNA Media Barat

Pemerintah pusat sudah mengeluarkan kebijakan lagi tentang peraturan bepergian, masuk pertokoan atau Mall dsb yang mengharuskan masyarakat harus sudah mendapatkan vaksin booster. Akan tetapi diatas semua itu kesadaran masyarakat sangat diperlukan untuk tidak lengah. Prof. Nidom Foundation selalu memberikan nasihat kepada masyarakat akan perlunya penggunaan kearifan lokal atau local wisdom yaitu mengkonsumsi Empon-Empon herbal alami seperti jahe, kunyit, temulawak dan serai. Semoga kita semua terhindar dari serangan subvarian baru ini.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru