[caption id="attachment_15157" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah[/caption]
Optika.id - Pembicaraan tentang aturan presidential threshold 20% untuk menentukan seorang calon presiden di Indonesia saat ini mulai memanas meskipun pemilihan presiden masih dua tahun lagi.
Baca juga: Suriah Jatuh
Politisi Bugis Surabaya alumni Universitas Brawijaya La Nyala Matalitti yang sekarang menjadi Ketua DPD sering muncul diberbagai media sebagai politisi yang mempunyai perjuangan kuat untuk menghapuskan aturan presidential threshold 20% itu; juga beberapa tokoh seperti Prof. Yusril Ihza Mahendra dll. Perjuangan kedua tokoh itu kandas di Mahkamah Konstitusi (MK) baru baru ini tanggal 7 Juli 2022 setelah MK menolak gugatan mereka , dan akhirnya memunculkan pendapat bahwa aturan presidential threshold 20% itu dipertahankan karena tekanan pihak oligarki.
Pakar Hukum Tata Negara UGM Dr. Zainal Arifin Mochtar pernah mengatakan bahwa dia termasuk orang yang menduga bahwa presidential threshold ini berkaitan dengan upaya untuk mengkonsentrasikan kekuasaan pada pihak-pihak tertentu, dan itu sebenarnya adalah permainan oligarki.
Bahkan Dekan Fakultas Hukum UMY Iwan Satriawan Ph.D bahwa sistem pemilihan presiden yang sudah dipatok dua orang itu merupakan sistem Shadow Democracy, kalau istilah sahabat saya mantan politisi senior Dr. Taifikurahman Saleh adalah sistem demokrasi yang seolah-olah. Tidak hanya dalam urusan politik, dalam carut marut soal ekonomi di negeri ini Oligarki juga dituduh sebagai aktor dibelakang carut marut itu.
Oligarki dari bahasa Yunani Oligos yang bermakna sedikit dan arkho yang bermakna memerintah, jadi Oligarki itu bermakna memerintah oleh segelintir orang. dimana bentuk struktur kekuasaan berada pada sejumlah kecil orang. Orang-orang ini bisa bangsawan, ketenaran, kekayaan, pendidikan, atau kontrol perusahaan, agama, politik, atau militer. Jaman Orde Baru di Indonesia dan jaman presiden Markos berkuasa di Pilipina kekuasaan pemerintahan dikelilingi orang-orang yang memegang monopoli ekonomi dan bisnis yang memiliki hubungan erat dengan keluarga presiden.
Baca juga: Lagi-Lagi Soal Komunikasi
Umumnya media barat menyebut kekuasaan oligarki itu tumbuh subur dengan mengambil contoh pemerintahan presiden Rusia Vladimir Putin dimana Russian Oligarchs sangat menentukan kebijakan pemerintahan Rusia dan para segelintir orang pemilik modal besar itu berada dilingkaran pemerintahan.
Namun banyak laporan yang juga menyebutkan bahwa seteru Vladimir Putin yaitu presiden Ukraina Zalenksy itu berhasil memegang kendali kekuasaan karena didukung oleh sekelompok oligarki yang jumlah nya sekitar 35 orang dan menguasai perusahaan-perusahaan besar dan strategis, serta didukung oleh lembaga intelijen Amerika Serikat dan Inggris CIA dan MI6.
Namun perlu diketahui bahwa dunia perpolitikan di Amerika Serikat sebagai negara super power di jagat inipun dikuasai oleh kelompok oligarki. Banyak penulis dan pengamat politik di AS berpendapat secara kritis terhadap keberadaan oligarki di kekuasaa negara adidaya ini, salah satunya Jeffrey A. Winters yang menulis bahwa "oligarki dan demokrasi beroperasi dalam satu sistem, dan politik Amerika adalah tampilan harian dari interaksi mereka." Disebutkan 1% teratas dari populasi AS berdasarkan kekayaan pada tahun 2007 memiliki bagian yang lebih besar dari total pendapatan seluruh rakyat AS. Pada tahun 2011, menurut PolitiFact dan lainnya, 400 orang Amerika terkaya "memiliki lebih banyak kekayaan daripada setengah dari gabungan semua orang Amerika."
Baca juga: Kita Harus Paham DNA Media Barat
Sebuah studi tahun 2014 oleh ilmuwan politik Martin Gilens dari Princeton University dan Benjamin Page dari Northwestern University menyatakan bahwa mayoritas publik Amerika sebenarnya memiliki sedikit pengaruh atas kebijakan yang diadopsi pemerintah. Studi ini menganalisis hampir 1.800 kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah AS antara tahun 1981 dan 2002 dan membandingkannya dengan preferensi publik Amerika yang diungkapkan sebagai lawan dari orang Amerika yang kaya dan kelompok kepentingan khusus yang besar. Studi ini menemukan bahwa individu dan organisasi kaya yang mewakili kepentingan bisnis memiliki pengaruh politik yang substansial, sementara rata-rata warga negara dan kelompok kepentingan berbasis massa memiliki sedikit atau tidak ada sama sekali.
Di Indonesia sudah banyak yang menjelaskan kelompok kecil pemilik modal yang jumlahnya sedikit itu menguasai hampir 90% ekonomi yang dibutuhkan hajat hidup jutaan rakyat di negeri ini. Kelompok oligarki ini bisa merubah Undang-Undang negara yang sangat strategis dan bisa mempengaruhi berbagai kalangan pejabat pemerintahan dalam mengeluarkan kebijakan negara. Kalau praktek penguasaan oligarki ini terus berlangsung di negeri tercinta ini, maka betul seperti kata sahabat saya tadi bahwa demokrasi kita bukan real democracy tapi Demokrasi Seolah-Olah.
Editor : Pahlevi