Normalisasi Kebijakan Moneter, Bamsoet Ingatkan Antisipasi Krisis Ekonomi Global

Reporter : Seno
images (16)

Optika.id - Dalam menghadapi harga komoditas yang tinggi, Ketua MPR, Bambang Soesatyo mengingatkan agar seluruh komponen bangsa siap menghadapi kondisi dunia yang semakin tidak menentu pada 2023. Selain itu, konflik Rusia-Ukraina dan kemungkinan terjadinya ketegangan baru di Taiwan juga harus diwaspadai.

Menurut Presiden RI Joko Widodo dalam Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD beberapa hari lalu, akan ada 66 negara yang ambruk ekonominya akibat perang dan krisis pangan. Hal ini disampaikan menurut prediksi IMF dan World Bank.

Baca juga: Bamsoet: Indonesia Tak Butuh Oposisi, Butuh Kerjasama

Survei Bloomberg menyatakan tingkat risiko resesi Indonesia hanya 3 persen, jauh lebih kecil dibandingkan Amerika yakni 40 persen, Selandia Baru 33 persen, Korea Selaran 25 persen, Jepang 25 persen maupun China 20 persen. Bamsoet menilai bahwa situasi dunia telah memasuki lampu kuning.

Kita bisa mengantisipasi sejak dini berbagai kemungkinan yang terjadi, antisipasi mengenai potensi krisis ekonomi global harus dipersiapkan mulai sekarang, ujar Bamsoet di Jakarta, Selasa (9/8/2022).

Sejauh ini, angka tersebut masih di atas target inflasi di level 2 persen. Ketidakpastian Geopolitik: Terlebih lagi, ketidakpastian geopolitik global terus berlanjut dan konflik Rusia dan Ukraina belum berakhir hingga potensi munculnya ketegangan baru di Taiwan. Ia juga memberi gambaran bahwa Amerika Serikat telah mencatat tingkat inflasi tahunan sebesar 9,1 persen pada Juni 2022, termasuk yang tertinggi sejak 1980-an.

Untuk mengantisipasinya, kita harus segera mengintensifkan pertanian dalam negeri dan tidak selalu bergantung pada Impor. Perubahan iklam yang dihadapi juga turut memperluas kebijakan proteksionisme, terutama di sektor pangan dan energi. Seperti meningkatkan luas tanam sorgum di dalam negeri sebagai pengganti gandum ekspor, tuturnya.

Baca juga: Bambang Soesatyo: Partai Politik Perlu Lakukan Rekonsiliasi untuk Pemerintahan

Proyeksi EIA: Selanjutnya, proyeksi Energy Information Administration (EIA) pada awal April 2022 lalu memperkirakan harga minyak mentah Brent untuk keseluruhan di tahun 2022 bisa mencapai 98 dollar AS per barel, tentu saja hal ini jauh di atas asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 sebesar US dolar 63 per barel.

Mengetahui hal ini, Wakil Ketua Umum Partai Golkar menjelaskan bahwa Indonesia harus mengantisipasi kenaikan harga minyak dunia. Di lain kesempatan, Presiden Joko Widodo menyatakan beban subsidi untuk BBM, Pertalite, solar dan LPG sudah mencapai 502 triliun.

Pemerintah perlu mempertimbangkan perubahan skema pemberian subsidi energi. Dari yang berbasis pada komoditas dan bersifat terbuka, diubah menjadi subsidi yang diberikan secara langsung kepada orang yang tidak mampu. Menurut laporan BPS, jumlah penduduk miskin per September 2021 sekitar 26,5 juta orang. Jadi, kenaikan harga minyak dunia yang semakin tinggi membuat kemampuan fiskal kita yang sudah cukup terbatas untuk menyediakan tambahan subsidi menjadi semakin berat, pungkasnya.

Baca juga: Ahmad Labib, Wajah Baru Golkar yang Lolos ke Senayan dari Dapil Jatim X

Oleh: Firtian Ramadhani

Editor: Pahlevi 

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru