Optika.id - Dewan Pers mengingatkan media massa untuk teliti agar tidak terjebak pada penyebaran berita bohong kepada mastarakat. Apalagi, jika berita bohong tersebut diolah sedemikian rupa menjadi informasi yang hanya sekadar menarik pembaca atau klikbait.
Wakil Ketua Dewan Pers M. Agung Dharmajaya mengatakan, cukup banyak didapati berita bohong yang disebarkan media massa dengan embel-embel "cek fakta".
Baca juga: Kebebasan Bicara di Indonesia Era Jokowi Memburuk
"Berita-berita itu memang didahului dengan kata-kata cek fakta, namun tidak menafikan bahwa berita tersebut jelas-jelas merupakan berita bohong," ujar Agung Dharmajaya dalam keterangannya, Jumat (19/8/2022).
Kendati sudah jelas diketahui jika informasi tertentu ialah termasuk dalam berita bohong, akan tetapi sejumlah lembaga pers tetap menyiarkannya, menulisnya, dan membagikan berita tersebut kepada masyarakat. Tujuannya, ialah demi memperoleh pengunjung yang banyak atau klikbait.
Salah satu kasus yang menyita perhatian publik belakangan ini ilaha pengusutan kasus pembunuhan Brigadir Novriansyah Joshua Hutabarat atau Brigadir J yang didalangi oleh mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo.
Menurut Agung, pada kasus tersebut, banyak muncul desas-desus yang berkembang yang tidak jelas faktanya bahkan menjadi satu kebohongan terbesar yang tersebar. Dia mengingatkan soal Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi: "Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, sadis, dan cabul".
Baca juga: Jelang Pemilu, Kemenkominfo Lakukan Langkah Atasi Konten Hoaks yang Meningkat
"Penafsirannya, bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi, memang ada lembaga pers yang menyadari kekeliruannya kemudian mencabut berita yang disiarkan, misalnya yang berjudul: Irjen Fadil Imran Ditahan Gegara Bantu Ferdy Sambo, 5 Perwira Polda Bernasib Sama," tuturnya.
Reporter: Uswatun Hasanah
Baca juga: Misinformasi Pemilu 2024 Masif, Namun Masih Dinamis
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi