BBM Mau Naik, Banyak Pihak Tak Setuju! Mulai Mahasiswa Sampai Ojol

Reporter : Seno
21-25-51-images

Optika.id - Rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, terutama Pertalite mendapat kritikan banyak pihak. Salah satunya, Pimpinan Pusat Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (PP HIMMAH).

Ketua Umum PP HIMMAH, Abdul Razak Nasution mengatakan, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan kebijakan menaikkan harga BBM terutama pertalite walaupun harga minyak dunia naik 3 persen.

Baca juga: Tingkat Kepuasan Publik Menurun, PKS Soroti Hal ini ke Jokowi

Sebelum memutuskan, Razak meminta pemerintah mendengarkan suara dari rakyat kecil. Sebab, efek dari kenaikan harga BBM ini yang harus dilihat.

Alasannya, kebijakan itu pasti berpengaruh terhadap kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya.

"Siapa yang mendapatkan dampak paling berat, pasti masyarakat kecil," ujar Razak dalam keterangannya, Selasa (23/8/2022).

Menurutnya, dampak kenaikan BBM yang membuat harga Sembako melejit juga akan membuat masyarakat frustrasi.

Dampak jangka panjangnya, bisa membuat tensi masyarakat naik. Apalagi, ekonomi belum sepenuhnya pulih pasca pandemi Covid-19.

Fakta itu, kata Razak, seharusnya menjadi pertimbangan yang serius bagi pemerintah sebelum mengambil kebijakan untuk menaikkan harga BBM.

Fakta ekonomi lainnya, kata Razak, korban PHK masih banyak yang belum mendapatkan pekerjaan pengganti, dan masih banyak juga yang belum memiliki penghasilan

Daya beli dan ekonomi kita baru mulai lagi setelah dilanda pandemi hampir dua tahun. Masyarakat kita ini masih berjuang memperbaiki perekonomian keluarga, jelasnya.

Respons Penjual Bensin Eceran dan Ojol

Sementara itu, Abdullah (65), penjual Pertalite eceran di Desa Brebek, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur mengaku tak mempermasalahkan jika ada kenaikan harga BBM bersubsidi.

Nggak ada masalah, ngikuti Pemerintah saja, ujar pria yang memiliki 3 orang cucu ini pada Optika.id, Selasa (23/8/2022).

Kakek yang sudah berjualan bensin eceran sejak tahun 1970an itu mengatakan, jika dia akan tetap berjualan Pertalite.

Saya akan tetap berjualan meski harganya naik, meski akhir-akhir ini memang susah laku, tukas pria berjenggot putih ini.

Selain itu, Sholeh (35), penjual bensin eceran lainnya, mengatakan bahwa mengetahui informasi tentang wacana naiknya BBM bersubsidi dalam pekan depan ini. Untuk itu, dia mulai mempersiapkan harga yang akan dijual ke pengecer nantinya.

Saya juga nggak tahu naiknya berapa, semoga saja nggak besar. Pasti nanti banyak warga yang mengeluh, jelasnya.

Sementara itu, Agus Rahmat (38), seorang pengemudi gojek atau ojek online (ojol) yang sedang membeli bensin eceran mengaku susah jika harga BBM subsidi akan naik. Disebutkan, hal itu akan berdampak kepada pekerjaannya yang memang berada di jalanan.

Pokok jangan naik tinggi-tinggi, kewalahan saya kalau pekerjaan di jalan kaya gini, soalnya kan Pertalite ini bisa dibilang bahan dasar saya untuk bekerja, ungkapnya yang mengaku sudah 5 tahun ini bekerja sebagai gojek.

"Kabar kenaikan BBM itu akan membuat harga bahan pokok lainnya akan ikut naik. Imbasnya, dikhawatirkan terjadi resesi lantaran daya beli masyarakat akan menurun drastis," imbuh pria lulusan S1 salah satu universitas di Surabaya ini.

Kado Pahit Kemerdekaan 

Menyikapi rencana kenaikan BBM bersubsidi, pengamat politik Adi Prayitno menuturkan bahwa kenaikan harga Pertalite dan Solar yang dijadwalkan pekan depan merupakan kado pahit dari pemerintah untuk rakyatnya di HUT RI ke-77 ini.

"Jelas ini akan jadi kado pahit di hari kemerdekaan Indonesia yang ke 77 tahun. Rakyat makin susah dan sengsara pastinya, kata Adi dalam keterangannya, Selasa (23/8/2022).

Selain itu, lanjutnya, alasan pemerintah menaikkan BBM juga dianggapnya kurang elegan. Bagi Adi, pemerintah seolah tidak berdaya dengan kondisi ekonomi akibat perang Rusia-Ukraina.

Pada saat yang bersamaan, jelas Adi, pemerintah tidak memiliki solusi jitu yang berpihak pada rakyat, tetapi justru rajin membangun infrastruktur.

Alasan BBM naik itu bikin miris karena dianggap membebani APBN. Negara ini ada untuk subsidi rakyatnya yang tak mampu. Giliran bangun kereta cepat, infrastruktur, IKN, dan lainnya kok tidak dibilang membebani rakyat. Giliran subsidi bagi rakyat membebani, ujarnya.

Dia menambahkan, kenaikan BBM ini akan berdampak pada kenaikan bahan pokok lainnya, dan akan membebani rakyat.

Baca juga: Menilik Pemberian Subsidi 'Pereda Perih', Pasca Kenaikan Harga BBM

"Biasanya kenaikan BBM dibarengi dengan kenaikan harga pokok lainnya. Ini hukum alam yang selalu terulang dan membebani rakyat, tukasnya.

Senada dikatakan pengamat politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga. Menurutnya rencana pemerintah menaikkan harga BBM, khususnya Pertalite dipastikan akan menambah beban masyarakat. Untuk itu, pemerintah tidak boleh egois sekalipun alasannya adalah beban keuangan negara yang berat.

"Pemerintah jangan hanya memikirkan dirinya tanpa memikirkan sebagian besar masyarakat yang beban ekonominya juga teramat berat, kata Jamiluddin dalam keterangannya, Selasa (23/8/2022).

Menurutnya, jika pemerintah menaikkan harga BBM, kesannya tidak berempati terhadap sebagian masyarakat. Sebab, kenaikan BBM dengan sendirinya akan menaikkan inflasi.

"Ujung-ujungnya, harga-harga akan membumbung tinggi. Kalau harga-harga naik, yang merasakan dampaknya juga sebagian besar masyarakat. Hal itu dengan sendirinya akan membuat sebagian masyarakat akan semakin terpuruk, katanya, sembari yakin kenaikan harga BBM akan berimbas pada penurunan daya beli masyarakat.

Kenaikan BBM Sudah Tepat

Hal berbeda dikatakan pengamat Energi Mamit Setiawan sepakat rencana kenaikan harga BBM bersubsidi sudah tepat dan tidak terelakkan lagi. Bahkan, menurut hitung-hitungan Mamit, Pertalite bisa saja dinaikkan Rp10 ribu per liter, sedangkan Solar menjadi Rp8.500 per liter.

"Kenaikan harga Pertalite di angka Rp10 ribu per liter dan Solar Rp8.500 per liter buat saya cukup rasional, dan tidak terlalu membebani masyarakat," tutur Mamit seperti dilansir cnnindonesia, Senin (22/8/2022).

Bahkan, ia menilai tingkat inflasi tidak akan terlalu tinggi karena kenaikan harga BBM subsidi itu.

Ia memperkirakan dari kenaikan harga tersebut, sumbangan inflasi masih bisa di bawah satu persen.

"Inflasi, saya kira tidak akan terlalu tinggi karena kenaikan harga BBM subsidi ini ya, di bawah satu persen penambahan beban inflasinya," imbuh dia.

Maklum, lanjutnya, harga minyak mentah dunia sudah lompat cukup jauh dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Hal ini, kata dia, membuat beban keuangan negara sangat berat karena harus memberikan subsidi dan kompensasi kepada badan usaha, dalam hal ini PT Pertamina (Persero).

Baca juga: Dosen UI Bocorkan Teori: Kalau Mau Demo, Pastikan Kekuasaan Jatuh

Kenaikan harga BBM bersubsidi, ia menilai dapat mengurangi beban subsidi energi yang saat ini kelewat tinggi.

Menurut catatan pemerintah, subsidi energi tahun ini diperkirakan bengkak Rp502 triliun dari proyeksi awal Rp170 triliun.

Dalam pandangan Mamit, APBN terbakar sia-sia jika pemerintah terus menerus melakukan subsidi. Padahal, ratusan triliun uang negara tersebut bisa dialokasikan untuk pendidikan dan kesehatan rakyat kecil.

Selain itu, Mamit menilai subsidi BBM membuat beban keuangan negara sangat berat karena beban subsidi dan kompensasi yang harus dibayarkan kepada badan usaha.

"Melalui kenaikan ini dapat mengurangi beban subsidi energi yang saat ini sangat tinggi. Sudah cuup saatnya kita membakar uang kita di jalan. Subsidi bisa dialihkan secara langsung kepada masyarakat miskin dan sektor lain yang membutuhkan (pendidikan, kesehatan dsb), imbuhnya.

Dia menambahkan dengan menaikkan harga BBM subsidi tersebut, akan mengurangi disparitas harga antara BBM subsidi dan non subsidi.

"Selain itu, subsidi BBM sebaiknya tetap harus diatur penggunaannya dan ditujukan untuk masyarakat yang berhak, tukasnya.

Pengamat Energi lainnya, Fabby Tumiwa, menuturkan sebetulnya tidak ada hitung-hitungan tepat untuk menaikkan harga BBM subsidi.

Pemerintah, sambung dia, dihadapkan pada pilihan sulit, yaitu menaikkan harga sesuai keekonomian atau menaikkan harga baru yang berarti subsidi akan lebih sedikit.

"Tetapi, berapa pun kenaikannya (harga BBM subsidi), dampaknya inflasi. Kalau pemerintah tidak mampu menambah subsidi, harga naik sesuai biaya penyediaannya. Kalau biaya Rp13 ribu, segitu harga Pertalite dan Solar," pungkasnya.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo 

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru