[caption id="attachment_17538" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Adam A. Bahar[/caption]
Optika.id - Sejak pemerintah mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada sabtu, 3 september 2022, gelombang demonstrasi menolak kebijakan pemerintah itu hampir setiap hari terjadi di seluruh daerah di Indonesia.
Baca juga: Pengamat Angkat Bicara Soal Mispersepsi Subsisi BBM
Demonstrasi tidak saja tebatas pada mahasiswa, yang awalnya dinilai banyak pengamat gerakannya semakin lemah, tetapi juga oleh serikat buruh, driver ojek online, supir angkutan umum, serta elemen-elemen masyarakat sipil lain. Dalam seminggu terakhir, intensitas demontrasi penolakan atas kebijakan itu pun semakin hari semakin besar.
Bahkan diperkirakan dalam beberapa hari ke depan instensitas demonstrasi menentang kebijakan itu akan semakin besar terjadi di seluruh daerah di Indonesia. Sementara itu, suara-suara rakyat dalam jumlah besar yang mendukung kebijakan itu hampir tidak terdengar sama sekali.
Apakah aksi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan elemen-elemen masyarakat sipil kali ini akan berhasil atau sukses membatalkan kebijakan kenaikan harga BBM yang telah disahkan oleh pemerintah? Ataukah malah sebaliknya? Jika berkaca pada pengalaman tiga tahun terakhir, jawaban atas pertanyaan itu jelas tidak akan menyenangkan bagi masyarakat Indonesia yang sebagian besar hidup serba terbatas. Hampir seluruh aksi demonstrasi atas kebijakan kontroversial pemerintah dalam tiga tahun terakhir gagal membatalkan kebijakan yang ditentangnya. Kasus yang cukup banyak menyita perhatian, misalnya, demostrasi penentangan atas kebijakan Cipta Kerja dan revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Salah satu fakta menarik dari pengalaman tiga tahun terakhir, yang juga terjadi dalam kasus kebijakan kenaikan harga BBM kali ini, ialah terkait posisi para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang cenderung menjadi juru bicara pemerintah, sembari mengabaikan suara dan aspirasi rakyat dalam jumlah besar. Dalam kasus kebijakan kenaikan harga BBM kali ini, meskipun suara penolakan dan demonstrasi atas kebijakan kenaikan harga BBM sangat kuat dalam seminggu terakhir, hal yang berkebalikan justru ditunjukkan oleh para wakil rakyat. Di banyak media, sebagian besar wakil rakyat, setidaknya mereka yang berasal dari partai koalisi pemerintah seperti PDIP, PAN dan Gokar, sibuk memberikan pembenaran atas kebijakan pemerintah menaikan harga BBM. Mereka seakan sedang memberikan pencerahan pada rakyat yang mereka wakili. Bahkan sebagian besar para wakil rakyat sibuk mencari jawaban dan pembenaran atas kritik dan argumen yang diutarakan oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Wakil rakyat yang sejatinya mendengarkan, menyuarakan dan memperjuangkan suara dan aspirasi rakyat malah mengabaikan dan sibuk menentang suara rakyat.
Baca juga: Tingkat Kepuasan Publik Menurun, PKS Soroti Hal ini ke Jokowi
Jika fakta itu yang terjadi, di mana demokrasi di Indonesia cenderung hanya sekedar demokrasi semu dan para wakil rakyat hanya menjadi juru bicara pemerintah dan tidak menyuarakan kepentingan rakyat, apa yang bisa dilakukan oleh rakyat dan masyarakat sipil secara umum? Apakah gerakan dan aksi demonstrasi yang dilakukan berbagai elemen masyarakat saat ini hanya merupakan usaha sia-sia belaka?
Pada dasarnya, rakyat mempunyai hak dan tanggung jawab untuk terus menerus menyuarakan kepentingan dan mengkonsolidasikan kekuatannya untuk mengawasi setiap kebijakan pemerintah. Ide demokrasi liberal yang terwujud dalam bentuk demokrasi perwakilan pada dasarnya tidak menyerahkan seluruh hak politik rakyak pada wakil-wakilnya di DPR. Hak politik rakyat tetap melekat pada mereka untuk terus menerus mengawasi para wakil-wakil mereka dan mengkritik kebijakan pemerintah jika para wakil mereka tidak mendengarkan dan menyuarakan suara mereka. Perjuangan rakyat harus terus dilakukan. Perjuangan rakyat bukan sekadar ditujukan untuk menyelesaikan satu momen tetapi untuk menciptakan komitmen demokrasi secara terus menerus.
Untuk menutup opini ini, meskipun kita semua tahu bahwa para wakil rakyat tersandra oleh partai dan struktur politik Indonesia secara umum, saya berpesan pada para elit dan wakil rakyat untuk merenungkan kembali, apakah mereka pernah berpikir untuk hidup dengan pendapatan 1-3 juta dalam sebulan sebagaimana yang dijalani sebagian besar rakyat Indonesia saat ini?
Baca juga: Menilik Pemberian Subsidi 'Pereda Perih', Pasca Kenaikan Harga BBM
Dengan naiknya harga BBM dan dampaknya pada naiknya seluruh harga barang-barang lain, bagaimana membayangkan hidup dengan pendapatan seperti itu? Para wakil rakyat sejatinya dipilih untuk menyuarakan aspirasi dan kepentingan rakyat bukan malah mengabaikan, menentang bahkan menggurui rakyat.
Editor : Pahlevi