Optika.id - Mardani Ali Sera selaku anggota DPR RI dari Fraksi PKS menyebut jika tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) menurun imbas dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Mardani mengingatkan jika hasil survei tersebut bisa berbahaya sebab angka penurunan itu terhitung sekitar 10 persen dari 72,3 persen pada Agustus, kemudian menjadi 62,6 persen pada September ini.
"Tingkat kepuasannya cukup terjun payung dan ini berbahaya buat Pak Jokowi," ujar Mardani, saat menanggapi survei nasional Indikator Politik, Minggu (18/9/2022).
Baca juga: Warga Jakarta Menyatakan Siap Tinggalkan PKS Usai Tak Jadi Dukung Anies
Menurut Mardani, kebijakan kenaikan harga BBM ini tidak tepat dan tidak etis sebab kondisi ekonomi masyarakat Indonesia masih berat imbas dari pandemi Covid-19. Di sisi lain, dampak pandemi Covid-19 ini membuat orang miskin baru bermunculan dan pemerintah gagal mengantisipasinya.
Kendati pemerintah sudah mempersiapkan antisipasi kecil berupa bantuan langsung tunai (BLT) dalam beberapa jenis, akan tetapi tetap saja hal itu tidak menyentuh semua lapisan.
"Karena banyak sekali kaum miskin baru yang tadinya di atas miskin yang tidak terdata di DTKS tidak masuk BLT sekarang, mereka itu banyak," ujar Mardani.
Berdasarkan temuannya di lapangan, Mardani mengklaim mendapati data tak semua warga miskin menjadi penerima bantuan BLT pemerintah. Meskipun datanya sudah diperbarui, akan tetapi tidak kunjung tertata rapi.
"DTKS kita masih berantakan, saya ketemu RT di Cijantung Jaktim, mereka sudah mengajukan usulan baru tapi yang keluar masih lama, yang dulu agak banyak sekarang cuma 5-6 per orang per RT, kondisinya berat dan menyengsarakan masyarakat," kata Ketua DPP PKS tersebut.
Oleh sebab itu, dia mendesak pemerintah, khususnya Presiden Jokowi agar menyampaikan secara gamblang tentang kebijakan menaikkan harga BBM tersebut. Bukan hanya mengeluhkan kondisi APBN yang cekak dan membengkak yang diakibatkan oleh beban subsidi.
"Usul saya Pak Jokowi hari ini jadi guru, guru bangsa bicara jangan teriak subsidi Rp 502 Triliun yang ternyata banyak ekonom pertanyakan, itu total sehingga yang terjadi memang buat masyarakat kenapa naiknya itu tidak tersampaikan, walaupun tersampaikan itu tetap memberatkan memberatkan masyarakat tetapi akan jauh lebih dimaklumi," ujarnya.
Baca juga: PKS Ungkap Alasan Pilih Suswono Jadi Cawagub RK di Pilgub Jakarta
Mardani juga mengusulkan agar pemerintah segera membentuk Satgas Khusus untuk memperbaiki masalah data DTSK yang menurutnya amburadul. Hal ini terjadi karena rangkaian proses perbaikan DTKS yang sangat panjang membuatnya perlu menjadi perhatian khusus.
"Sebetulnya Bu Risma (Mensos) sudah teriak-teriak untuk perbaiki data ini tapi rantai datanya panjang, dari RT ke RW, RW ke kelurahan, kelurahan ke Sekcam, Camat Discukcapil, Sekda, Gubernur, itu rantainya panjang sehingga hampir sama seperti KPU soal masih ada undangan C6 untuk warga sudah meninggal," ujar dia.
Untuk diketahui, berdasarkan hasil dari survei nasional Indikator Politik, menunjukkan bahwa kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) membuat tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo menurun.
Menurut penjelasan dari Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi, diketahui setelah kenaikan BBM tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Jokowi 62,6 persen sedangkan tidak puas sebesar 35,3 persen.
Angka ini menurun dibandingkan survei bulan Agustus sebelum kenaikan harga BBM yakni 72,3 persen.
Baca juga: Survei SMRC: Pemilih PKB, NasDem dan PKS Pilih Anies Jika Bersanding dengan RK
"Jadi memang efeknya terhadap tren approval rating presiden cukup lumayan kurang lebih 10 persen dibandingkan survei bulan Agustus sebelum kenaikan harga BBM 72,3 persen," ujar Burhanuddin dalam penjelasannya yang disampaikan secara daring, Minggu (18/9/2022).
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi