Optika.id - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong agar penanganan kasus kekerasan seksual terhadap seorang korban anak perempuan. Kasus terjadi di Hutan Kota Jakarta Utara, dengan terduga pelaku empat Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) yang berusia 12-14 tahun tetap memperhatikan prinsip kepentingan terbaik bagi anak, baik anak sebagai korban maupun sebagai pelaku.
Kemen PPPA mengecam tidak menolerir segala bentuk kekerasan seksual terhadap anak. Sebagaimana anak yang menjadi korban kekerasan seksual dimaksud dalam UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Undan-undang tersebut memiliki hak atas penanganan, pelindungan, dan pemulihan yang didapatkan, digunakan dan dinikmati oleh korban seperti restitusi dan layanan pemulihan, rehabilitasi dan reintegrasi sosial, ucap Nahar, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, di Jakarta, pada Selasa (20/9/2022).
Baca juga: Dorong Kemandirian Pasca Lepas, KemenPPPA Minta Lapas Bekali Napi Perempuan Pelatihan Kewirausahaan
Selanjutnya, ia menambahkan bahwa pelaku yang diduga masih berusia anak dan perlu mendapatkan perlindungan dan penanganan proses hukum sesuai UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Termasuk mempertimbangkan penempatan ABH di LPKS (Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial) atau LPAS (Lembaga Penempatan Anak Sementara) selama penanganan perkara berlangsung.
Kronologi kasus bermula saat korban pulang sekolah dan bertemu dengan keempat ABH di Hutan Kota, Jakarta Utara pada 1 September 2022. Salah satu ABH memeluk korban dan menanyakan apakah korban mau menjadi kekasihnya, namun korban menolak. Keesokan harinya, keempat pelaku yang sudah mengincar korban kembali bertemu saat pulang sekolah. Saat itulah, keempat ABH melakukan tindakan pemerkosaan terhadap korban.
Akibat tindakan tersebut, terduga pelaku dikenakan Pasal 81 ayat (1) dan (3) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang ancaman maksimalnya berupa pidana penjara 15 tahun. Selain itu, pelaku juga dikenakan pasal 79 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dapat ditetapkan pada anak paling lama 7,5 tahun penjara atau paling lama setengah dari maksimum pidana penjara yang diancamkan terhadap orang dewasa.
Kemen PPPA melalui Tim SAPA telah melakukan koordinasi dengan UPT P2TP2A Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pendampingan terhadap korban. Keempat ABH saat ini ditempatkan di LPKS Handayani Jakarta.
Baca juga: Minim Ilmu Parenting, Orang Tua Jadi Gampang Lakukan Kekerasan Pada Anak
Sebagai bentuk empati dan kepedulian terhadap korban, Kemen PPPA melalui Tim SAPA terus berkoordinasi dengan UPT P2TP2A DKI Jakarta untuk memantau perkembangan kasus, memastikan pendampingan dan pemulihan korban, serta mengawal proses hukumnya, kata Nahar.
Untuk itu, sebagai upaya mencegah tidak berulangnya tindak kekerasan seksual maupun kekerasan lainnya, Nahar mendorong pemerintah daerah dapat memastikan tersedianya fasilitas umum yang ramah anak dengan menguatkan kebijakan, menggagas Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA), Rute Aman Selamat Sekolah (RASS) dan Zona Selamat Sekolah (ZoSS), termasuk menyiapkan petugas untuk melakukan patroli keliling pada jam-jam operasional di fasilitas umum.
Penulis: Firtian Ramadhani
Baca juga: Upaya Pemerintah Atasi Trauma Anak di Daerah Konflik
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi