Rusia Menyelenggarakan Referendum dan Implikasinya

Reporter : Seno
Screenshot_20220925-002911_Docs

[caption id="attachment_15157" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah[/caption]

Optika.id - Meskipun media mainstream barat tidak terlalu menyiarkan berita tentang Rusia menyelenggarakan referendum di Ukraina, tapi Amerika Serikat dan sekutunya mengamati dengan serius masalah ini.

Baca juga: KTT Ukraina Terus Mengupayakan Konsensus, Tapi...

Negara Ukraina memang dulu adalah bagian dari negara komunis Uni Sovyet dan setelah negara komunis ini bubar maka Ukraina menjadi negara sendiri. Amerika Serikat dan sekutunya Eropa mencoba dengan segala cara agar Ukraina tidak pro Rusia, maka pada tahun 2014 Amerika Serikat dan Inggris lewat lembaga intelijennya CIA dan MI6 mendukung demonstrasi besar-besaran di ibukota Ukraina Kiev menentang presiden yang pro Rusia yang kemudian melarikan diri ke Rusia.

Sejak itu Ukraina dikuasai politisi, oligarki dan organisasi Neo Nazi yang menginginkan Ukraina dekat dengan pihak barat. Sejak tahun itu pula pemerintah Ukraina yang dikuasai elemen Neo Nazi memburu dan membunuh orang-orang Ukraina yang berbahasa Rusia terutama di bagian timur/selatan Ukraina yaitu di daerah wilayah Donetsk dan Luhansk yang mayoritasnya suku Rusia dan berbahasa Rusia.

Pemerintah Ukraina selama 8 tahun menyerbu kedua wilayah itu karena dianggap membrontak dan pecahlah pertempuran yang banyak menelan korban. Pemerintah Ukraina yang didukung Amerika Serikat dan Eropa melarang penggunaan bahasa Rusia, menghapus sejarah Rusia, pokoknya apapun yang berbau Rusia dilarang.

Kondisi hubungan Rusia dan Ukraina bertambah panas setelah Amerika Serikat dan Eropa lewat NATO nya memprovokasi Ukraina aagar bergabung NATO aliansi pertahanan Eropa Barat. Kebetulan NATO mempunyai rencana memperluas keanggotan NATO dengan memasukkan beberapa negara bekas satelitnya Uni Sovyet seperti Honggaria, Polandia dsb.

Baca juga: Mementingkan Keluarga Dalam Politik = Nepotisme

Rusia menganggap maksud Amerika Serikat dan NATO itu sebagai ancaman Rusia, maklum Ukraina dan beberapa negara satelitnya Uni Sovyet itu berbatasan langsung dengan Rusia. Presiden Rusia Vladimir Putin pernah mengatakan bahwa bila AS dan NATO menempatkan rudal nuklir di Ukraina maka rudal ini hanya memerlukan waktu 4-5 menit menghancurkan Moskow. Karena itu Putin memobilisasi pasukan perangnya untuk melakukan Operasi Militer Khusus pada 24 Februari 2022 dengan tujuan melinduingi penduduk Ukraina yang bersuku dan berbahasa Rusia di Donetsk dan Luhansk dan menghancurkan unsur-unsur Neo Nazi yang berkuasa di Ukraina.

Perang Rusia dan Ukraina sampai sekarang berlangsung, dan tidak ada tanda-tanda berhenti atau damai, karena pihak Amerika Serikat dan NATO terus ngojok-ngojoki dalam bahasa Jawa atau memanas-manasi Ukraina untuk terus berperang melawan Rusia dengan memberi bantuan senjata senjata mutakhir yang bernilai milyaran dolar. Rusia sudah menguasai 20% wilayah Ukraina terutama kedua wilayah yang berbahasa Rusia itu.

Pihak AS dan Eropa disamping membantu Ukraina dengan senjata juga memberikan sanksi ekonomi (lebih dari 5.000 sanksi) kepada Rusia agar negeri beruang merah ini lumpuh dan hancur. Dalam perkembangan perang ini, pihak Rusia mengetahui bahwa ada keterlibatan langsung AS dan NATO dalam bentuk pasukan intelijen, penasihat militer, informasi satelit, pelatihan militer Ukraina dsb. Karena itu Rusia menganggap sebenarnya yang berperang dengan pihak nya itu adalah AS dan NATO dan Ukraina hanya dianggap sebagai pion atau proxy saja.

Baca juga: Rusia: Ukraina Kembali Serang dengan Drone dan Rudal

Dengan perkembangan baru ini maka pemerintah Rusia menyetujui lembaga legislatif Donetsk dan Luhansk untuk mengadakan referendum atau pemungutan suara untuk bergabung dengan Rusia atau tetap ikut Ukraina. Referendum ini diselenggarakan pada tanggal 23 s/d 27 September, 2022. Sebelumnya tahun 2014 Rusia juga menyelenggarakan referendum di wilayah Krimea milik Ukraina, dan hasilnya 90% suara rakyatnya memilih bergabung dengan Rusia.

Kalau hasil referendum itu rakyat kedua wilayah tersebut memilih bergabung dengan Rusia, otomatis menjadi bagian negara Rusia, maka implikasinya adalah: bila AS dan NATO yang terlibat di Ukraina melakukan penyerangan ke Donetsk dan Luhansk maka berarti mereka secara langsung memaklumkan perang terhadap Rusia. Dan hal ini sangat berbahaya bagi dunia karena presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan dengan serius (not bluffing atau tidak main-main) bahwa Rusia tidak segan-segan menggunakan senjata nuklirnya bila terus menerus diancam AS dan NATO.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru