Kapan PKS dan Partai Demokrat Susul Nasdem Dukung Anies?

Reporter : Seno
IMG-20221004-WA0012

Optika.id - Presiden PKS (Partai Keadilan Sejahtera), Ahmad Syaikhu, memberi sinyal positif mengenai deklarasi bacapres (bakal calon presiden) Anies Rasyid Baswedan (ARB) oleh Partai NasDem.

"PKS mengucapkan selamat kepada Partai NasDem (Nasional Demokrat) yang telah mendeklarasikan Anies Rasyid Baswedan sebagai balon Presiden Republik Indonesia," kata Presiden PKS Ahmad Syaikhu dalam rilis resminya, Senin (3/10/2022). Lebih lanjut Syaikhu berharap, ARB dapat mendatangkan kebaikan untuk kemajuan Indonesia.

Baca juga: Suyoto: Nasdem Tidak Mengusung, Tidak Elok Mengambil Jatah Menteri

"Semoga keputusan tersebut mendatangkan kebaikan untuk kemajuan bangsa Indonesia," ujarnya. Menurutnya, Anies adalah salah satu tokoh nasional yang memiliki rekam jejak kepemimpinan yang baik, berjiwa nasionalis religius, memiliki kapasitas untuk memimpin bangsa, dan mampu menjadi simbol perubahan untuk Indonesia di masa mendatang.

"PKS juga menghormati sikap politik Partai NasDem yang memilih lebih awal untuk mendeklarasikan bakal Calon Presiden RI. Setiap partai politik memiliki mekanisme internal dalam memutuskan sikapnya terkait koalisi dan pencapresan," ungkap Syaikhu.

Selain itu, dia juga menambahkan, keputusan koalisi dan pencapresan akan ditentukan dalam mekanisme Musyawarah Majelis Syuro.

"Kami bersyukur bahwa komunikasi politik antara PKS, Partai NasDem, dan Partai Demokrat berlangsung sangat baik, terbuka, setara dan mengedepankan rasa saling percaya untuk bersama-sama memilih calon pemimpin bangsa yang terbaik bagi rakyat Indonesia, simpulan Syaikhu.

Sementara itu PD (Partai Demokrat) juga memandang deklarasi NasDem untuk Anies dianggap hal yang positif. Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PD, Andi Arief, mengatakan partainya menyambut positif deklarasi ARB menjadi capres dari Partai NasDem.

Kami menyambut baik deklarasi yang dilakukan NasDem. Menurut kami NasDem memang sudah memutuskan dalam Rakernasnya ada 3 calon. Jadi ini mungkin dalam rangka memfinalisasi Rakernas itu, urai Arief kepada Tempo, Senin (3/10/2022).

Diakui Arief bahwa PD dan PKS sudah dekat dengan NasDem untuk berkoalisi usung ARB. Peluang membentuk koalisi diperkirakan sudah mencapai 80 persen. Kendati begitu, Arief mengatakan PD perlu mendengar alasan dari NasDem mempercepat pengumuman Capres. Ia meyakini adanya alasan khusus yang belum diutarakan oleh NasDem.

PD masih menunggu keputusan Majelis Tinggi Partai (MTP) untuk mengumumkan Capres dan koalisi. Sikap kita menunggu keputusan dari MTP. Ada beberapa pilihan tentunya yang menyangkut kedaulatan partai kami dan menyagkut upaya koalisi yang sudah dibangun, imbuh Arief.

Di sisi lain, Surya Paloh berkeyakinan bergabungnya PKS dan PD hanya soal waktu. Ketua Umum DPP Partai NasDem Surya Paloh meyakini PKS dan PD akan menyatu dalam pengusungan Anies Baswedan sebagai capres pada Pilpres 2024.

"Soal dua partai, baik PKS teman kita, teman kita Demokrat, jujur saja, dari apa perspektif yang saya pahami. Apa yang saya pahami sebagai praktisi politisi, insyaallah semuanya menyatukan pikiran, semangat, dan dekat bersama dengan NasDem. insyaallah," kata Paloh saat menjawab pertanyaan wartawan setelah usai deklarasi di ruang Ballroom, kantor NasDem, Jakarta.

Baca juga: NasDem Tidak Mau Masuk Kabinet Prabowo, Meskipun Bukan Oposisi

PKS dan PD Captive Anies

PKS dan PD di dalam konstelasi politik DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia) merupakan kekuatan oposisi. Mereka di luar koalisi parpol yang mendukung rezim Joko Widodo (Jokowi). Sebenarnya secara sosiologis captive (kelompok orang yang terikat secara politis) ARB ada pada PAN (Partai Amanat Nasional), PPP (Partai Persatuan Pembangunan), PKS, dan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa).

Para pemilih grass root parpol Islam itu pada umumnya memilih ke ARB. Memang pemilih PKB cenderung bervariasi namun kecenderungan memilih ARB untuk kandidat presiden sangat besar. Sebenarnya siapa pun yang mengambil ARB sebagai bacapresnya selalu menghitung pemilih sosiologis dari captive Islam itu.

Secara politis koalisi pengusung ARB sebagai balon capres awalnya terdiri dari PAN, PKS, dan PD. Pemilih PAN sebagian besar potensial memilih capres ke ARB. Masuknya PAN ke dalam koalisi rezim Jokowi dikhawatirkan terjadi kontraksi antara pemimpin dan grass root PAN. Begitu pula terhadap PPP.

Dari berbagai survei elektabilitas suara PAN dan PPP rendah dan selalu di bawah angka PT (parliament threshold). Sangat bisa dimengerti jika pengurus daerah PPP dan PAN ngotot ingin mengusung ARB sementara pimpinannya menuju arah KIB (Koalisi Indonesia Bersatu). Jika kelak dalam pileg (pemilu lehislatif) 2024 PAN dan PPP tidak mencapai PT maka kontraksi itu sebagai penyebabnya.

Dari konstelasi sosiologi politik pemilih seperti itu maka yang sangat cerdas adalah Surya Paloh dengan NasDemnya. NasDem dengan cepat mengambil alih posisi PAN sehingga berusaha merajut koalisi PKS, PD, dan NasDem. NasDem secara potensial bakal mendulang suara grass root yang memilih ARB. ARB mempunyai efek coatil (efek suara tambahan) sangat besar dan itu sebagian besar ke NasDem. Jika NasDem mengambil Ganjar Pranowo sebagai capresnya maka efek coatil Ganjar lari ke PDIP dan bukan ke NasDem.

Baca juga: NasDem Jatim Gelar Rakorwil: Panaskan Mesin untuk Kemenangan Khofifah-Emil

PKS dan PD susah berkoalisi dengan Partai Gerindra karena bacapresnya Prabowo Subianto. Jika bukan Prabowo, misalnya Sandiaga Uno, maka terbuka bagi PKS dan PD. Jika Gerindra memasang harga mati untuk Prabowo sebagai bacapres maka PKS dan PD tidak akan bisa berkoalisi dengan Gerindra. Begitu pula kalau PD dan PKS berkoalisi dengan PKB sangat rumit menentukan bacapresnya. Secara kalkulasi politis ketum (ketua umum) PKB, PD, dan Presiden PKS jika diusulkan ikut pilpres maka secara relatif levelnya berada pada level bacapres.

Parpol-parpol itu agak susah mengusung secara dini Ganjar Pranowo sebagai bacapres mereka. Hal itu karena telah dikunci oleh Ketum DPP PDIP dengan ketentuan akan dikeluarkan dari PDIP jika main dua kaki. Mereka bisa ikut mengusung Ganjar jika sudah diputuskan resmi oleh Megawati Soekarnoputri. Kondisi seperti itu tentu tidak nyaman bagi parpol, baik yang ada dalam koalisi maupun luar koalisi rezim Jokowi.

Konteks politis di atas yang membatasi PKS dan PD untuk harus masuk dalam formula mengusung ARB. Makna itu yang dikatakan Paloh kalau PKS dan PD sudah dekat sekali untuk berkoalisi dengan NasDem: mengusung ARB. Yang harus dihitung seksama oleh koalisi PKS, PD, dan NasDem adalah aspek hukum yang konon dipaksakan oleh KPK. Pemaksaan politis dalam ranah hukum yang oleh Andi Arief disebut jahat bisa menjadi bola liar yang bakal mewarnai pilpres 2024.

Tulisan: Aribowo

Editor: Amrizal Pahlevi

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru