[caption id="attachment_34017" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Nanang Purwono[/caption]
Optika.id - Surabaya kota sejarah. Kiranya tidak berlebihan dengan sebutan itu. Setidaknya sudah ada 15 museum yang menyajikan pesona masa lalu kota dalam bingkai sejarah. Jumlahnya bisa bertambah dengan adanya temuan temuan dan keberadaan bukti kesejarahan kota yang perlu disajikan dalam bentuk Museum. Masing masing Museum ini tematik. Ada Museum olahraga, museum pendidikan, Museum dr. Soetomo hingga museum kepahlawanan.
Baca juga: Cuaca Surabaya 28 November: Panas Terik, Hujan Ringan, dan Potensi Petir di Malam Hari
Ada beragam platform dalam menyajikan kesejarahan. Selain Museum, ada juga dalam bentuk film. Sebuah film dengan judul Soera ing Baja, Gemuruh Revolusi 45 sedang diproduksi oleh TVRI Jatim yang bekerjasama dengan Pemerintah Kota Surabaya, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair dan komunitas Begandring Soerabaia dan rekan. Diharapkan pembuatan film yang mengangkat sejarah kota Surabaya akan semakin marak ke depan.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, dalam sebuah rekaman acara talkshow di TVRI Jatim pada Senin, 7 November 2022, mengatakan bahwa dirinya berkeinginan memvisualkan sejarah kota Surabaya. Melalui kolaborasi dengan berbagai pihak mulai dari dengan TVRI, akademisi hingga komunitas, ia yakin bahwa sejarah kota Surabaya bisa ditampilkan secara visual sehingga pesannya mudah dicerna. Apalagi di era milenial sekarang, pendekatan audio visual lebih disukai zaman, utamanya oleh anak anak muda.
Awalnya saya atas nama pemerintah kota Surabaya menjalin kerjasama dengan TVRI, kemudian bersama pihak FIB Unair dan komunitas Begandring Soerabaia dan kawan kawan, ternyata membuahkan hasil di luar dugaan. Kami memproduksi film Koesno, Jati Diri Soekarno, yang sebenarnya bertujuan untuk menegaskan bahwa Soekarno lahir di Surabaya, bukan di Blitar. Dasar pembuatan film ini adalah fakta dan bukti bukti literatur tertulis bahwa Soekarno lahir di Surabaya. Maka dari data itulah, kemudian diolah dan dijadikan format film. Ternyata film ini masuk nominasi FFI 2022. Semoga menang," harap Eri Cahyadi.
Film dokumenter semacam ini yang diharapkan dapat menjadi alat dalam pelestarian nilai nilai kejuangan dan kepahlawanan bagi generasi muda.
Saya perintahkan film seperti Koesno, Jati Diri Soekarno dan Soera ing Baja diputar di seluruh Museum di Surabaya dan sekolah sekolah di Surabaya," kata Eri dalam rekaman acara talkshow TVRI Dialog Publik.
[caption id="attachment_46874" align="aligncenter" width="958"] Wali kota Surabaya, Eri Cahyadi (tengah) didampingi Kepata Stasiun TVRI Jatim (baju biru) dan Ketua Begandring Soerabaia, Nanang Purwono (berdasi kupu), serta Pemenang Kritikus Film FFI 2021 (baju batik) serta host TVRI Elisa.[/caption]
Seruan Eri Cahyadi ini disambut sorak gembira oleh audience di studio TVRI. Seruan ini juga disambut ketua Komunitas Begandring Soerabaia, Nanang Purwono, yang juga menjadi salah satu narasumber dalam talkshow itu. Dikatakannya bahwa Surabaya ini bagaikan Sajadah sejarah kota Pahlawan, yang terlalu sayang jika kurang dimanfaatkan.
Nanang Purwono mengibaratkan bahwa sajadah sejarah ini bagai sejadah yang mengalasi rumah ibadah (masjid) tapi masih sepertiga (1/3) saja yang dipakai. Sementara dua pertiganya (2/3) belum dipakai. Artinya rumah ibadah itu belum penuh oleh jamaah. Karenanya, adalah peran takmir untuk memakmurkan masjid agar ruang masjid yang beralaskan karpet (sajadah) dapat dipenuhi jamaah.
Gambaran sajadah ini bagai wilayah administrasi kota Surabaya yang kaya akan nilai sejarah. Tetapi selama ini, hanya tempat tertentu saja yang tergali sejarahnya. Masih ada dan masih banyak jejak sejarah di kota Surabaya yang perlu digali, disosialisasikan dan dimanfaatkan sehingga nilai sejarah kota pahlawan ini dapat bermanfaat di banyak bidang: pendidikan, penelitian, ilmu pengetahuan, kebudayaan, pariwisata yang berujung pada ekonomi kreatif. Ini dapat memakmurkan warga kota secara keseluruhan.
Memenuhi shof shof yang beralaskan sajadah adalah wujud kemakmuran masjid. Menggali kesejarahan kota di berbagai wilayah di kota Surabaya adalah jalan menuju kemakmuran warga.
Baca juga: Banjir Parah di Greges Timur, Warga Desak Penanganan Cepat
Jika kenyataannya, hingga sekarang belum banyak nilai sejarah dan tempat tempat bersejarah yang belum digali, maka adalah tanggung jawab bersama untuk menggali dan manfaatkan itu semua demi kesejahteraan dan kemakmuran warga sekarang dan mendatang.
Di mata pemenang kritikus film FFI 2021, Kukuh Yudha Karnanta dari FIB Unair, film Koesno, Jati Diri Soekarno adalah jawaban atas kualitas hasil kerja kolaboratif antara Komunitas, Akademisi, Media dan Pemerintah Kota Surabaya dalam produk film.
Bisa menjadi nominasi FFI adalah suatu ukuran akan kualitas karya. Tidak hanya berkualitas dari sisi konten, tapi juga pada videografinya. Ini tidak mudah, jelas Kukuh yang menegaskan bahwa film seperti Koesno ini adalah genre baru dalam dunia perfilman. Yaitu genre dokumenter drama (dokudrama).
Sekarang film kedua yang menjadi pekerjaan kolaboratif pentahelix adalah Soera ing Baja, Gemuruh Revolusi 45.
[caption id="attachment_46876" align="aligncenter" width="788"] Suasana rekaman talkshow Ruang Publik di Studio TVRI Jatim.[/caption]
Kepala Stasiun TVRI Jawa Timur, Asep Suhendra, sangat mengapresiasi hasil kerja anak buahnya yang hanya ditangani oleh 6 krew tapi dapat menembus tangga nominasi FFI 2022 untuk kategori Film Pendek Terbaik. Karya TVRI Jawa Timur ini mengharumkan lembaga Penyiaran Publik TVRI secara keseluruhan. Sampai sampai film Koesno ini dibedah oleh jajaran TVRI pusat Jakarta.
Baca juga: Eri Cahyadi Siap Lanjutkan Apresiasi dan Sanksi ASN untuk Pelayanan Publik yang Lebih Baik
Sementara bagi komunitas pendukung film Koesno, pengakuan profesional terhadap film Koesno ini menjadi cambuk untuk berkarya secara lebih profesional. Yakni penguatan dalam bidang riset nilai nilai sejarah mulai dari cerita dan alur peristiwa sejarah hingga benda benda yang menjadi kelengkapan sejarah. Dalam proses produksi rekaman di TVRI Jatim, mereka datang dengan kelengkapan busana dan aksesoris yang menyertai.
Mereka ini arek arek Surabaya, bukan artis. Mereka tidak bisa digantikan oleh artis Jakarta dalam produksi historia kota Surabaya," pungkas Eri Cahyadi.
Penulis: Nanang Purwono (Pegiat Sejarah Surabaya/Begandring Soerabaia)
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi