[caption id="attachment_36950" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Sri Sugeng Pujiatmiko (Mantan Komisioner Bawaslu Jatim)[/caption]
Optika.id - Berdasarkan ketentuan Pasal 466 UU 7/2017 memberikan ruang sengketa proses pemilu dalam penyelenggaraan pemilu, khususnya tahapan pelaksanaan verifikasi faktual keanggotaan parpol dapat dipastikan akan menuai sengketa proses berkaitan dengan keputusan KPU yang menyatakan parpol tidak memenuhi syarat untuk menjadi peserta pemilu 2024.
Baca juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
Hasil verifikasi faktual keanggotaan parpol yang menyatakan parpol tidak memenuhi syarat atau tidak lolos verifikasi faktual keanggotaan, maka parpol dapat mengajukan sengketa proses pemilu ke Bawaslu.
Sedangkan bagi parpol yang telah memenuhi parliamentary treshold (PT) yang telah lolos verifikasi administrasi kepengurusan dan keanggotaan parpol, maka tidak perlu dilakukan verifikasi faktual keanggotaan parpol, sehingga parpol yang telah memenuhi parliamentary threshold tinggal menunggu penetapan parpol sebagai peserta pemilu secara nasional pada tanggal 14 Desember 2022.
Perjuangan yang panjang bagi parpol setelah dilakukan vermin dan verfak keanggotaan tentu akan menggunakan ruang sengketa proses pemilu sebagai upaya terakhir ketika tidak dinyatakan lolos verifikasi faktual keanggotaan. Tentu parpol akan menyiapkan berbagai dalih permohonannya sebagai dasar dan alasan parpol untuk mengajukan sengketa proses pemilu.
Pada prinsipnya sengketa proses merupakan sengketa yang terjadi antar-peserta pemilu dan sengketa antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, yang diakibatkan karena perbedaan penafsiran atau suatu ketidakjelasan tertentu mengenai suatu masalah kegiatan dan/atau peristiwa yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilu, dan keadaan dimana terdapat pengakuan yang berbeda antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu.
Sengketa proses pemilu antara parpol dengan penyelenggara pemilu (KPU) dapat diajukan ke Bawaslu RI paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal penetapan keputusan KPU, dan Bawaslu memeriksa dan memutus sengketa proses pemilu paling lama 12 (dua belas) hari sejak diterimanya permohonan melalui proses adjudikasi.
Terdapat perbedaan hari dalam penanganan sengketa proses ini, pengajuan permohonan sengketa proses didasarkan pada hari kerja, sehingga hari sabtu dan minggu tidak dihitung (seperti sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi), sedangkan dalam pemeriksaan sengketa proses melalui adjudikasi di Bawaslu didasarkan pada hari kalender, sehingga hari sabtu dan minggu dihitung dalam pemeriksaan sampai dengan putusan di Bawaslu.
Dalam pemeriksaan sengketa proses pemilu di Bawaslu melalui beberapa tahapan, mulai dari pembacaan permohonan sengketa, jawaban KPU, permohonan sebagai pihak terkait dan jawaban dan tanggapan pihak terkait terhadap pokok permohonan, pembuktian, keterangan lembaga pemberi keterangan, baik dari instansi pemerintahan, lembaga non pemerintahan (pemantau pemilu) dan penyelenggara pemilu, kesimpulan para pihak, dan putusan. Tahapan sengketa proses tersebut harus diselesaikan oleh Bawaslu dalam waktu paling lama 12 (dua belas) hari sejak diterimanya permohonan.
Putusan Bawaslu terkait dengan verifikasi parpol peserta pemilu ini tidak bersifat final dan mengikat, artinya, terhadap putusan Bawaslu dapat diajukan sengketa tata usaha negara pemilu melalui pengadilan tata usaha negara ketika upaya administrasi di Bawaslu telah digunakan, dan putusan pengadilan tata usaha negara bersifat final dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum berdasarkan ketentuan Pasal 471 ayat (5) UU 7/2017.
Berkenaan dengan hak hukum, siapa yang berhak mengajukan sengketa proses tata usaha negara pemilu melalui pengadilan tata usaha negara hanya diberikan kepada parpol sebagai pihak pemohon, dan tidak diberikan hak hukum tersebut kepada KPU, artinya meskipun putusan Bawaslu mengalahkan KPU, maka KPU tidak dapat mengajukan sengketa tata usaha negara pemilu melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.
Baca juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim
Substansi sengketa proses yang diajukan oleh parpol tentu lebih banyak berkaitan dengan proses pelaksanaan tahapan verifikasi faktual keanggotaan parpol, yang menurut parpol tidak sesuai dengan regulasi dikaitkan dengan fakta-fakta pelaksanaan verfak keanggotaan di lapangan yang dilakukan verifikator KPU Kabupaten/Kota.
Sengketa proses pemilu merupakan ruang pengujian pelaksanaan verfak keanggotaan parpol melalui sengketa proses pemilu, meskipun dalam pelaksanaannya telah dilakukan pengawasan oleh Bawaslu Kabupaten/Kota.
Maka dalil-dalil yang diajukan oleh parpol harus dapat meyakinkan Bawaslu bahwa pelaksanaan verfak keanggotaan tidak sesuai dengan regulasi yang diperkuat dengan saksi-saksi dan bukti-bukti.
Berkenaan dengan proses pembuktian, tidak jauh berbeda dengan mekanisme proses pembuktian di pengadilan.
Dalam pembuktian, Bawaslu telah menentukan alat bukti yang dapat diajukan dalam proses pemeriksaan, antara lain: surat, keterangan Pemohon dan Termohon, keterangan Saksi, keterangan Ahli, informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya, dan/atau pengetahuan majelis sidang. Alat bukti yang diajukan harus mendukung dalil-dalil permohonannya untuk membuktikan bahwa dalil-dalil permohonannya beralasan menurut hukum.
Beberapa pengalaman penyelesaian sengketa proses yang dilakukan Bawaslu, terdapat beberapa permohonan sengketa proses yang dikabulkan oleh Bawaslu, artinya ruang sengketa proses masih memberikan harapan bagi parpol yang tidak ditetapkan sebagai peserta pemilu tahun 2024 pasca verifikasi faktual keanggotaan parpol.
Baca juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada
Sengketa proses pemilu ini menjadi ruang perjuangan terakhir bagi parpol untuk menjadi peserta pemilu 2024.
Bahwa obyek sengketa proses adalah keputusan KPU RI terkait dengan hasil verifikasi parpol peserta pemilu yang dikeluarkan pada tanggal 14 Desember 2022. Maka setelah tanggal 14 Desember 2022 bagi parpol yang tidak ditetapkan menjadi peserta pemilu 2024 dapat mengajukan sengketa proses di Bawaslu RI, jika hasil verfak keanggotaan parpol tidak memenuhi 100% di seluruh provinsi dan 75% di tingkat kabupaten/kota dalam satu wilayah provinsi serta 50% di tingkat kecamatan dalam satu wilayah kabupaten/kota.
Jika permohonan sengketa proses ditolak oleh Bawaslu, maka Pemohon (parpol) dapat mengajukan sengketa tata usaha negara pemilu di Pengadilan Tata Usaha Negara. Dan jika putusan Bawaslu menerima permohonan sengketa proses pemilu, maka KPU RI tidak memiliki hak hukum untuk mengajukan sengketa tata usaha negara pemilu ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Untuk memahami secara teknis pengajuan permohonan sengketa proses dapat dibaca di Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2022 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum di Pengadilan Tata Usaha Negara. Wassalam.
Editor : Pahlevi