[caption id="attachment_49381" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Ardianik (mahasiswa S3 Teknologi Pendidikan UNESA/Dosen LL Dikti Wilayah VII yang diperbantukan pada FKIP Univ. Dr. Soetomo Surabaya)[/caption]
Optika.id - Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) merupakan kebijakan yang bertujuan untuk mendorong mahasiswa memperoleh berbagai keterampilan yang berguna untuk memasuki dunia kerja. Program ini relevan dan sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) saat ini, yang kita ketahui telah mempengaruhi berbagai bidang kehidupan.
Baca juga: Generasi Muda Enggan Lanjut Sekolah Tinggi, Bukti Kegagalan Program Pemerintah?
Salah satu dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah banyaknya jenis pekerjaan yang berubah; Banyak lapangan kerja yang hilang, justru berbagai lapangan kerja baru tercipta.
Fenomena tersebut menuntut dunia pendidikan tinggi untuk melakukan perubahan dalam praktik pendidikan dan pembelajaran sehingga dapat menghasilkan lulusan yang menjawab tantangan zaman dan kebutuhan masyarakat (Suwandi, 2020).
Pendidikan telah banyak mengalami perubahan dan perbaikan kebijakan kurikulum sejak Indonesia merdeka (Iskandar, 2019).
Dalam sejarah kurikulum Indonesia, setidaknya telah terjadi sebelas kali dinamika perubahan. Dimulai dari masa pra kemerdekaan dengan bentuk yang sangat sederhana dan masa kemerdekaan terus disempurnakan yaitu tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan 2013 (Warits, 2019).
Berbagai kebijakan perubahan kurikulum didasarkan pada hasil analisis, evaluasi, prediksi dan berbagai tantangan yang dihadapi baik internal maupun eksternal yang terus berubah. Hal tersebut menjelaskan bahwa kurikulum sebagai produk yang bersifat dinamis, kontekstual dan relatif (Jono, 2016). Dinamis berarti pengembangan dan adaptasi lebih lanjut yang konstan terhadap waktu dan keterbukaan terhadap kritik.
Baca juga: Kemajuan Iptek Tak Selaras dengan Pendidikan Indonesia
Kontekstual karena memang dibutuhkan dan sesuai dengan konteks zamannya, dan relatif karena pedoman kurikulum yang dihasilkan dianggap baik atau sempurna pada saat itu dan menjadi tidak relevan lagi pada era selanjutnya.
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting dalam dunia pendidikan, tanpa evaluasi kita tidak mengetahui kelemahan dan kelebihan dari proses perencanaan dan pelaksanaan kurikulum yang digunakan. Umpan balik dari pihak yang berkepentingan seperti orang tua, guru, komunitas, dll. dapat dijadikan sebagai acuan untuk memperbaiki dan mengembangkan kurikulum agar peserta didik dapat mencapai tujuan pendidikan yang seefektif mungkin.
Indikator kinerja yang dinilai adalah efektivitas, efisiensi, relevansi dan kelayakan program. Evaluasi guru juga memegang peranan penting dalam dunia pendidikan. Tanpa adanya proses evaluasi ini, kita tidak mengetahui kelemahan dan kelebihan dari desain kurikulum dan proses implementasi yang digunakan.
Pada saat yang sama, tujuan kurikulum untuk belajar mandiri adalah membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna. Secara umum, program ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan program yang sudah ada, tetapi tujuan utamanya adalah untuk memperbaiki sistem yang sudah ada. Kebebasan belajar yang diciptakan oleh Kemendikbud menawarkan proses belajar yang lebih mudah.
Baca juga: Pertimbangan FSGI Dukung Penghapusan Tes Calistung
Selain itu, kurikulum MBKM yang merupakan kurikulum terbaru di Indonesia lebih menekankan pembelajaran di luar kampus dan di dalam kampus. Hal ini tercermin dari pematangan delapan kegiatan pembelajaran: pertukaran pelajar, magang/praktik kerja, pendampingan mengajar di satuan pendidikan, penelitian/eksplorasi, proyek kemanusiaan, kewirausahaan, studi/proyek mandiri dan pembangunan desa/tematik yang merupakan inti dari perubahan kurikulum.
Oleh: Ardianik (mahasiswa S3 Teknologi Pendidikan UNESA/Dosen LL Dikti Wilayah VII yang diperbantukan pada FKIP Univ. Dr. Soetomo Surabaya)
Editor : Pahlevi