Optika.id - Beberapa pengamat politik menyoroti dugaan kecurangan dalam tahapan pemilihan umum (Pemilu) 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU yang diketuai oleh Hasyim Asyari itu diduga melakukan intimidasi kepada penyelenggara pemilu daerah agar memanipulasi hasil verifikasi faktual terhadap partai politik tertentu.
Baca juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
Dugaan ini bermula dari pernyataan Tim Hukum Advokasi Pemilu Bersih 2024 yang menyebut KPU meloloskan sejumlah partai pada verifikasi faktual. Ketiga partai yang dituding terlibat manipulasi verifikasi faktual itu ialah Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Gelombang Rakyat (Gelora), dan Partai Garuda
Soroti Petugas Lapangan KPU
Guru Besar FISIP (Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik) Universitas Airlangga, Ramlan Subakti menyoroti pengawasan terhadap petugas lapangan KPU yang melakukan verifikasi secara aktual dan faktual. Dia mempertanyakan kredibilitas petugas yang melakukan verifikasi partai politik di lapangan yang bertugas mengecek keberadaan kantor partai politik dan keanggotaan.
Siapa yang menentukan anggota yang akan melakukan verifikasi? Apakah KPU mencari sendiri, atau partai disuruh menghadirkan? Ini kan sudah parah, kalau ini kan gak cocok, kata Ramlan seperti dikutip Optika.id dalam webinar bersama ICW, Jumat (16/12/2022).
Anggota KPU 2001-2007 ini juga menyebut idealnya KPU memiliki mekanisme pengawasan terhadap petugas yang melakukan verifikasi. Pasalnya, petugas di lapangan sangat rentan melakukan kecurangan karena berkomunikasi langsung dengan partai politik.
Kemudian harus ada mekanisme pengawasan terhadap petugas yang melakukan verifikasi. Karena kemungkinan transaksi antar orang parpol dan orang KPU kabupaten/kota, ujar Ramlan.
Jadi karena perencanaan operasional, SOP, tidak diatur ketat, dan tidak ada pengawasan, maka ini adalah peluang peserta pemilu itu terbuka untuk merayu melalui KPU, sambung dia.
Pengkhianatan Konstitusi
Senada dikatakan, Guru Besar UGM Sigit Riyanto. Dia menilai kecurangan dalam Pemilu merupakan pengkhianatan kepada konstitusi dan negara dengan iklim demokrasi. Menurutnya setiap negara yang menjunjung tinggi demokrasi, HAM, dan kemajuan peradaban, Pemilu harus dipandang sebagai penanda proses demokratisasi itu sendiri.
Saat ini KPU sebagai penyelenggara seluruh tahapan dan proses Pemilu sudah selayaknya harus independen dan berdaulat karena mendapatkan mandat dari rakyat dan negara, kata Sigit.
Dia juga menyebut rusaknya sistem ketatanegaraan di Indonesia imbas kecurangan dalam Pemilu. Maka dari itu, KPU seharusnya memiliki sistem pengawasan yang lebih ketat agar kecurangan di daerah tidak terjadi.
"Kecurangan dalam setiap tahapan pemilu pada dasarnya penghianatan dalam sistem konstitusi kita, merusak sistem tatanegara kita. Merupakan regresi demokrasi, bahkan akan menandai kemunduran dalam kehidupan ketatanegaraan kita, ujar Sigit.
Minta Bawaslu Tegas
Selain itu, anggota Bawaslu periode 2008-2012, Wirdyaningsih meminta anggota Bawaslu yang menjabat saat ini tegas dan bisa membawa dugaan kecurangan yang dilakukan KPU ke ranah hukum.
Saya yang ikut melihat perkembangan ini mendorong Bawaslu RI beserta jajarannya tentu sudah mengawasi dari awal, untuk berani menegakkan regulasi serta teguh melaksanakan tugas dan kewajiban, menjaga integritas sebagai lembaga pengawas pemilu, kata Wirdyaningsih.
Baca juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim
Wirdyaningsih meminta Bawaslu untuk memproses setiap kecurangan yang ditemukan dalam penyelenggaraan Pemilu.
Jangan mendiamkan kecurangan yang terjadi di depan mata. Proses semua kecurangan yang terjadi di lapangan yang sudah terjadi atau yang baru ditemui, tuturnya.
3 Parpol Diduga Curang
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mendapatkan somasi soal adanya intimidasi terhadap sejumlah anggota KPU Daerah dalam verifikasi faktual tiga partai. Kuasa hukum para korban intimidasi itu pun menyebutkan secara jelas tiga partai yang sebelumnya dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) namun belakangan dinyatakan memenuhi syarat (MS).
Para korban intimidasi, melalui kuasa hukumnya, telah melayangkan surat somasi ke KPU RI beberapa waktu yang lalu. Mereka mengaku diintimidasi oleh pejabat KPU pusat untuk meloloskan verifikasi faktual Partai Gelora, Partai Garuda, dan Partai Kebangkitan Nusantara.
"Sesuai dengan beberapa media yang disebutkan sejak kemarin sampai saat ini, Partai Gelora kami menduga juga terjadi, Partai Garuda, dan Partai PKN itu kami menduga juga terjadi kecurangan," ujar kuasa hukum para korban, Ibnu Syamsu Hidayat.
Ibnu menyebut para korban berjumlah 8-9 orang serta tersebar di 3-5 kabupaten/kota dan dua provinsi. Mereka merupakan anggota KPU di daerah yang bertugas melakukan verifikasi faktual. Ibnu menolak membuka identitas dan lokasi pasti para korban demi alasan keamanan.
"Kami akan berkomunikasi dengan LPSK agar keselamatan mereka terjamin," kata Ibnu.
Baca juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada
Airlangga Julio, kuasa hukum para korban dari Amar Lawfirm, mengatakan somasi yang diberikan ini agar KPU segera menghentikan intimidasi tersebut. Mereka juga mendesak KPU segera membentuk tim investigasi internal untuk mengusut hal ini.
Dalam somasinya, Julio meminta agar KPU menindaklanjuti seluruh aduan yang diterima atau hasil investigasi internal mengenai manipulasi data dalam verifikasi faktual serta menindaklanjuti pengancaman kepada para anggota KPU di daerah. "Dan pelanggaran hukum itu agar ditindaklanjuti oleh DKPP RI, Bawaslu RI, dan juga kepolisan atau penegak hukum lainnya," kata Julio.
Investigasi Dugaan Intimidasi
Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan bakal menginvestigasi dugaan intimidasi saat proses verifikasi faktual tiga partai politik oleh KPU di daerah. Intimidasi disebut untuk membuat KPU daerah meloloskan tiga partai dalam proses verifikasi tersebut.
"Ada mekanisme pengawasan internal, ada Divisi Hukum dan Pengawasan, dan juga kami ada Inspektorat. Kalau ada laporan seperti ini, nanti kami akam siapkan untuk menelusuri data yang berkembang di media tersebut," ujar Hasyim di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Selasa (13/12/2022).
Hasyim tak menyebut kapan KPU mulai melakukan investigasi tersebut. Dia juga tak bisa memastikan apakah keputusan kelulusan parpol dalam verifikasi faktual dapat dianulir jika terbukti curang.
"Kami melihat perkembangan hasil investigasi inspeksi atau pemeriksaan dulu," pungkasnya.
Editor : Pahlevi