Optika.id - Pakar politik, Dr Abdul Aziz SR, MSi dari Fisip Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, sangat menyayangkan dugaan skandal Hasyim Asyari (HA), Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), dengan Hasnaeni Moein (HM), Ketua Partai Republik Satu. Ini suatu persoalan serius, meskipun HM telah mencabut pernyataannya, katanya kepada Optika.id lewat WhatsApp, Selasa (27/12/2022).
Baca juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada
Menurut Aziz, jika asumsinya benar yang dikatakan HM setidaknya ada tiga hal yang bisa kita katakan.
Pertama, moralitas dan kredibilitas pejabat KPU sudah hancur. Mereka menyalahgunakan kewenangan dengan cara-cara yang sangat tercela untuk tujuan yang hina pula.
Kedua, pemilu tidak lagi punya makna dalam kerangka demokrasi kecuali sebatas ritual politik untuk memberi stempel legitimasi bagi perampok kedaulatan rakyat. Pemilu menjadi sekadar proses administrasi negara untuk menutupi kepura-puraan.
Ketiga, kelompok non-demokratis yang saat ini sedang mengendalikan kekuasaan (negara) sangat takut berkompetisi secara sehat dalam pemilu, khususnya pilpres (pemilihan presiden), sehingga merasa perlu melakukan rekayasa-rekayasa serta mendesain pemilu sesuai kehendaknya, urai dosen ilmu politik itu.
Lebih lanjut Aziz katakan bahwa di dalam kelompok non-demokrat tersebut turut berdiri sederet pemilik modal yang membiayai rekayasa busuk itu. Uang dan kekuasaan menjadi kekuatan utama di dalamnya, imbuhnya.
Menurut Aziz ada dua hal yang serius dari dugaan skandal tersebut, yaitu dugaan adanya transaksi politik untuk meloloskan Partai Republik Satu melalu transaksi seks dan ada dugaan desain pemenangan pemilu oleh KPU untuk memenangkan Ganjar-Erick dalam pilpres 2024. Karena itu Aziz sepakat dengan pendapat Hersubeno Arif agar HA melaporkan atau menggugat balik HM ke ranah hukum agar nama baik dirinya dan institusi KPU baik kembali.
Ada Intimidasi
Seperti dugaan banyak orang pembuatan video permintaan maaf Hasnaeni Moein Wanita Emas (HM) dibuat karena ada sesuatu hal. Publicanews, 26/12/2022, menulis alasan pembuatan video minta maaf HM kepada Hasyim Asyari (HA), Ketua KPU,karena berada dalam tekanan.
Baca juga: KPU Segera Terbitkan Aturan di Setiap Daerah untuk Patuhi Putusan MK
Ketua Umum Partai Republik Satu itu mengaku bahwa video permintaan maaf kepada HA dibuat di bawah tekanan dan intimidasi. HM menceritakan pada tanggal 11 Desember 2022 sekitar pukul 16.00 WIB di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung RI, ia didatangi eks pengacaranya, Bryan Gautama.
"Atas intimidasi, tekanan dan ancaman, saya dengan terpaksa membuat video dan menandatangani surat pernyataan klarifikasi tertanggal 18 November 2022 kepada sdr. Hasyim As'yari yang telah disiapkan oleh sdr. Hasyim Asy'ari dan sdr. Bryan Gautama," kata Hasnaeni dalam pernyataan tertulisnya, Senin (26/12).
HM menjelaskan, Bryan yang merekam saat ia membacakan teks permintaan maaf. "Setelah video selesai dibuat, Bryan Gautama langsung mengirimkan kepada Hasyim Asy'ari," ujar HM dengan menyertakan nama-nama saksi dalam peristiwa tersebut.
HM mengaku saat itu sudah tiga kali melakukan somasi kepada HA, tetapi tak mendapat tanggapan.
"Selama surat somasi dilayangkan pengacara saya, Saudara Hasyim Asy'ari mengancam hukuman terhadap kasus saya akan diperberat, yang disampaikan melalui Bryan Gautama," urai HM.
Baca juga: KPU Amati Putusan MK dan Akan Konsultasi dengan DPR RI
Di samping itu HM juga mengaku dipaksa mencabut penunjukan Farhat Abbas sebagai kuasa hukum pelaporan ke DKPP dan polisi atas kasus pelecehan yang terjadi selama 13 Agustus sampai dengan 2 September 2022 itu.
Seperti diberitakan sebelumnya Farhat Abbas telah melaporkan kasus ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Jumat (23/12/2022) lalu dan berencana mendatangi Bareskrim Polri, Selasa, 27 Desember 2022.
"Laporan DKPP tetap lanjut. Bareskrim tetap lanjut," kata Abbas, Ketua Umum Partai Pandai, menegaskan kepada Publicanews, Senin siang. Menurut Abbas dirinya telah memegang bukti skandal HA dan HM.Abbas juga membeberkan bukti dugaan tindak asusila dari pesan WhatsApp, foto, tiket pesawat, hingga pengakuan Hasnaeni.
Tulisan: Aribowo
Editor : Pahlevi