Dampak Bahaya Perppu Cipta Kerja Bagi Demokrasi Indonesia

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Netty Prasetiyani selaku Wakil Ketua Fraksi PKS di DPR RI menjelaskan jika penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti UU Cipta Kerja bisa berdampak bahaya bagi demokrasi Indonesia.

Baca juga: Presiden Partai Buruh Tantang Para Menteri Dalam Pembahasan UU Cipta Kerja

Peppu Cipta Kerja menunjukkan bahwa pemerintah tidak berpihak kepada rakyat sekaligus tidak menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) selaku Lembaga Yudikatif yang menyatakan jika UU Cipta Kerja inkonstitusional karena cacat formil.

Ini berbahaya bagi perjalanan demokrasi Indonesia karena MK itu sebagai pemegang kekuasaan yudikatif. Ketika lembaga yudikatif tidak lagi dihormati maka sistem demokrasi bisa kacau, kata Netty dalam keterangannya, Senin (2/1/2023).

Netty menegaskan jika Perppu Cipta Kerja juga terkesan tidak berpihak kepada masyarakat, khususnya para pekerja.

Tak menampik jika dirinya khawatir Perppu ini diterbitkan hanya sebagai dalih mengedepankan para investor dan tidak berpihak kepada para pekerja.

Sebabnya, dia menuding Perppu yang terbit di penghujung tahun sebagai hadiah ironi dari pemerintah ini merupakan akal-akalan penguasa untuk menelikung keputusan MK yang meminta agar UU Cipta Kerja diperbaiki dalam waktu dua tahun.

"Ini akal-akalan pemerintah saja padahal MK sudah minta perbaiki karena UU tersebut dianggap cacat secara formil, tegas Netty.

Sebelumnya, berdasarkan putusan MK, UU Cipta Kerja yang disahkan secara tertutup dan tergesa-gesa itu dinyatakan cacat formil karena beberapa hal. Di antaranya yang pertama yakni tata cara pembentukan UU Cipta Kerja tidak didasari oleh cara dan metode yang pasti.Kedua, terjadinya perubahan penulisan beberapa substansi pasca persetujuan bersama Presiden dan DPR.

Sementara itu, yang ketiga yakni bertentangan dengan berbagai asas pembentukan peraturan perundang-undangan dan keempat yakni untuk menghindari ketidakpastian hukum dan dampak lebih besar yang ditimbulkan di kemudian hari. Sebab, dari awal UU Cipta Kerja masih berupa rancangan, protes dari rakyat tak kunjung padam.

Eloknya ini dulu yang diperbaiki, sehingga status UU Cipta Kerja yang masih inkonstitusionalitas bersyarat itu bisa berubah. Jangan justru arogan dengan menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, ucapnya.

Baca juga: Sempat Dukung Ganjar Pranowo, Partai Buruh Minta Kontrak Politik Sebelum Koalisi

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menilai jika ada beberapa dampak yang akan ditimbulkan pasca penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh Presiden Jokowi beberapa waktu yang lalu.

Dampak pertama yakni UU Cipta Kerja mempunyai daya rusak yang luar biasa pada lingkungan, hak-hak buruh, dan lain sebagainya jadi dianggap tidak berlaku lagi.

Yang kedua yakni praktik buruk tentang pemerintah kepada para kerja dan lembaga-lembaga negara ini mengabaikan Konstitusi dan dua cabang kekuasaan negara lainnya yakni yudikatif (dalam hal ini MK) dan legislatif (DPR). Hal tersebut akan menjadi pola baru yang makin menjurus pada karakteristik otoritarianisme. Apalagi, sebelumnya Mahfud MD selaku Menko Polhukam selalu menyebut jika Perppu merupakan hal subjektif presiden.

Sedangkan menurut Bivitri, secara teori penerbitan Perppu tidak semata-mata hak subjektif presiden. Sebab, ada pembatasan seperti perlu ada hal kegentingan yang memaksa untuk menerbitkan aturan tersebut.

Lebih lanjut, Bivitri menjelaskan jika Indonesia merupakan negara hukum. Maka dari itu, semuanya harus ada ukurannya yakni konstitusi. Bivitri menegaskan jika tidak boleh ada aturan yang dibuat hanya semata-mata karena alasan subjektif presiden.

Baca juga: Soal UU Cipta Kerja, Buruh Andalkan MK dalam Tegakkan Konstitusi

"Tidak bisa subjektivitas presiden dijadikan dasar dalam bertindak, itu jadinya seperti titah raja, bukan seperti dalam negara hukum," tutur Bivitri dalam keterangannya yang dikutip Optika.id, Selasa (3/1/2023).

Sebelumnya, Presiden Jokowi menjelaskan jika Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ini diterbitkan dengan dalih kondisi dunia mendesak yang sedang diliputi oleh berbagai ancaman.

"Jadi memang alasan kenapa Perppu, kita tahu kita ini kelihatannya normal tapi diintip oleh ancaman-ancaman ketidakpastian global," ucap Jokowi beberapa waktu yang lalu.

Jokowi menjelaskan, dunia sedang tidak baik-baik saja. Dia menegaskan Perppu Cipta Kerja dikeluarkan untuk menjawab kepastian hukum di tengah risiko ketidakpastian dan kekosongan hukum dalam persepsi investor.

"Itu yang terpenting karena ekonomi di tahun 2023 akan sangat tergantung pada investasi dan ekspor," jelas Jokowi.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru