Optika.id - Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri masih menjadi sorotan karena pidato yang disampaikan di Hari Ulang Tahun (HUT) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ke-50.
Baca juga: PDIP: Ada Pihak yang Akan Cawe-Cawe di Pilkada Mendatang
Pada momen itu, Megawati dinilai memberikan sindiran dan teguran yang keras kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena menyinggung permasalahan tiga periode, penundaan pemilu, bahkan mengatakan Jokowi bukan apa-apa tanpa PDIP.
Menanggapi hal ini, pengamat politik Rocky Gedung memberikan analisisnya. Ia menduga Jokowi menunggu sang ketua umum mengoreksi kalimat yang dilontarkan.
"Ibu Mega nggak memperbaiki, Ibu Mega memang tahu Jokowi itu memang dihasilkan keputusan Megawati. Jadi sebetulnya itu yang kita anggap, Mega tetap seseorang yang taat prinsip dia sendiri," katanya seperti dikutip Optika.id dari channel YouTube Rocky Gerung Official, Sabtu (14/1/2023).
Dirinya kemudian mengulas sedikit soal perjalanan Jokowi dari Solo hingga menjadi RI-1 dengan kendaraan PDIP. Tetapi Jokowi terlihat mengeluarkan kebijakan yang tidak menguntungkan partai tersebut.
"Dan sering orang anggap Bu Mega keras kepala, bukan. Karena dia tahu, hanya melalui PDIP maka Jokowi bisa dipanggil dari Solo disuruh magang di DKI kemudian diusung jadi presiden. Dan Ibu Mega tahu bahwa kebijakan Presiden Jokowi dalam tujuh tahun ini tidak menguntungkan PDIP."
Lantaran itu pula, Rocky mengemukakan, kalau Jokowi tidak mencerminkan prinsip berdikari Bung Karno. Salah satunya adalah sikap Presiden Jokowi yang malah lebih dekat dengan Pemerintah China.
"Jokowi bahkan berdiri di atas kaki China, kira-kira gampangnya begitu. Atau dijadiin kaki oleh China di dalam ekonomi itu. Itu semua ada di dalam media massa."
Karena hal tersebut, Rocky menilai Jokowi sepertinya tidak bisa tidur nyenyak usai pidato Megawati. Apalagi Megawati menempatkan Jokowi sebagai petugas partai bukan seorang presiden.
Tak Kerdilkan Jokowi
Sementara itu, pengamat politik Universitas Airlangga, Haryadi, menyebut pidato Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dalam HUT Ke-50 partai tersebut tidak mengerdilkan posisi Presiden Joko Widodo.
"Harus dipahami bahwa memang acara itu dimaksudkan sebagai perayaan di dalam keluarga besar dan masyarakat biasa. Sebab sejak awal didesain merupakan acara internal partai," kata Haryadi, Sabtu (14/1/2023).
Menurut dia, yang paling banyak diundang hadir adalah level Akar Rumput yaitu pengurus ranting partai dan Satgas Cakra Buana. Karena itu, pimpinan partai politik lain yang merupakan level elite memang tak diundang. Bahkan level menteri di kabinet Presiden Joko Widodo tak semuanya diundang.
"Layaknya dalam keluarga, bisa lebih terbuka dalam berbicara. Pesan sebagai keluarga besar adalah ciri khas Bu Mega untuk membangun internal political market dan militansi para kader. PDIP termasuk salah satu partai yang dengan political ID atau identitas politik yang paling kuat. Itu berkat kekuatan mesin politik internal yang dibangun Bu Mega selama bertahun-tahun," ucap dia.
Cara berpolitik demikian sudah terbukti membuahkan hasil. Haryadi menjelaskan faktor yang membuat PDIP berhasil di Pemilu 1999. Selanjutnya, Pemilu 2004 dan 2009, PDIP gagal bahkan terlempar keluar dari kekuasaan. Berikutnya lagi, pada Pemilu 2014 dan 2019, PDIP merebut kembali kekuasaan.
Kemenangan Pileg dan sekaligus Pilpres pada tahun 2014 dan 2019 itu, merupakan rekor baru dalam politik kepemiluan di Indonesia. Faktor penentu kemenangan dua kali berturutan itu adalah karena PDIP beruntung memiliki dua figur role model sekaligus, yaitu Megawati dan Jokowi.
"Kekuatan dua figur ini menjadi perekat identitas partai yang begitu kuat. Sekaligus menjadi penentu kemenangan PDI Perjuangan secara berturutan. Betapa pun potensi kekuatannya secara kelembagaan diperlemah oleh pemberlakuan sistem Pemilu proporsional terbuka," ujar Haryadi.
Nah, sebenarnya jika kita bisa menelaah lebih dalam, sesungguhnya bukti di atas menguatkan betapa penting posisi Jokowi dalam point of view Megawati selaku Ketua Umum PDIP, tanpa melupakan kejelian Mega sebagai leader maker dan jiwanya sebagai seorang negarawan.
"Bu Mega menempatkan Presiden Jokowi di tempat tertinggi partai dalam kesatuan gerak dalam memikirkan dan memperjuangkan nasib rakyat. Tak ada subordinasi. Dan sama seperti tubuh, kepala tak lebih penting dari tangan atau kuku sekalipun. Tak ada keindahan organ tubuh, jika hanya ada kepala tanpa tangan dan kuku," katanya.
Baca juga: PDIP Tegaskan Tak Kekurangan Stok Pemimpin untuk Pilkada Jawa Tengah
"Bu Mega jelas ingin mengatakan bahwa akar rumput partai dan masyarakat sama pentingnya dengan dirinya maupun dengan Presiden Jokowi dalam kesatuan tubuh bernama Indonesia," ujar dia.
Maka, lanjut dia, bijak memaknai agar kepentingan yang terbungkus dalam falsifikasi pemaknaan dalam komunikasi politik tidak mendapatkan tempat dalam upaya memecah PDI Perjuangan dan Presiden Jokowi.
Haryadi menyarankan agar semua pihak pihak meletakkan tiap kalimat dalam konteksnya. "Jangan memenggal tanpa konteks. Kecuali pemenggalan itu sengaja dilakukan untuk motif dan kepentingan politik nakal," ucapnya.
Kritikan Keras Relawan Jokowi
Sebelumnya, Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mendapat kritikan keras dari Relawan Jokowi usai menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) kasihan jika tanpa PDIP. Relawan menegaskan, Jokowi jadi presiden karena dipilih rakyat.
Ucapan 'kasihan Jokowi' diungkapkan Megawati dalam acara HUT ke-50 PDIP di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (10/1/2023) lalu. Megawati mulanya membahas soal penanganan masalah stunting yang digalakkan PDIP.
"PDI Perjuangan menggalakkan program stunting loh Pak, mbok saya dikasih bintang toh yo," kata Megawati dilansir dari detikNews, Jumat (13/1/2023).
Megawati kemudian menyingung soal dukungan PDIP kepada Jokowi. Megawati bilang, PDIP selalu mengawal Jokowi secara legal formal.
"Pak Jokowi itu ya ngono loh, mentang-mentang. Lah iya padahal Pak Jokowi kalau nggak ada PDI Perjuangan juga duh kasihan dah," kata Megawati,
"Loh legal formal loh, beliau jadi presiden tuh nggak ada... kan ini.. legal formal diikuti terus sama saya, aturannya, aturan mainnya," sambung Megawati.
Baca juga: Ini Kata PDIP Soal Pelegalan Politik Uang di Pemilu
Pernyataan Megawati soal 'kasihan Jokowi' ramai dibahas. Pro kontra atas pernyataan Megawati itu terus bermunculan.
Relawan Jokowi juga menyoroti isi pidato Megawati itu. Sekjen Kornas Jokowi, Akhrom Saleh, menilai Jokowi menjadi presiden karena pilihan rakyat.
"Sebagai loyalis Presiden Jokowi tentu bagi kami pak Jokowi adalah presiden pilihan rakyat, pilihan mayoritas rakyat Indonesia," kata Akhrom Saleh.
Akhrom mengklaim suara rakyat yang lebih dulu menginginkan Jokowi menjadi presiden. Hal inilah, menurutnya, yang mendorong parpol agar mengusung Jokowi di pilpres.
"Sebelum dikeluarkan rekomendasi sebagai capres PDIP, suara rakyatlah yang lebih dulu ingin Jokowi jadi presiden. Jadi Pak Jokowi itu bukan pilihan elite politik atau parpol tertentu. Pak Jokowi itu pilihan rakyat yang didorong oleh rakyat agar partai politik mengusungnya. Bukan sebaliknya," katanya.
Oleh karena itu, Akhrom berharap elite parpol dapat mencalonkan presiden yang sesuai dengan harapan rakyat.
"Kami dan rakyat Indonesia berharap ke depan elite parpol apapun partainya sebaiknya mengusung capres berdasarkan pilihan rakyat, agar sejarah atau peristiwa politik yang baik tetap terjaga," lanjut dia.
Akhrom mulanya menyebut, pidato Megawati itu biasa-biasa saja. Ucapan Megawati itu, kata dia, ada benarnya juga.
"Saya kira itu biasa-biasa saja, ucapannya itu benar bahwa partai sebagai kendaraan untuk mencapai kekuasaan. Hanya memang bahasa dan narasi beliau sedikit menggelitik. Jadi menurut saya ini tidak perlu dijadikan persoalan. Apalagi kalau kita bicara Ibu Mega, kadang-kadang bahasa emak-emak suka nyelekit, tapi justru itulah bahasa kasih sayang kepada anaknya," pungkasnya.
Editor : Pahlevi