Marak Kasus Korupsi, Prof Budi Setiyono Minta Berantas Akarnya!

Reporter : Danny

Optika.id - Maraknya kasus korupsi yang terjadi di negara Indonesia serta adanya perubahan UU KPK menyebabkan beberapa mantan pimpinan KPK menanggapi hal-hal ini. Para tokoh mengatakan bahwa seharusnya yang diperbaiki adalah akarnya, bukan badan penegak hukum.

Baca juga: Seberapa Serius Capres-Cawapres Tumpas Korupsi?

Melalui diskusi akhir pekan bertajuk "Revisi UU KPK dan Indeks Persepsi Korupsi", yang diselenggarakan lewat platform Zoom dan juga Live Streaming akun YouTube Forum INSAN CITA, Jumat (17/2/2023).

"Saya termasuk orang yang menggerakkan mahasiswa saat isu kelemahan KPK, terutama pada tahun 2018 menandatangani petisi dengan ratusan dosen kemudian dikirim kepada DPR dan Presiden," ujar pakar politik Universitas Diponegoro (Undip) Prof Budi Setiyono saat jumpa "Diskusi Akhir Pekan" bertajuk "Revisi UU KPK dan Indeks Persepsi Korupsi" melalui platform Zoom, Jumat (17/2/2023).

Menurutnya, sebagai Ilmuwan Sosial Politik, penyebab utama korupsi adalah seperti orang lapar. Ketika merasakan lapar setiap manusia akan mengatasi lapar itu, seperti halnya kebutuhan manusia yang harus dipenuhi.

"Menurut saya, rasa kecewa pasti ada dengan apa yang saya capai dahulu, berupaya sangat susah kemudian harus dikhianati dengan secara moral rasanya jauh dari etika, dengan mengurangi kewenangan KPK menjadikan harapan yang awalnya kuat jadi hempasan angin biasa," tegasnya.

Berdasarkan pantauan Optika.id, kasus korupsi di Indonesia sebenarnya bisa dibasmi dengan menegakkan hukum yang kuat serta memberantas akar-akar penyebab terjadinya korupsi. Tidak hanya itu, seperti negara Indonesia memiliki kekayaan melimpah, jika tidak bisa memanfaatkannya tentu Indonesia tidak akan memperoleh hasil secara maksimal.

Baca juga: Banyak Napi Eks Korupsi Maju Caleg, Moralitas dan Kaderisasi Parpol Dipertanyakan

"Sebenarnya, korupsi merupakan bagian dari kegagalan manusia untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga banyak aktor-aktor yang melakukan. Terbukti dari tabel yang dijelaskan oleh Laode tadi, sejak tahun 2008-2022 kasus korupsi justru meningkat, total kasus tertinggi mencapai 40 kasus," ungkapnya.

Masih dikatakan Budi, dirinya mengungkapkan melalui contoh negara Australia yang merupakan negara dengan tingkat kekeringan lebih parah dari Indonesia. Negara Indonesia memiliki kekayaan air yang melimpah sehingga setiap komponen-komponen pasti mempunyai stok air bersih melebihi standarnya.

"Hal ini sejalan dengan kasus korupsi, setiap orang pasti menginginkan rekeningnya gendut, tetapi tidak semua mempunyai cara yang halal, cara tidak halal itulah yang dinamakan korupsi. Jika kebutuhan di negara Eropa tidak terpenuhi bisa dibackup pemerintah, maka kasus korupsi ini merupakan kasus yang bisa memenuhi kebutuhan manusia," terangnya.

Baca juga: Dugaan Kasus Korupsi Kementerian Pertanian, Beredar Syahrul Yasin Limpo Terlibat

Ia juga kembali mengungkapkan bahwa yang diberantas adalah akar-akar pencetus korupsi, bukan badan hukumnya. Pasti negara Indonesia bisa melalui ini semua jika mematuhi segala peraturan yang ditetapkan.

"Jika ingin terbebas dari korupsi, maka harus bisa mencontoh negara sistem-sitem negara lain yang dulunya banyak kasus korupsi dan sekarang bisa dinobatkan sebagai 'negara bersih korupsi'. Negara-negara tersebut terletak di belahan Eropa, harus bisa mencontohnya agar tidak semakin jauh tertinggal," pungkas Budi.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru