Optika.id - Gabungan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang mengatasnamakan diri Koalisi Kawal Pemilu Bersih menggruduk kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Selasa (28/2/2023) lalu.
Baca juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
Koalisi menyerahkan petisi untuk mendesak DKPP mengusut dugaan kecurangan tahapan verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024 yang disebut melibatkan jajaran KPU di tingkat pusat sampai daerah.
"Intinya petisi ini memuat dukungan masyarakat, aspirasi masyarakat untuk mendorong, mendukung DKPP memproses penegakan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara pemilu kita," kata perwakilan koalisi dari NETGRIT, Hadar Nafis Gumay dalam keterangannya, Kamis (2/3/2023).
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih beranggotakan sejumlah LSM seperti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Indonesia Corruption Watch, Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), serta Pusat Studi Hukum dan Kebijakan.
Selain NETGRIT, koalisi ini terdiri dari Constitutional and Administrative Law Society, Forum Komunikasi dan Informasi Organisasi Non Pemerintah, Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Themis Indonesia, dan AMAR Law Firm.
Petisi ini pun telah menghimpun sedikitnya 10.000 tanda tangan secara daring via laman change.org.
Selain menyerahkan petisi, koalisi juga berharap agar DKPP memutuskan perkara dugaan kecurangan verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024 ini secara objektif dan adil.
Hadar mengatakan, koalisi berharap agar jajaran penyelenggara pemilu yang terbukti melakukan kecurangan dijatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatannya.
"Karena tidak mungkin kita bisa dapat pemilu yang bersih, jujur, dan adil kalau kemudian masih menggantung bahwa kita tidak percaya dengan penyelenggaranya," ujar Hadar yang juga mantan komisioner KPU RI.
Selain itu Koalisi juga mendukung KPU di daerah untuk membongkar dugaan kecurangan pemilu terkait verifikasi partai politik (parpol).
Aduan dari KPU Sumbar
Sebelumnya, Koalisi mendapat laporan soal dugaan kecurangan verifikasi parpol di Sulawesi Utara. Kasus itu lantas dilaporkan oleh anggota KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe Jek Stephen Seba ke DKPP dan telah memasuki babak akhir dan tinggal menunggu sidang putusan.
Selain di Sulawesi Utara, Koalisi juga mendapat aduan serupa dari KPU kabupaten/kota di Sumatera Barat.
Hadar Nafis Gumay, mengatakan pihaknya masih mempertimbangkan melaporkan dugaan kecurangan pemilu di Sumbar ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) itu menyebut masih memikirkan nasib pelapor yang identitasnya masih dirahasiakan ke publik sampai hari ini.
"Kami mendukung pelaporan itu, tapi, kan, teman-teman tahu sendiri juga bahwa mereka ini punya banyak kekhawatiran kalau melaporkan. Apalagi kalau itu berasal dari PNS, ya. Tekanan-tekanan itu besar terjadi," kata Hadar di Kantor DKPP, Jakarta, Selasa (28/2/2023).
"Kami mendapatkan data, info, juga mereka berpesan betul jangan dibuka nama kami," sambungnya.
Kendati demikian, mantan komisioner KPU RI 2012-2017 itu menegaskan identitas pelapor sebenarnya bukan persoalan utama dalam dugaan kecurangan pemilu.
Ia berpendapat, yang paling penting dari upaya membongkar kecurangan tersebut adalah substansi pelanggarannya itu sendiri.
"Substansinya pelanggaran itu terjadi atau tidak, gitu. Dan itu betul-betul ada dan ini terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia," tandasnya.
Belakangan, Koalisi mendapat aduan serupa dari anggota KPU kabupaten/kota di Sumatera Barat. Berdasarkan laporan yang diterima Koalisi, sejumlah anggota KPU kabupaten/kota di Sumatera Barat mendapat intimidasi untuk mengubah status verifikasi faktual partai politik dari KPU Provinsi Sumatera Barat.
Saat dikonfirmasi, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menampik adanya kecurangan pemilu di Sumatera Barat. Ia mengaku datang ke rapat koordinasi yang dihadiri ketua, anggota, dan sekretaris KPU Sumatera Barat maupun KPU kabupaten/kota se-Sumatera Barat pada 7 November 2022.
"(Saat itu) saya minta teman-teman berkonsentrasi menjaga kesehatan, mengatur ritme kerja, karena apa yang dikerjakan teman-teman KPU provinsi, kabupaten/kota di semua tempat, termasuk Sumatera Barat, itu saling berhimpitan," aku Hasyim seperti dilansir media Indonesia.
"Jadi sama sekali saya enggak punya pikiran, niat, atau kemudian melakukan tindakan sebagaimana yang diberitakan," tandasnya
Baca juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim
Diketahui, DKPP telah dua kali melangsungkan sidang untuk perkara kecurangan dalam verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024. Perkara ini sebelumnya diadukan anggota KPU Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara, Jeck Stephen Seba, pada 21 Desember 2022 lewat kuasa hukumnya: Alghiffari Aqsa, Fadli Ramadhanil, Ibnu Syamsu Hidayat, Imanuel Gulo, Airlangga Julio, Yokie Rahmad Isjchwansyah, Hilma Gita, dan Ikhsan L. Wibisono. Para kuasa hukum ini berafiliasi dengan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih.
Sidang Lanjutan DKPP
Sebelumnya, sidang lanjutan dugaan kecurangan Pemilu 2024 yang mulanya digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) secara terbuka akhirnya ditutup untuk publik, ketika persidangan sampai pada agenda memutar bukti rekaman yang dihadirkan oleh kuasa hukum pengadu, Selasa (14/2/2023). Siaran langsung persidangan dihentikan dan awak media yang hadir di ruang sidang dipersilakan keluar.
Keputusan ini diambil ketua majelis Heddy Lugito setelah rekaman itu sempat diputar sesaat dan menghasilkan serangkaian perdebatan.
Dua rekaman Kuasa hukum pengadu membawa 32 alat bukti terkait dugaan manipulasi data partai politik dalam proses verifikasi calon peserta pemilu oleh KPU Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara. Namun, Majelis mengizinkan hanya 2 alat bukti yang ditampilkan karena alasan waktu, yaitu rekaman suara dan rekaman video.
Rekaman suara diperdengarkan utuh, tetapi kualitas audionya tidak begitu baik sehingga tidak terdengar jelas.
Rekaman video berisi klarifikasi perubahan data yang disampaikan oleh Kepala Subbagian Teknis KPU Kabupaten Sangihe, Jelly Kantu, yang menjadi teradu 9 dalam perkara ini. Jelly merupakan admin Sistem Informasi Partai Politik (Sipol), sistem yang digunakan KPU sebagai alat bantu verifikasi data partai politik. Rekaman video ini diputar 2 menit lalu dihentikan sementara. Setelah serangkaian perdebatan antara majelis dengan kuasa hukum pengadu soal sumber alat bukti, Jelly angkat bicara menyampaikan keberatan.
"Mohon pertimbangan Yang Mulia tentang kondisi psikologi yang saya alami waktu klarifikasi, apakah bisa dipertimbangkan agar rekaman klarifikasi ini hanya menjadi konsumsi majelis saja?" kata Jelly.
"Karena juga bukti ini apakah didapat atas seizin saya di dalam klarifikasi tersebut? Itu adalah klarifikasi internal yang kalau diumbar ke publik, bagaimana kondisi psikologis saya?" ujarnya.
Heddy Lugito menyampaikan kepada kuasa hukum pengadu bahwa transkrip rekaman bukti dari mereka sudah diterima majelis sebagai salah satu bukti, sehingga rekaman video dianggap tak perlu lagi diputar karena kualitas audionya juga tidak begitu baik.
Ia juga mengungkit bahwa video itu diambil dalam momen rapat internal yang seharusnya tidak diumbar ke publik dan kuasa hukum pengadu tak kunjung menerangkan sumber rekaman itu.
"Jangan sampai persidangan etik ini melanggar etika justru," kata Heddy. Argumen ini dijawab salah satu kuasa hukum pengadu, Fadli Ramadhanil, yang memberikan alternatif agar rekaman video tetap diputar tetapi secara tertutup.
Baca juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada
Dia tidak sepakat apabila persidangan tetap berlangsung terbuka, tetapi bukti rekaman justru tak diputar.
"Kalau kemudian ada kekhawatiran (soal psikologis Jelly Kantu), kan majelis bisa menjadikan persidangan ini persidangan tertutup. Silakan saja diubah menjadi sidang tertutup dan kita bisa putar ini sebagai fakta persidangan," ujar Fadil. Heddy kemudian mengamini permintaan Fadil tersebut.
"Sesuai permintaan kuasa pengadu, video ini bisa diputar dalam persidangan tertutup. Petugas tolong di-off-kan untuk online, pengunjung sidang dipersilakan meninggalkan ruangan," kata Heddy.
Diketahui, 9 teradu yang merupakan jajaran penyelenggara pemilu di KPU Sulawesi Utara dan Kabupaten Sangihe diduga mengubah status tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS) dari Partai Gelora, Partai Garuda, PKN, dan Partai Buruh dalam proses verifikasi administrasi, verifikasi administrasi perbaikan, verifikasi faktual, dan verifikasi faktual perbaikan.
Perubahan ini diduga melibatkan rekayasa data berita acara dalam Sipol (Sistem Informasi Partai Politik) dalam kurun waktu 7 November sampai dengan 10 Desember 2022.
Ini 9 Teradu
Sembilan teradu ini terbagi atas beberapa kategori. Kategori pertama, jajaran komisioner KPU Sulawesi Utara, terdiri dari Meidi Yafeth Tinangon selaku ketua serta Salman Saelangi dan Lanny Anggriany Ointu sebagai anggota.
Kategori kedua, dari kesekjenan KPU Sulawesi Utara, yaitu Lucky Firnando Majanto selaku sekretaris dan Carles Y. Worotitjan sebagai kepala bagian teknis penyelenggaraan pemilu, partisipasi, humas, hukum, dan SDM.
Kategori ketiga, jajaran komisioner KPU Kabupaten Sangihe, yaitu Elysee Philby Sinadia selaku ketua serta Tomy Mamuaya dan Iklam Patonaung sebagai anggota. Kategori keempat, dari kesekjenan KPU Kabupaten Sangihe, adalah Jelly Kantu selaku kepala subbagian teknis dan hubungan partisipasi masyarakat.
Selain itu, Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik turut diadukan dalam perkara yang sama meski dianggap tidak terlibat langsung dalam dugaan kecurangan verifikasi partai politik.
Idham diadukan karena dianggap "menyampaikan ancaman" di hadapan seluruh peserta Konsolidasi Nasional KPU se-Indonesia yang digelar di Convention Hall Beach City Entertaiment Center (BCEC), Ancol, Jakarta Utara. "Ancaman", tersebut terkait perintah agar jajaran KPUR tegak lurus arahan dan bagi yang melanggar akan "dimasukkan ke rumah sakit".
Editor : Pahlevi