Optika.id - Pakar Falak Muhammadiyah, Arwin Juli Butar-Butar menjelaskan bahwa penentuan awal bulan baru sebagai penanda awal Ramadan, satu Syawal dan yang lainnya dengan menggunakan metode hisab wujudul hilal merupakan hasil ijtihad yang dihasilkan dari diskursus yang tidak dangkal. Oleh karena itu, hasil ijtihad patut dihormati hasilnya.
Baca juga: Berdasar KHGT, Kapan Jatuhnya 1 Jumadilakhir 1446 H?
Arwin mengatakan demikian lantaran menjawab tudingan dari ilmuwan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin yang menyebut bahwa metode hisab wujudul hilal (penghitungan bulan baru) yang dilakukan oleh Muhammadiyah adalah teori usang.
Sebuah ijtihad dalam fikih islam, ujar Arwin, harus dihormati terlepas dari keunggulan serta kelemahannya. Apabila tidak sesuai atau bahkan tidak memenuhi keinginan dari salah satu pihak maka Arwin menegaskan jika hal tersebut tidak boleh dinilai secara tendensius apalagi terkena stigma negatif.
Seandainya sentuhan dan pemahaman rasional-irfani ini dipahami secara baik, niscaya tidak akan muncul diksi dan narasi sinis-provokatif. Sebab, kata dia, dalam syariat cara menempati arti penting.Bahkan sebuah adagium menyatakan al-adab fauqa al-ilm (adab itu di atas ilmu). Artinya, secanggih apapun ilmu (epistemologi) tidak boleh mengabaikan aspek nilai (irfani)," kata Arwin, dilansir dari laman Muhammadiyah yang dikutip Optika.id, Selasa (21/3/2023)
Buntut permasalahan ini disebabkan oleh Thomas yang sebelumnya menilai jika metode wujudul hilal yang dipatok oleh Muhammadiyah merupakan metode usang dan mirip dengan teori geosentris yang sama-sama sudah usang.
Baca juga: 112 Tahun Muhammadiyah dan Harapan Masyarakat
"Ini sesungguhnya teori geosentrik, bumi sebagai pusat dan bulan itu mengelilingi bumi. Itu yang kemudian saya sebut teori usang," kata Thomas, Kamis (16/3/2023) lalu.
Sementara itu, Thomas juga sudah menjelaskan soal kritiknya terhadap metode Muhammadiyah ini pada tulisannya di blog pribadi miliknya pada Mei 2012 silam. Konsep bulan mengejar matahari atau matahari mengejar bulan menurutnya menjadi dasar pemikiran dari hisab wujudul hilal.
"Seolah matahari dan bulan berkejaran di orbitnya mengelilingi bumi seperti dalam faham geosentrik," jelas Thomas.
Baca juga: Khofifah: Muhammadiyah adalah Pilar Kemajuan Bangsa dan Kemanusiaan
Di sisi lain, pihak Muhammadiyah menurut Arwin juga menyayangkan pernyataan dari Thomas. Arwin menegaskan jika penentuan awal bulan dalam nadi Muhammadiyah sudah melalui diskursus yang panjang dan tidak sebentar.
"Sesuai tabiatnya, Muhammadiyah adalah organisasi yang memiliki karakter progresif dan berkemajuan, yang dalam konteks penentuan awal bulan memiliki analisis historis mendalam dan pada saat yang sama memiliki sorotan maslahat jauh ke depan yang ditunjukkan dengan gagasannya tentang Kalender Islam Global," pungkas Arwin.
Editor : Pahlevi