Moeldoko Coba-Coba Ambil Alih Demokrat Lagi, Refly Harun: Buy One Get Two

Reporter : Seno

Optika.id - Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun menyoroti hal yang diduga menjadi alasan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengajukan peninjauan kembali atau PK terhadap kepengurusan Partai Demokrat.

Baca juga: Demokrat Resmi Nyatakan Dukungan untuk Khofifah-Emil di Pilgub Jatim

"Sebulan lalu pada 3 Maret 2023 kami menerima informasi bahwa Kepala Staf Presiden atau KSP Moeldoko dan Dokter Jhonny Allen Marbun masih mencoba-coba untuk mengambil alih Partai Demokrat," ujar AHY di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (3/4/2023).

Menariknya, pengajuan PK tersebut dilakukan usai Partai Demokrat mengukuhkan dukungannya terhadap Anies Baswedan.

Menanggapi hal tersebut, Refly menyebut adanya perbedaan kondisi dulu dan sekarang saat Moeldoko berusaha mengambil alih Partai Demokrat.

Ini harus menjadi perhatian. Kalau dulu, buy one get one. Kalau sekarang buy one get two, ujar Refly, dikutip Optika.id dari kanal YouTube pribadinya, Rabu (5/4/2023).

Itu karena, jika Moeldoko mengambil alih Partai Demokrat saat ini, Moeldoko tidak hanya mendapatkan Partai Demokrat saja melainkan juga sekaligus menggagalkan pencalonan Anies Baswedan.

Jadi beli satu dapet dua sekarang. Yaitu dapat Demokrat dan menggagalkan pencalonan Anies Baswedan. itu konsekuensinya yang bisa kita analisis nalar secara logis, ujar Refly.

Ahli hukum yang juga pengamat politik itu kemudian mengatakan bahwa permasalahan dalam PK yang diajukan oleh Moeldoko ini tidak hanya bicara soal hukum.

Menurutnya, masyarakat sipil perlu memberikan tekanan politik atau psikologis kepada Mahkamah Agung atau MA agar tidak mengabulkan permintaan Moeldoko.

Kalau sudah begini, maka kita bukan lagi bicara soal hukum. Tapi sesuatu di luar hukum tersebut yaitu bagaimana masyarakat keep on eye membuka mata bahkan tentu memberikan political pressure atau paling tidak psychological pressure kepada Mahkamah Agung agar tidak mengabulkan permohonan ini, ujar Refly.

Sikap Demokrat

Sementara itu, Wasekjen Partai Demokrat Andi Timo Pangerang mengungkapkan sikap mereka usai Moeldoko cs mengajukan peninjauan kembali (PK). Seluruh DPD se-Indonesia disebut sudah menyampaikan surat permohonan hukum ke pengadilan.

"Ini merupakan wujud kewaspadaan mereka dalam menjaga kehormatan dan kedaulatan partai. Per hari ini, setidaknya sudah 34 provinsi dan 414 kab/kota yang telah menyambangi pengadilan setempat, dan ini terus berlanjut hingga akhir minggu ini," kata Andi Timo, Rabu (5/4/2023).

Menurutnya, para ketua DPD maupun DPC menunjukkan solidaritasnya kepada Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Dia juga menegaskan bahwa kekisruhan yang dilakukan Moeldoko bukan merupakan konflik internal partai.

"Moeldoko bukan kader dan tidak memiliki KTA Demokrat. Menkumham juga telah Menolak mengesahkan KLB Ilegal yang diprakarsai oleh mereka. Dan berkali-kali gugatanya ditolak oleh Pengadilan. Inilah yang membuat para kader geram dan semakin militan melawan kedzaliman ini," katanya.

Andi Timo juga mengatakan bahwa surat yang ditujukan ke MA ini memuat beberapa hal yang meliputi pengakuan dan pengesahan negara terhadap kepemimpinan AHY, penolakan oleh PTUN, PTTUN, dan MA atas upaya hukum Moeldoko cs, dan pengajuan PK dengan 'novum' yang disebut tidak berlaku secara hukum karena telah digunakan pada persidangan sebelumnya. Surat ini juga ditembuskan ke Presiden Joko Widodo dan Menko Polhukam Mahfud Md.

Baca juga: Berikut Nama-nama yang Akan Diusung Demokrat di Pilkada Serentak 2024!

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan Kepala Staf Presiden Moeldoko masih mencoba untuk mengambil alih Partai Demokrat. AHY menyebut ada pengajuan PK yang dilakukan oleh Moeldoko cs.

"Sebulan lalu tepatnya tanggal 3 Maret 2023, kami menerima informasi bahwa Kepala Staf Presiden atau KSP Moeldoko dan dokter hewan Jhoni Allen Marbun, masih mencoba-coba untuk mengambil alih Partai Demokrat pasca KLB abal-abal dan ilegal yang gagal total pada tahun 2021 yang lalu," kata AHY dalam konferensi pers di kantor DPP Demokrat, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (3/4/2023).

"Kali ini mereka mengajukan peninjauan kembali atau PK di Mahkamah Agung," imbuh AHY.

AHY menyampaikan, Moeldoko cs mengajukan PK dengan alasan telah menemukan 4 bukti baru. Namun, AHY menilai bukti tersebut merupakan bukti lama.

"Kenyataannya bukti yang diklaim KSP Moeldoko itu bukanlah bukti baru, keempat novum itu telah menjadi bukti persidangan di PTUN Jakarta khususnya dalam perkara No.150/G/2021/PTUN.JKT, Jakarta yang telah diputus pada tanggal 23 November 2021," ujarnya.

Demokrat Bangkalan Ajukan Kontra Memori

Selain itu, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Demokrat Bangkalan mengajukan kontra memori ke Pengadilan Negeri (PN) Bangkalan untuk menolak Peninjauan Kembali (PK) dari kubu Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.

Sekretaris DPC Demokrat Bangkalan Muhammad Ali Fahmi mengatakan, pihaknya mengutuk keras PK dari Moeldoko. Menurutnya, hal itu dinilai sebagai penjegalan terhadap partainya.

Baca juga: Obral Kursi Menteri Untuk AHY dan Demokrat yang Pikun Konflik Agraria

"Kami mengutuk keras hal tersebut, itu penjegalan terhadap Partai Demokrat," ujar Fahmi, Rabu (5/4/2023).

Ia mengatakan, penyerahan kontra memori ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai kader demokrat. Ali mengaku, pihaknya akan terus menjaga Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

"Kami akan terus menjaga Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Pak AHY," kata Fahmi.

Ia berharap, pengajuan kontra memori ini bisa ditindaklanjuti pihak PN Bangkalan hingga sampai ke Mahkamah Agung. Sehingga bisa menggagalkan PK dari KSP Moeldoko.

"Ini sebagai bentuk penolakan dan harapan kami bisa ditindaklanjuti ke MA sehingga bisa menggagalkan PK tersebut," jelasnya.

Sementara itu, Humas PN Bangkalan Putu Wahyudi mengaku telah menerima kontra memori dari DPC Demokrat tersebut. Pihaknya akan menyampaikan adanya surat itu ke atasannya untuk ditindaklanjuti.

"Suratnya sudah kami terima dan akan kami laporkan ke pimpinan," kata Putu.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru