Optika.id - Kontestasi politik yang akan diselenggarakan tahun depan masih menuai banyak tanda tanya. Salah satunya disebabkan oleh adanya wacana pembentukan Koalisi Besar yang terdiri atas partai-partai koalisi pendukung pemerintah. Kendati demikian, pembentukan koalisi itu masih terbilang alot meskipun komunikasi yang dilakukan sudah cukup intensif.
Baca juga: Idul Fitri Pertama, Anies Akan Openhouse di Rumahnya!
Salah satu kendala yang dihadapi oleh koalisi tersebut adalah penentuan capres-cawapres. Untuk figur capres, ada Ketua Umum Gerindra,Prabowo Subiantodan Gubernur Jawa Tengah,Ganjar Pranowo.
Perihal figur cawapres ternyata lebih banyak lagi. Ada Ketua Golkar,Airlangga Hartarto; Menteri Pariwisata dan Ekonomi KreatifSandiaga Uno; dan Ketua PKB,Muhaimin Iskandaralias Cak Imin.
"Kemudian sudah ada komitmen koalisi yang sudah terbentuk sebelumnya. Baik dari Koalisi PKB-Gerindra (KKIR), maupun Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) PPP, Golkar, dan PAN," ujar Adi Suryadi Culla, analis politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Sabtu (15/4/2023).
Hal itu membuat Koalisi Besar sulit terbentuk. Butuhbargainingatau nilai tawar besar untuk memutuskannya, termasuk putusan masing-masing internal partai. Sehingga, ada ketidakpastian dalam pembentukan superkoalisi ini. Situasi ini justru akan menguntungkan capres usungan Koalisi Perubahan untuk Persatuan, yakniAnies Baswedan.
"Karena Koalisi Besar yang tidak pasti itu menunjukkan kesulitan untuk mengajukan figur. Sehingga, menguntungkan Anies karena ada perpecahan di koalisi besar yang tidak bisa membangun soliditas untuk menyatu dalam satu koalisi," kata Culla.
Baca juga: Pesan Anies ke Relawan, Perjalanan Masih Panjang
Dengan demikian, jika situasi itu berlarut-larut, akan menyulitkan untuk sosialisasi figur yang mereka usung nanti. Sebab, pendekatan ke arus bawah juga dibutuhkan. Hal itu membuat koalisi yang lebih cepat terbentuk diuntungkan, daripada tertunda dan berlarut-larut, tidak ada kepastian.
Anies yang lebih dahulu diusung diuntungkan dengan kondisi itu. Anies satu langkah sudah berhasil menyelesaikan, daripada kondisi koalisi yang sedang terombang-ambing. Meskipun hitungannya besar, superkoalisi belum ada kesepakatan bersama, sehingga koalisi itu mengambang.
Terutama Golkar yang berdasarkan hasil Munas dan Rakernas telah memutuskan Airlangga Hartarto sebagai capres. Jika ingin bergabung dalan superkoalisi, butuh tawar-menawar alot, kecuali para elite figur capres-cawapres mau mengalah, situasinya akan adem.
Baca juga: Kick Off Kampanye PKS, Bukti Siap Songsong Pemilu 2024
Golkar merupakan partai yang lebih terbuka dibanding partai lain. Potensi terjadinya guncangan jika Airlangga tidak berhasil menjadi capres atau cawapres tentunya sangat besar.
"Jadi tidak mudah juga bagi Golkar untuk memosisikan diri dalam koalisi karena ada potensi gejolak internal," jelas Culla.
Editor : Pahlevi