KPK: Flexing Boleh, Tapi Harus Waspada

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Pahala Nainggolan selaku Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan bahwa sikap pamer pejabat negara bukanlah hal yang dipermasalahkan oleh lembaga antirasuah itu. Menurutnya, pamer gaya hidup mewah atau flexing boleh-boleh saja.

Baca juga: KPK Seharusnya Tak Periksa Kaesang, Tetapi Juga Selidiki!

Meskipun demikian, para penyelenggara yang gemar melakukan flexing, menunjukkan kekayaannya di media sosial, akan menjadi peluang bagi KPK untuk menyelidiki hartanya apakah ada unsur tindak pidana korupsi di dalamnya. Apalagi, jika profil si pejabat diketahui tidak sesuai dengan harta yang dilaporkan dan dimilikinya.

"Tapi memang itu jadi pembuka buat kita nih. Makanya kebijakan KPK nih semua yang viral dan masyarakat pertanyakan harus kitaeksplore," kata Pahala dalam keterangannya, Minggu (21/5/2023).

Ketika pejabat negara datang diundang ke KPK untuk klarifikasi terkait laporan atas harta kekayaan penyelenggaran negara (LHKPN) sebagai akibat dari tindakan flexingnya, maka pihaknya akan mengorek segala informasi terkait dengan keseluruhan harta kekayaan yang diterima oleh pejabat tadi.

Proses selanjutnya yakni KPK akan mengecek rekening koran si pejabat menjadi dua bagian. Pertama mengecek transaksi rekening bank dari yang bersangkutan, pasangannya, hingga anaknya dan keluarga yang dianggap terlibat di dalamnya. Hal ini dilakukan untuk menelusuri adanya indikasi suap atau gratifikasi. Yang kedua yakni menelusuri dan memeriksa harta yang tidak dilaporkan oleh pejabat tadi.

Baca juga: KPK Tanggapi Laporan Dosen UNJ ke Kaesang Soal Private Jet!

"Jadi ada harta yang sejatinya punya dia, dia yang beli tapi tidak dilaporkan, itu yang kita cari itu," ujarnya.

Apabila kemudian terendus adanya praktik gratifikasi dan suap menyuap dalam transaksi rekening bank bersangkutan, imbuh Pahala, maka status si pejabat yang diklarifikas LHKPN-nya tersebut akan dinaikkan menjadi penyelidikan untuk ditindaklanjuti.

Baca juga: Nama Bobby-Kahiyang Muncul dalam Sidang Dugaan Korupsi Eks Gubernur Malut

Pahala melanjutkan, apabila ada pejabat yang diduga menerima uang dari instansi pemerintah, misalnya Rp100 juta, maka hal tersebut bakal dikuliti lebih dalam oleh tim pencegahan KPK. Pasalnya, hal itu bisa menjadi penyebab dan bukti yang kuat dari tindak pidana suap atau gratifikasi.

"Jadi pencegahan mendapatkan indikasi adanya suap gratifikasi, ada tim majukan ke penyelidikan. Kalau penyelidikan merasa buktinya cukup, naik lah ke penindakan. Nah di penindakan kalau dilihat harta yang banyak ini ternyata patut diduga dari pola-pola ini ditetapkan lah TPPU, jadiflexing-nya itu kena di pencucian uang," tutupnya.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru