Optika.id - Nama Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa digadang-gadang menjadi rebutan dalam bursa calon wakil presiden (cawapres) untuk Pilpres 2024 mendatang. Nama Khofifah disebut-sebut layak menjadi cawapres lantaran melihat prestasinya semasa menjadi Menteri Sosial dan Gubernur Jatim.
Baca juga: Khofifah: Muhammadiyah adalah Pilar Kemajuan Bangsa dan Kemanusiaan
Kendati demikian, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai jika kerja Khofifah di Jawa Timur masih tergolong ke dalam kategori menengah dan bukan yang paling kompetitif atau menonjol.
Artinya ada di Pulau Jawa, tapi pembangunan juga tidak signifikan karena lebih banyak serapan anggaran pemerintahan Provinsi Jatim ada di hibah, kata Dedi kepada Optika.id, Rabu (14/6/2023).
Menurut Dedi, prestasi Khofifah tidak terlepas dari geografis Pulau Jawa itu sendiri yang berdampak pada hibah cenderung lebih besar daripada belanja daerah. Pilihan tersebut memang minim dengan risiko. Akan tetapi di sisi lain juga berdampak pada infrastruktur karena tidak ada pembangunan yang menonjol. Maka dari itu, Dedi menilai jika salah satu penanda daerah yang bagus yakni jika hibahnya lebih kecil dibanding dengan belanja daerahnya.
Lebih lanjut, adanya propaganda politik yang menonjolkan satu nama, dalam hal ini Khofifah, diyakini Dedi sebagai strategi untuk menarik massa karena Khofifah dianggap memiliki basis massa. Bisa juga sekadar provokasi supaya rival merasa tokoh yang diusung tersebut penting serta tertarik untuk mengambilnya lebih dahulu.
Alasannya, imbuh Dedi, beragam dan tak lepas dari strategi untuk lawan politiknya.
Kenapa? Karena mungkin bisa dilihat bahwa kalau salah satu tokoh mengambil Khofifah, celah atau peluang kekalahannya jauh lebih besar dibandingkan ketika tidak mengambil Khofifah, ucapnya.
Kendati Khofifah menjadi representasi dari kelompok pemilih NU dan tokoh perempuan NU, akan tetapi Dedi mengatakan jika secara elektabilitas, Khofifah tidak terlalu menonjol. Apalagi, peta pemilu 2024 nanti masih dinamis dan belum bisa diprediksi dengan betul. Serta, tokoh NU untuk Pemilu 2024 diprediksi bakal menyebar, tak hanya mendukung satu capres.
Jadi, wacana memperebutkan (Khofifah), itu sebatas propaganda. Bisa saja digaungkan tim Khofifah untuk menarik perhatian pihak-pihak yang berkontestasi, sehingga seolah-olah Khofifah dalam kategori yang cukup menarik dijadikan cawapres, jelas Dedi.
Di sisi lain, nama Khofifah serta posisi yang disandangkan sebagai tokoh NU tak bisa dijadikan modal untuk melanggeng dan mendapatkan tiket cawapres lantaran hal itu belum menjamin untuk mendapatkan suara yang tinggi mengingat banyaknya tokoh NU yang lebih kompeten dari Khofifah.
Baca juga: Debat Ketiga Pilgub Jatim: Khofifah-Emil Tekankan Jawa Timur Sebagai Gerbang Nusantara
NU juga tidak monolitik, banyak kelompok dan faksi di dalamnya, tegasnya.
Senada dengan Dedi, Arifki Chaniago selaku Direktur Eksekutif Aljabar Strategic menilai jika Khofifah secara logistic kalah jika dibandingkan dengan Sandiaga Uno dan Erick Thohir.
Ya, cukup kompetitif kalau memang capres ingin mencari figur mewakili perempuan dan NU, itu Khofifah. Tapi, kalau capresnya butuh logistik, Erick sama Sandi oke, kata dia, Rabu (14/6/2023).
Menurut Arifki, masih banyak pekerjaan rumah (PR) Khofifah yang harus diselesaikan agar menambah portofolio politiknya. Misalnya, Khofifah masih harus menjelaskan kepada publik ihwal ruang kerjanya yang pernah digeledah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu yang lalu.
Untuk diketahui, penggeledahan itu dilakukan pada 19 Desember 2022 yang lalu. KPK melakukan penggeledahan di beberapa ruangan Gedung DPRD Jawa Timur, termasuk ruangan Emil Dardak selaku Wakil Gubernur Jatim, ruang kerja Sekda Provinsi Jatim dan ruang kerja Khofifah. Disinyalir KPK mencium kasus suap yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak.
Baca juga: Muhammadiyah Peringati Milad yang Ke-112, Khofifah Ucapkan Selamat
Dalam peristiwa itu, Khofifah mengelak dengan mengatakan bahwa dirinya mengetahui penggeledahan itu dari media. Alasannya, dia sedang mengikuti beberapa rapat koordinasi dengan sejumlah instansi seharian penuh.
Khofifah itu relatif lebih bersih daritrack recordnegatif. Kecuali kemarin ketika KPK pernah menggeledah ruangan dia. Mungkin ada sentimen negatif, tapi apakah itu terlalu berdampak atau tidak terhadap elektabilitas Khofifah? tutur Arifki.
Di sisi lain, bagi Arifki, meski secara hukum Khofifah tak terlibat kasus suap itu, tetapi dalam politik, peristiwa tersebut bisa dijadikan alat bagi lawan politik untuk menyerang Khofifah.
Mungkin beberapa data cukup membahagiakan bagi dia, tapi soal ruangan dia diperiksa oleh KPK, ini kan juga harus ada penjelasan. Perlu dijelaskan ke publik, pungkasnya.
Editor : Pahlevi