Optika.id - Arena pertarungan Pemilu 2024 kini semakin panas seiring dekatnya tahun politik tersebut di depan mata. Peta Calon Presiden (Capres) sudah mulai terlihat baik dari partai politik (parpol) maupun koalisi yang sudah mulai mendeklarasikan capres yang diusungnya. Namun, hingga kini pertarungan calon wakil presiden (cawapres) yang tak kunjung dideklarasikan, juga semakin sengit dan berlangsung dengan alot.
Baca juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
Menurut Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak, penentuan cawapres yang berlangsung alot di koalisi parpol merupakan hal yang wajar. Apalagi, elektabilitas para capres yang sudah terpetakan ini terpaut cukup tipis. Maka dari itu, koalisi juga perlu mempertimbangkan siapa sosok yang mampu mengatrol capresnya.
Untuk diketahui, dilansir dari hasil survei SMRC pada awal Juni lalu, Ganjar Pranowo unggul dengan 37,9% suara, disusul Prabowo Subianto yang meraup 33,5% suara lalu Anies yang mendapat 19,2% suara. Lain halnya dengan survei Indikator Politik, justru Prabowo Subianto unggul dengan elektabilitas 38%. Ganjar Pranowo di posisi kedua dengan 34,2n Anies Baswedan 18,9%.
Kendati demikian, elektabilitas Anies Baswedan sempat meroket di sejumlah survei pada akhir tahun lalu. Survei Indikator Politik Indonesia misalnya, pada Desember 2022 Anies berada di posisi kedua dengan perolehan elektabilitas 23,6% di bawah Ganjar yang mendapatkan 25,9% suara dan Prabowo Subianto harus puas duduk di posisi ketiga dengan elektabilitas 16,1%.
"Kalau, misalnya, pihak lawan akan mengusung cawapres yang kira-kira punya elektabilitas yang bagus, maka kompetitor yang lain tentu akan mencari figur yang bisa mengimbangi. Bisa jadi cawapres merupakan faktor penentu kemenangan," ucap Zaki dalam keterangannya kepada Optika.id, Jumat (23/6/2023).
Faktor lain yang membuat penentuan cawapres ini kian alot yakni adanya peran king maker di balik koalisi parpol itu sendiri. Misalnya saja Jokowi yang santer mengendorse Erick Thohir dan Sandiaga Uno sebagai pendamping Ganjar atau Prabowo. Dengan begitu, mimpi untuk membentuk paket pasangan komplit yang ideal pilihan Jokowi pun bisa terealisasi.
Kemudian Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri yang memberikan pesan politiknya agar Ganjar Pranowo memilih tokoh NU sebagai pendampingnya. Hal ini tidak sejalan dengan Jokowi pasalnya Erick dan Sandiaga dianggap tidak mewakili kalangan Nahdliyin. Oleh sebab itu, potensi keduanya bisa terdepak dari bursa cawapres.
"Dugaan saya, keduanya akan tereliminasi dari posisi cawapres Ganjar karena mereka tidak memenuhi klasifikasi sebagai muslim tradisional yang di-endorseoleh kekuatan Nahdliyyin untuk mendongkrak suara Ganjar atau Prabowo," kata Zaki.
Baca juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim
Penentuan peta koalisi Pilpres 2024 ini memang ditentukan tergantung dari koalisi yang pintar-pintar mencari pendamping untuk jagoannya. Misalnya Ganjar. Apabila Ganjar dikawinkan dengan tokoh NU, maka Zaki menilai jika Prabowo akan bersanding dengan Cak Imin. Menurut Zaki, sulit untuk mengharapkan elektabilitas Airlangga Hartanto untuk bisa mendongkrak elektabilitas dari Prabowo itu sendiri.
Secara kalkulasi politik, imbuh Zaki, Cak Imin alias Muhaimin Iskandar punya nilai elektoral yang tinggi dibanding Airlangga Hartanto. Apalagi, jika mempertimbangkan pertarungan sengit yang terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Untuk pasangan Anies AHY, Zaki menilai jika AHY adalah sosok yang tepat untuk Anies. AHY bisa menjadi perekat koalisi, selain mengantongi elektabilitas yang dirasa cukup untuk Anies. Terlebih, saat ini Partai Demokrat tengah didekati oleh partai lain agar bisa bergabung dalam koalisi parpol pengusung Ganjar.
"Pada akhirnya, Anies dan AHY merupakan paket yang paling aman. AHY punya keuntungan meskipun banyak yang meragukan karena dia masih junior dan sebagainya. Dia bisa menjadi daya tarik pemilih Gen Z yang masih banyak belum menentukan pilihan," ucap Zaki.
Baca juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada
Kemudian, Zaki yang berbasis dari data sejumlah lembaga survei ternama di Tanah Air, menyebut jika ada figure lain yang potensial untuk dipinang sebagai cawapres. Yakni Mahfud MD.
Akan tetapi, dengan sebab-sebab tertentu, Zaki mengatakan kemungkinan para parpol itu bakal ogah meminang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
"Partai-partai itu kurang cocok dengan Pak Mahfud. Mereka mencari calon yang bisa diajak kompromi. Semua partai takut justru Mahfud sulit dikendalikan setelah jadi Wapres," ujar dia.
Editor : Pahlevi