Optika.id - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, mengkritik pimpinan KPK atas adanya praktik pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) KPK. Menurutnya, istilah pungli yang digunakan oleh pimpinan KPK untuk menyederhanakan masalah sebenarnya merujuk pada tindakan pemerasan atau suap.
Baca juga: MK Ingatkan Pembuat Undang-Undang Jangan Sering Ubah Syarat Usia Pejabat
"Jangan menggunakan istilah pungli, itu hanya upaya pimpinan KPK untuk menyederhanakan masalah," kata Novel kepada wartawan pada Jumat (23/6/2023).
Selain itu, Novel juga mengungkapkan ketidakseriusan Dewan Pengawas (Dewas) KPK dalam menjalankan tugasnya.
Menurut Novel, kinerja Dewas dapat dilihat dari kurangnya integritas para pimpinan KPK yang menyebabkan terjadinya skandal pungli.
"Ketika para pimpinan KPK tidak memiliki integritas dan tidak jujur, ditambah dengan Dewas yang tidak serius dalam pengawasannya, maka akan banyak kejadian serupa seperti ini," tegasnya.
Baca juga: KPK Seharusnya Tak Periksa Kaesang, Tetapi Juga Selidiki!
Perlu diketahui, praktik pungutan liar ini pertama kali diungkapkan oleh Dewan Pengawas KPK. Kasus tersebut terjadi di Rutan KPK yang berlokasi di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Para pelaku diduga terdiri dari puluhan petugas rutan KPK. Estimasi nilai pungutan liar mencapai Rp 4 miliar dan kemungkinan jumlahnya masih akan bertambah.
Dalam menangani kasus ini, Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Hardianto Harefa, mengungkapkan bahwa pihaknya telah membentuk tim khusus untuk melakukan penyelidikan.
Baca juga: KPK Tanggapi Laporan Dosen UNJ ke Kaesang Soal Private Jet!
"Kami telah membentuk Tim Khusus untuk menyelidiki dugaan pelanggaran disiplin pegawai KPK di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK. Tim ini melibatkan pegawai dari berbagai unit, baik untuk penanganan jangka pendek, yaitu kasus ini secara khusus, maupun jangka menengah, yaitu upaya perbaikan tata kelola di Rutan," ungkap Cahya.
Selain anggota internal KPK, tim khusus juga akan melibatkan pihak eksternal, seperti Direktorat Jenderal Pemasyarakatan di Kementerian Hukum dan HAM.
Editor : Pahlevi