Mengenal Antraks, Senjata Biologis Berbahaya yang Dilarang

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Selama hampir satu abad lamanya, antraks telah digunakan sebagai senjata biologis di seluruh dunia. Penggunaan antraks sebagai senjata biologis pertama yang disengaja dicatat pada decade awal 1900-an. Tentara Jerman selama Perang Dunia I diketahui telah menggunakan antraks secara diam-diam dengan tujuan menginfeksi ternak dan pakan ternak yang diperdagangkan ke Negara Sekutu oleh mitra yang netral.

Baca juga: Menelusuri Aktivitas Judi dari Masa ke Masa

Perang biologis secara terselubung ini bisa dilihat pada kasus infeksi ternak Argentina yang diperdagangkan dengan pasukan sekutu. Akibatnya, sekitar 200 bagal mati pada tahun 1917 dan 1918.

Selain Jerman, Jepang juga turut andil dalam perang biologis memanfaatkan antraks ini. Produksi antraks oleh Jepang ini dilakukan di Manchuria yang saat itu diduduki olej Jepang. Saat itu, para tahanan terinfeksi oleh antraks dan penyakit mematikan lainnya sehingga dimanfaatkan oleh Jepang untuk mengembangkan senjata biologis tersebut. Dalam kasus itu, Jepang menyerang 11 kota di China dengan antraks dan agen biologis lainnya dengan menyemprotkannya secara langsung ke rumah-rumah dari pesawat Jepang.

Tak ketinggalan, Amerika Serikat dengan programnya bioweapons pun melakukan eksperimen dengan antraks yang dilakukan di Mississippi dan Utah. Total ada lebih dari 5000 bom yang diisi dengan antraks siap untuk menghadapi kemungkinan serangan dari Jerman.

Inggris Raya pun turut bereksperimen dengan antraks sebagai senjata biologis. Eksperimen tersebut dikembangkan di sebuh pulau kecil bernama Pulau Gruinard di lepas pantai Skotlandia. Pengujian itu dilakukan dengan melepaskan bom antraks di atas pulau yang mana ada 80 domba di dalamnya. Dalam uji coba tersebut, semua domba mati kena antraks.

Namun, temuan terpenting dari serangkaian eksperimen tersebut yakni berapa lama antraks bisa bertahan di lingkungan pasca virus itu dilepaskan. Ketika Inggris Raya memutuskan untuk mendekontaminasinya dengan membunuh semua spora antraks, pulau tersebut tetap tidak dapat dihuni sampai tahun 1986. Setahun setelah pulau itu direndam dalam campuran formaldehida dan air laut, Inggris Raya menyatakan bahwa pulau itu telah didesinfeksi.

Membahas senjata biologis, Amerika Serikat pada tahun 1960 mempunyai banyak koleksi senjata biologis seperti bakteri, jamur, dan racun yang siap dilepaskan kepada para pesaingnya. Ada kekhawatiran yang berkembang selama akhir 1960-an kala itu lantaran secara internasional saling perang penggunaan senjata biologis dan ketidakefektifan Protokol Jenewa. Britania Raya pada 1968 pun mengajukan proposal kepada Komite Perlucutan Senjata Perserikatan Bangsa-Bangsa yang akan melarang pengembangan produksi dan penimbunan agen biologis.

Baca juga: Mengenal Zionisme dan Hubungan Erat dengan Israel

Proposal ini mengatur perlunya pemeriksaan bagi para pelanggar. Beberapa bulan pasca interupsi Britania Raya, negara-negara Pakta Warsawa mengajukan proposal serupa. Presiden Nixon pada tahun 1969 menghentikan program bioweapons AS melalui perintah eksekutif.

Perintah eksekutif ini menghentikan penelitian senjata biologis ofensif dan produksi senjata, dan juga menyerukan penghancuran gudang senjata.

Setelah mengadopis kebijakan tersebut, Amerika Serikat mengatakan bahwa mereka tidak akan pernah menggunakan senjata biologis atau beracun dalam keadaan apapun. Setelah itu, upaya penelitian di Amerika Serikat pun menjadi semata-mata diarahkan pada penciptaan metode pertahanan seperti pengembangan vaksin perawatan dan tes diagnostic untuk potensi ancaman biologis.

Kemudian, setelah proposal Inggris Raya dan negara-negara Pakta Warsawa, Konvensi 1972 tentang Larangan Pengembangan, Produksi dan Penimbunan Senjata Biologis dan Racun serta Penghancurannya pun dibuat.

Baca juga: Konflik Palestina dan Israel Kembali Pecah, Apa yang Bisa Dilakukan Indonesia?

Konvensi 1972 tersebut mengatur tentang perjanjian yang melarang pengembangan, kepemilikan dan penimbunan pathogen atau racun. Perjanjian tersebut mewajibkan para pihak untuk menghancurkan persediaan senjata biologis dalam waktu 9 bulan setelah penandatanganan perjanjian tersebut.

Perjanjian itu diratifikasi pada bulan April 1972, dengan lebih dari 100 negara menandatanganinya, termasuk Irak, Amerika Serikat, dan Uni Soviet.

Lebih lanjut, Amerika Serikat antara tahun 1971 dan 1972 menghancurkan pathogen dan stok senjata biologis. Sejumlah kecil patogen tertentu disimpan agar dapat digunakan untuk menguji pengobatan dan vaksin baru.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru