Optika.id - Baru-baru ini, satuan tugas (satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Indonesia (UI) dikabarkan menghentikan penerimaan laporan kasus kekerasan seksual terhitung Senin (24/7/2023). Satgas PPKS UI hanya akan menyelesaikan beberapa kasus yang masih berjalan atau sedang ditangani.
Baca juga: Kasus Kekerasaan Seksual Tak Kunjung Henti Terjadi di Sekolah
Alasan dari berhentinya satgas itu adalah UI yang absen dalam mendukung serta bertanggung jawab dalam menyediakan sumber daya yang memadai untuk biaya operasional tugas. Hal ini tentunya meneguhkan bahwa kekerasan seksual di dunia pendidikan masih menjadi problem yang tak pernah habis untuk dibahas dan diberantas.
Mandeknya Satgas PPKS UI itu tak pelak disayangkan oleh sejumlah pihak baik dari dalam maupun luar kampus. Pasalnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah mengamanatkan pembentukan dan pengoperasian Satgas PPPK di lingkungan perguruan tinggi melalui Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021. Hadirnya beleid tersebut merupakan angin segar dalam memberikan perlindungan terhadap civitas akademika dari kejahatan seksual.
Layanan penanganan kekerasan di ranah perguruan tinggi dan sederajat merupakan isu mendesak dan perlu perhatian khusus dari pihak-pihak terkait. Berdasarkan data kasus yang diterima oleh Komnas Perempuan RI periode 2015 2021. Total laporan kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi sebanyak 35%.
Tak heran, upaya penuntasan kasus kekerasan seksual ini memerlukan sinergi dan kerja sama dari berbagai pihak, bukan hanya Satgas PPKS Universitas saja, melainkan Dinas PPPA di provinsi, dan kabupaten/kota pun harus turut andil di dalamnya dalam melakukan upaya pencegahan seperti memberikan fasilitas pelayanan, kampanye, sosialisasi, dan aksi lainnya.
Kendati demikian, peran besar dari universitas sebagai institusi yang berpotensi menjadi sarang dan lokasi kekerasan dan pelecehan seksual tetap tidak boleh dinafikan begitu saja. Baik dalam mencegah, atau menangani perkara.
Guru Besar Universitas Sriwijaya (Unsri), Alfitri, menilai bahwa sudah seharusnya kampus menjadi rumah kedua yang aman bagi penghuninya, termasuk di dalamnya adalah orang-orang yang mengemban ilmu.
Baca juga: Mengapa Kekerasan Rentan Menimpa Perempuan?
Kampus mestinya jadi tempat di mana para penghuninya terbebas dari ancaman kekerasan seksual. Universitas punya peran penting dalam mengajarkan nilai-nilai humanis pada mahasiswa, kata Alfitri, dalam keterangan yang diterima Optika.id, Sabtu (29/7/2023).
Oleh sebab itu, dia menilai bahwa keberadaan Satgas PPKS di tiap perguruan tinggi memiliki peran yang cukup penting. Tanggung jawab Satgas PPKS menurut Alfitri, tidak hanya terbatas pada penyelesaian laporan atau kasus yang terjadi, melainkan juga dalam mengedukasi serta mengarahkan bagaimana pencegahan kekerasan seksual dapat dilakukan.
Alfitri menyebut jika hal tersebut berkaca dari pengalaman sebelumnya yang sempat menjadi bagian dari Satgas PPKS di Unsri. Dia pun menegaskan bahwa upaya prevented terhadap penanganan kekerasan seksual di kampus harus dilakukan secara massif lantaran peluang terjadinya kasus kekerasan seksual sangat besar.
Baca juga: Femisida Masih Dimaklumi Masyarakat Karena Stigma dan Status Korban
Harus masif dan harus aktif antisipasinya. Tak hanya brosur dan poster, tapi juga antisipasi ruang pertemuan antar pihak. Misalnya, jangan sampai membiarkan dua orang berduaan, menyediakan CCTV, sehingga ruang gerak kekerasan seksual bisa dibatasi, ucapnya.
Di sisi lain, universitas khususnya rektorat harus bertanggung jawab secara penuh dan berkomitmen dalam mendampingi maupun memberi ruang dan sarana bagi satgas untuk bekerja secara optimal.
Termasuk dengan terus memfasilitasi pendanaan, serta mengawal dan mengevaluasi politik anggarannya secara berkala, pungkasnya.
Editor : Pahlevi