Optika.id - Saat ini, generasi yang terkenal vocal dalam hal global warming dan perubahan iklim adalah generasi Z alias Gen Z. dibandingkan generasi lainnya, Gen Z sangat peduli dengan kerusakan alam. Akan tetapi di satu sisi, mereka punya kebiasaan yang justru bisa merusak bumi itu sendiri yakni mengikuti fesyen dan tidak bisa berhenti membeli baju baru.
Baca juga: Pengolahan Air Bersih di Indonesia untuk Memenuhi Tujuan Sustainable Development Goals (SDGS)
Dikutip dari Business Insider, Minggu (30/7/2023), laporan mengenai Gen Z dirilis baru-baru ini melalui platform online vintage-resale ThredUp.
Sebanyak 65% Gen Z mengatakan bahwa mereka ingin belanja lebih berkelanjutan dan membeli pakaian berkualitas tinggi. Sementara sepertiga dari mereka menggambarkan diri sebagai individu yang kecanduan fast fashion.
Kemudian, dua dari lima orang mengatakan bahwa mereka membeli pakaian yang kemungkinan hanya akan mereka pakai sekali saja.
Menurut penelitian dari peneliti Sheffield Hallam University di Inggris, 90% pemuda Inggris memilih fast fashion kendati mereka memiliki preferensi mereka untuk pakaian yang berkelanjutan.
Lantas, kenapa membeli baju baru menjadi kebiasaan yang buruk?
Seiring dengan pertambahan usia Gen Z, mereka akan semakin mapan secara finansial dan menguasai pangsa pasar industri fashion. Alhasil, kebiasaan mereka yang kecanduan fast fashion inilah yang berpotensi mempengaruhi industri, khususnya industri fesyen.
Baca juga: Greenpeace Sanggah Jokowi, Sebut Food Estate Perparah Krisis Pangan dan Lumbung Masalah
Sementara itu, industri fesyen saat diprediksi mengonsumsi sebanyak 26ri anggaran karbon dunia pada tahun 2050 nanti. Lalu, sebanyak 20% produksi pakaian menyumbang dari total karbon global. Sedangkan pada tahun 2030, dunia sedang mengantisipasi peningkatan sebanyak 50% emisi gas rumah kaca dari industri fesyen tersebut.
Lebih lanjut, fast fashion merupakan model bisnis dan industri yang paling merusak lingkungan karena industri tersebut memprioritaskan pada manufaktur, desain yang cepat dan pemasaran pakaian dalam jumlah yang besar. Di sisi lain, dalam fast fashion juga menggunakan bahan yang berkualitas rendah dalam meniru tren mode yang berkembang saat ini dengan produksi dan gaya yang lebih terjangkau.
Dalam fast fashion ini, Gen Z merupakan pihak yang berkontribusi terhadapnya. Hal ini didasarkan pada lembaga riset pasar Mintel yang menemukan bahwa generasi yang lebih muda cenderung membelanjakan lebih banyak untuk fashion, dibandingkan dengan generasi yang lebih tua.
Baca juga: Benarkah Kinerja Gen Z Buruk di Kantor?
Kemudian berdasarkan survei McKinsey pada tahun 2021 lalu, sebanyak 42% Gen Z di Amerika Serikat mengaku bahwa mereka tidak tahu apa yang membuat pakaian berkelanjutan.
Faktor yang mendukung kebiasaan buruk dari Gen Z yang sekali pakai baju ini adalah tak lain tak bukan dari kemudahan belanja melalui media sosial. Dengan adanya fitur belanja di e-commerce, maupun live streaming di TikTok, makin banyak fast fashion yang dikonsumsi oleh Gen Z dan semakin banyak pula sampah yang ada di bumi.
Semakin Gen Z tumbuh, ini akan semakin berpengaruh buruk pada lingkungan jika mereka tidak dapat mengontrol kecanduan terhadap fast fashion.
Editor : Pahlevi