Optika.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan kabar buruk terkait krisis pangan yang masih menghantui Indonesia di paruh kedua tahun ini.
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani Mulai Perhitungkan Dana Makan Siang Gratis Prabowo
Menurutnya, krisis pangan ini dipicu oleh fenomena el-nino dan juga penangguhan Kesepakatan Biji-bijian Laut Hitam atau Black Sea Grain Initiatives yang diumumkan oleh Rusia akibat tensi perang di Ukraina.
"Ini berarti pada paruh kedua tahun ini kita akan sangat dipengaruhi ketidakpastian dari komoditas, hampir mirip seperti 2022, ditambah dengan nanti el nino, ini menjadi sesuatu yang harus kita waspadai pada paruh kedua 2023 ini," kata Sri Mulyani dalam acara Penyerahan Insentif Fiskal Kinerja Pengendalian Inflasi Daerah di Jakarta, dikutip Selasa (1/8/2023).
Hal ini berpengaruh pada Indonesia karena bahan pangan di Indonesia masih dipengaruhi oleh produk pangan yang termasuk dalam Black Sea Grain Initiatives, seperti gandum dan biji bunga matahari.
Dia menegaskan bahwa berbagai komoditas yang terkait dengan perjanjian tersebut akan mengalami lonjakan harga seperti yang terjadi pada 2022, salah satunya adalah minyak mentah kelapa sawit atau CPO yang berimplikasi langsung pada harga minyak goreng.
Baca juga: Pernyataan Menkeu Sri Mulyani Dinilai Janggal, Benarkah?
"Tapi kalau sunflower enggak keluar dari Ukraina harga minyak goreng melonjak tinggi, makanya CPO kita pasti kena. Mengingatkan juga maka waktu itu krisis minyak goreng terjadi pada 2022 pada saat awal dari perang di Ukraina, ini yang saya sampaikan bahwa fenomena global akan mempengaruhi dan merembes ke seluruh negara di dunia, termasuk di Indonesia yang harus kita waspadai," papar Sri Mulyani.
Dengan situasi tersebut, dia berpendapat bahwa persoalan inflasi di tingkat global belum akan berakhir meskipun trennya menuju normalisasi. Daya beli secara global belum pulih sepenuhnya, sehingga tren perdagangan global belum akan membaik.
"Jadi masalah inflasi belum selesai, kita lihat kalau inflasi tinggi akan sebabkan banyak komplikasinya inflasi menggerus daya beli masyarakat dan oleh karena itu sebabkan demand turun. Kalau permintaan turun, maka kegiatan produksi juga akan mulai menurun," ucapnya.
Baca juga: Sri Mulyani: Anggaran Perlinsos Bansos 6 Tahun Tak Jauh Beda!
Meskipun demikian, Sri Mulyani mencatat bahwa inflasi dan perkembangan ekonomi makro secara keseluruhan di Indonesia masih berada dalam kondisi yang baik. Hal ini ditunjukkan oleh angka inflasi pada Juni 2023 yang terkendali di kisaran target 3,5 persen secara tahunan dan pertumbuhan ekonomi yang masih di atas 5%, tepatnya 5,03% pada kuartal I-2023.
"Karena kita tahu inflasi waktu itu berasal karena harga wheat gara-gara perang, karena distribusi tidak lancar, panen yang gagal, ada kondisi perdagangan dunia yang terdisrupsi, maka Indonesia kemudian mengatasi inflasi tidak hanya tergantung atau mengandalkan BI dengan menaikkan suku bunga tinggi," tegas Sri Mulyani.
Editor : Pahlevi