Optika.id - Pesatnya perkembangan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) ini merambah ke banyak hal, khususnya dunia pendidikan. kendati AI digadang-gadang banyak membantu manusia dalam mengerjakan tugasnya dan memberi banyak manfaat, namun jangan abaikan dampak negatif dari AI yang perlahan mengintai.
Baca juga: ChatmuGPT, AI yang Dikembangkan Muhammadiyah
Oleh sebab itu, Pengajar Kajian Media Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Radius Setiyawan menyebut menilai bahwa perguruan tinggi perlu memerhatikan tiga hal terkait penggunaan AI di bidang pendidikan.
Hal yang pertama adalah AI memiliki potensi untuk melahirkan praktik plagiarisme baru. pasalnya, kehadiran AI ini bisa berpotensi mereduksi peran pendidikan yang harusnya melahirkan generasi dengan nilai kritis dan sikap kerja keras.
"Jika hal ini tidak menjadi perhatian dosen dan institusi, kehadiran AI akan mereduksi peran pendidikan dalam mengupayakan kerja keras dan sikap kritis," ucap Radius dalam laman Universitas Muhammadiyah Surabaya yang dikutip Optika.id, Senin (7/8/2023).
Hal tersebut, imbuhnya, juga bisa berpotensi untuk mengganggu upaya membangun etos intelektual. Mahasiswa akan cenderung malas, enggan berpikir kritis, dan tidak lagi mengkaji tulisan dengan metode ilmiah yang benar.
Kedua, perguruan tinggi harus lebih memperhatikan tentang future shock atau shock future akibat dari hadirnya AI. Perguruan tinggi, jelasnya, harus memperhatikan kegagapan dalam menghadapi hal-hal baru akibat banyaknya perubahan dalam waktu yang tergolong cukup singkat. Ini juga termasuk sebagai langkah antisipasi, di sisi lain juga harus beradaptasi.
Baca juga: Google Rilis AI Canggih untuk Mencegah Pencurian Handphone
Menurut Radius, dosen juga perlu menyesuaikan serta memahami perkembangan teknologi dan perilaku mahasiswa yang digital native serta akrab dengan teknologi. Maka dari itu, dosen harus jeli dalam melihat peluang baru serta membuat solusi inovatif yang mengubah cara mereka bekerja.
"Bagaimana pun perkembangan teknologi yang berkembang secara pesat tidak bisa dicegah," ujarnya.
Yang ketiga, dosen Program Studi Desai Komunikasi Visual itu menyebut bahwa perguruan tinggi sebagai lembaga perlu beradaptasi untuk mengoptimalkan pembelajaran. Salah satu upaya yang dimaksud adalah membangun kultur institusi yang memanfaatkan AI secara tepat dengan catatan harus kritis dan tidak mereduksi fungsi dari pendidikan itu sendiri.
Baca juga: Kesepian Akut, Para Pria Gunakan AI Chatbot Untuk Ngobrol
Lebih lanjut, untuk menyikapi perkembangan AI ini, perguruan tinggi perlu membekali mahasiswa dan dosennya serangkaian pelatihan serta akses yang memadai untuk memanfaatkan AI secara bijak.
"Perguruan tinggi perlu membuat dan beradaptasi terkait kurikulum yang mampu merespons perkembangan teknologi dengan menemukan kembali dari segi metode dan pengajaran. Tentu dengan dukungan semua stakeholder pendidikan," tutupnya.
Editor : Pahlevi