Optika.id - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengamati bahwa tindak kriminal oleh anak di bawah umur kian marak terjadi akhir-akhir ini. Dia menilai hal itu disebabkan oleh pola asuh orang tua yang berpengaruh banyak dalam tindak kriminal anak di bawah umur. Tindakan mereka, ujar Abdul, umumnya diakibatkan oleh kurangnya pendidikan sejak usia dini.
Baca juga: Dibalik Alasan Pelaku Anak Lakukan Kekerasan
Hal itu selaras dengan data dari Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) melalui Organisasi Bantuan Hukum (OBH) yang menyebut bahwa ada 2.304 kasus kejahatan dengan pelaku anak dari tahun 2020 hingga tahun 2022.
Pada tahun 2023 pun, tindak kriminal yang dilakukan oleh anak-anak juga masih sering terjadi. Misalnya, Polda Sulawesi Selatan pada Juni 2023 telah membekuk sebanyak 14 orang pelaku pencurian disertai kekerasan, pencurian pemberatan dan pencurian sepeda motor. Semua pelaku merupakan anak di bawah umur.
Anak-anak yang ditelantarkan pendidikan dan pembinaannya cenderung akan mengarah pada kriminal, ucap Abdul dalam keterangannya, Minggu (20/8/2023).
Pola asuh orang tua yang cuek, ujar Abdul, cenderung membentuk anak menjadi agresif negatif. Terlebih lagi apabila anak tersebut dikelilingi oleh lingkungan yang tidak disiplin.
Pola asuh yang terlalu memberikan kebebasan pada anak-anak usia sebelum 18 cenderung melahirkan anak-anak yang agresif negatif. Lingkungan pergaulan yang tidak diikat oleh disiplin organisasi yang resmi biasanya melahirkan anak-anak agresif negatif, tutur Abdul.
Hal yang sebaliknya akan terjadi apabila anak-anak sudah siap dan dibekali oleh pendidikan dasar dan tumbuh dengan pemimpin dan role mode di lingkungan sekitarnya misalnya orang tua. Maka, anak akan condong tumbuh sebagai pribadi yang baik.
Kecuali jika sang anak sudah ditanami pendidikan dasar agama yang kuat kecuali basic pendidikan dasar agamanya sudah kuat. Biasanya pendidikan agama dimulai serius pada usia 5 tahun ke atas, kata Abdul.
Baca juga: Mengatasi Kekerasan Tanpa Kekerasan, Bagaimana Caranya?
Lebih lanjut dirinya menyarankan agar orang tua menerapkan sanksi kepada anak-anak yang berperilaku tidak baik sedari dini. Sanksi tersebut juga tergolong bukan tindak kekerasan seperti berupa orang tua yang menyetop uang jajannya untuk sementara waktu agar anak jera.
Selain kurangnya andil orang tua dalam pendidikan dan pengajaran anaknya, ada beberapa penyebab yang membuat anak-anak nekat melakukan tindak kriminal. Dikutip dari Faktor Penyebab Anak Melakukan Tindakan Kriminal, ada beberapa faktor pemicu anak melakukan tindak kriminal antara lain lingkungan pertemanan yang buruk dan desakan ekonomi.
Pidana Anak 12 Tahun
Sebenarnya, di Indonesia sendiri telah mengatur hukum pidana anak dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 20212 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Disebutkan dalam Pasal 1 bahwa anak yang melakukan kriminal disebut Anak yang Berkonflik (ABH) yang telah berusia 12 tahun, dan belum mencapai 18 tahun.
Baca juga: Kurangnya Kasih Sayang Orang Tua Picu Anak Lakukan Kekerasan Hingga Kriminalitas
Dengan demikian, anak di bawah usia 12 tahun tidak bisa diadili. Akan tetapi diberikan bimbingan baik oleh negara maupun orang tua.
Bagi mereka yang di bawah 12 tahun, (12 kurang satu hari) tidak diadili tapi dilakukan tindakan pembimbingan baik diserahkan kepada orang tua atau dilakukan oleh negara melalui rumah bimbingan anak nakal, ungkapnya.
Sedangkan untuk anak yang berusia 12 tahun ke atas bisa diadili seperti orang dewasa. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah hukuman yang diterima hanya setengah dari hukuman orang dewasa seperti yang disebut pada Pasal 79. Anak nantinya juga akan melakukan serangkaian pembinaan dan pendidikan di Lembaga Pemasayrakatan.
Sedangkan mereka yang 12 tahun ke atas akan diadili dan dihukum sebagaimana layaknya orang dewasa tapi hukumannya separuh dari hukuman orang dewasa dan dilakukan pembinaan dan pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan, pungkasnya.
Editor : Pahlevi