Caleg Gila dan Antisipasi Dini Gangguan Psikologis

Reporter : Uswatun Hasanah

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Diah Setia Utami khawatir dengan melonjaknya caleg gila pascapemilu nanti. Pasalnya, mendekati tahun politik 2024 ada banyak calon legislative yang akan berlaga nantinya.

Baca juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?

Diah menyebut bahwa munculnya caleg gila pasca pemilu ini sebenarnya bisa diantisipasi sejak dini. Upaya tersebut misalnya berasal dari KPU sendiri yang memperketat persyaratan pada saat caleg melakukan pendaftaran dengan memperketat persyaratan kesehatan dan psikologi. Para caleg yang dianggap rentan ini selanjutnya bisa diberikan pembekalan khusus agar siap mental ketika menghadapi pemilu apapun hasilnya.

"Sebetulnya caleg itu diperiksa termasuk gangguan jiwa, melalui tes kejiwaan dan psikologi. Nah, tes kesehatan jiwa itu apakah itu dipakai secara utuh? Karena itu kan semua dikembalikan kepada peminta. Misalnya, KPU. Ya, dikembalikan kepada KPU. Hasil tes kan sudah ada keterangannya. Harusnya upaya preventif yang dikedepankan," kata Diah kepada Optika.id, Senin (28/8/2023).

Langkah antisipasi lainnya adalah rumah sakit yang memiliki fasilitas kesehatan jiwa segera berbenah. Hal tersebut sebagai antisipasi untuk menghadapi prediksi Pemilu 2024 nanti yang lebih kompleks. Diah khawatir hal itu bisa meningkatkan jumlah caleg yang depresi dan stress berat setelahnya jauh lebih banyak daripada pemilu sebelum-sebelumnya.

"Kalau individu-individu itu punya kecenderungan untuk mengalami gangguan jiwa, ya, sebenarnya sudah harus dicegah dari awal. Tetapi, menurut saya, rumah sakit perlu menyiapkan saja untuk antisipasi," ucap Diah.

Sementara itu menurut Psikiater Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dokter Cipto Mangunkusumo (RSCM), Hervita Diatri, dirinya tak menampik bahwa banyak para caleg yang gagal dan depresi berat setelah menerima kekalahan pada pemilu. Dirinya bahkan sempat menangani beberapa caleg yang mengalami gangguan psikologis berat.

"Di RSCM, tidak terlalu banyak pada 2019 karena mereka ke fasilitas lain dulu. Memang bisa saja tidak ketahuan. Tapi, buat mereka yang gangguannya sampai berat sekali, sebagian besar di layanan-layanan seperti rumah sakit jiwa," kata Hervita kepada Optika.id, Senin (28/8/2023).

Menurut pengakuan Hervita, pasien yang ditangani olehnya sebagian besar merasakan cemas berlebihan, gelisah, tidak tenang dan rasa sedih yang mendalam. Pasien-pasien tersebut sebelum ke RSCM berkonsultasi atau menyambangi dokter penyakit fisik terlebih dahulu dan kemudian berangkat ke RSCM untuk mendapatkan penanganan jiwa.

Di sisi lain dia menyebut bahwa tak jarang ada para caleg yang memutuskan berobat ke fasilitas kesehatan jiwa di luar daerah dan jauh dari rumah lantaran takut dianggap gila. Biasanya, imbuh Hervita, para caleg tersebut pamit ke keluarga ingin healing atau jalan-jalan namun yang terjadi sebenarnya adalah mereka menjalani perawatan di rumah sakit jiwa di provinsi lain yang jauh dari wilayah aslinya.

Baca juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim

Kendati demikian, dia menganggap bahwa munculnya caleg-caleg yang depresi dan tidak bisa menerima kekalahan adalah fenomena yang wajar. Dia tidak menampik bahwa persaingan kontestasi elektoral terbilang berat dan menguras tenaga, kantong, hingga pikiran untuk bisa menang.

Hervita membeberkan bahwa sebagian caleg saat ini masih menganggap bahwa politik uang yang dikeluarkan selama kampanye adalah sebagai sebuah investasi. Mereka berharap, apabila mereka telah menang dan duduk di kursi parlemen maka uang yang dikeluarkan akan balik modal. Padahal, persepsi seperti ini salah dan saat ini masyarakat tidak mudah dibodohi dengan politik uang. Di sisi lain, habisnya dana yang dikeluarkan juga berdampak pada relasi keluarga dan pekerjaan yang dilakoninya sebelumnya.

Sementara itu, pada kasus tertentu, caleg yang mengalami gangguan jiwa bisa membahayakan diri mereka sendiri dan orang-orang di sekitar mereka apabila tidak mendapatkan penanganan, dan pengobatan yang tepat. Depresi yang dialami oleh caleg ini sebenarnya bisa disembuhkan dan tidak sampai berujung pada kegilaan.

"Jadi, karena sudah habis-habisan, akhirnya berpikir untuk mengakhiri hidup. Mereka juga berbahaya bagi orang lain, semisal marah. Orang yang gagal itu kan biasanya menyalahkan diri sendiri. Tetapi, ada juga yang menyalahkan orang lain. Jadi, cenderung agresif. Itu juga indikasi butuh perawatan," ucap Hervita.

Di sisi lain, Hervita menyarankan untuk caleg yang menderita gangguan kejiwaan ringan agar dirawat di rumah dan berada di tengah keluarga sehingga mereka tidak sendirian. Dukungan dari orang-orang terdekat menurutnya sangat efektif untuk meredakan stress dan depresi yang dialami oleh para peserta pemilu yang gagal itu.

Baca juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada

Ketika disinggung persiapannya dan RSCM untuk menghadapi Pemilu 2024, dia mengaku bahwa pihaknya sedang berbenah agar optimal untuk memberikan layanan ke para caleg yang depresi sehingga memerlukan perawatan psikologis pasca pemilu. Bahkan, RSCM sudah mempersiapkan sejumlah ruang VVIP bagi para caleg yang membutuhkan perawatan ekstra.

Akan tetapi, ujar Hervita, hal itu masih belum menutup kemungkinan para caleg yang sudah kehabisan harta benda sehingga mereka harus menjalani perawatan yang sama dan setara seperti pasien-pasien yang lain.

Untuk diketahui, penanganan caleg stress dan pejabat publik telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2022 tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Jiwa Untuk Kepentingan Pekerjaan atau Jabatan Tertentu.

Kementerian kesehatan sendiri selama ini telah melakukan sosialisasi dan gencar melakukan pemeriksaan kerentanan riwayat hidup serta deteksi gangguan jiwa berat kepada bakal calon legislative sebelum pendaftaran. Hal tersebut bertujuan untuk memeriksa dan memantau kesehatan jiwa para caleg.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru