Efek Ekor Jas Tak Bisa Dinikmati Oleh Partai Gurem

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Dalam konteks politik elektoral nasional, ada satu konsepsi penting dalam pelaksanaan berbagai fungsi dasar partai politik yang benefitnya bisa dirasakan ke dalam oleh parpol sendiri dan ke luar oleh masyarakat, yang disebut dengan Coat Tail Effect atau Efek Ekor Jas.

Baca juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?

Efek ekor jas atau mantel dimaknai sebagai korelasi dari efek pemilihan presiden atas konfigurasi suara dalam parlemen. Namun, definisi ini dimaknai secara luas sebagai efek ikutan dari seorang tokoh atau figure yang memberikan limpahan insentif elektoral kepada para kontestan Pemilu lainnya, khususnya dalam satu parpol.

Efek ekor jas inilah yang dimanfaatkan oleh parpol-parpol kecil untuk mendapatkan limpahan elektoral dari kandidat yang didukungnya saat ini.

Hal tersebut ditegaskan oleh Peneliti dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saidiman Ahmad yang membenarkan bahwa efek ekor jas lazimnya hanya bisa dinikmati oleh para parpol asal para kandidat presiden saja sedangkan parpol gurem lainnya tidak mendapatkan limpahan itu.

"Misalnya ada efek Prabowo pada elektabilitas Gerindra dan efek Ganjar pada elektabilitas PDIP," ucap Saidiman dalam keterangannya, Selasa (19/9/2023).

Kendati demikian, pada Pemilu 2024 ini dia melihat pola berbeda. Pasalnya, poros koalisi parpol pengusung Anies Baswedan cenderung mendapatkan efek ekor jas yang terbagi rata ke parpol-parpol pendukung. Saidiman menilai jika kemungkinan itu disebabkan oleh Anies yang bukan berasal dari kader partai manapun.

Namun, bukan berarti parpol-parpol kecil tidak memiliki peluang untuk mendapatkan efek ekor jas dari para kandidat. Untuk mendapatkan hal itu, syaratnya yakni mereka harus bisa membangun asosiasi yang kuat dengan figure capres yang mereka dukung.

"Sejauh ini, efek ekor jas itu belum terlihat karena partai-partai tersebut masih sangat minim melakukan sosialisasi yang memperlihatkan kedekatan dengan sang calon. Sosialisasi yang paling paling terlihat di lapangan masih didominasi oleh partai-partai asal sang tokoh, seperti Gerindra untuk Prabowo dan PDI-P untuk Ganjar," kata Saidiman.

Baca juga: Netizen Respon Upaya Anies Dirikan Partai, Ini Penjelasannya!

Senada dengan Saidiman, Usep Saepul Ahyar selaku peneliti senior di Populi Center pun mencontohkan limpahan elektoral yang sempat dinikmati oleh PKB karena mampu meloloskan Maruf Amin sebagai wakil presiden Jokowi di Pemilu 2019 silam. Hal ini terjadi lantaran Maruf Amin dianggap dekat dengan PKB yang notabene salah satu tokoh dari organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama.

Sementara itu, dia menilai wajar apabila ada sejumlah parpol yang masih gamang dalam menentukan pilihan kandidat yang bakal diusung dalam pertarungan suara nantinya. Hal ini terjadi lantaran apabila salah pilih kandidat, maka dampaknya adalah merosotnya elektabilitas parpol.

Misalnya saja yang terjadi pada PPP dan PBB yang suaranya melorot pada Pemilu 2019 pasca memutuskan untuk bergabung dengan koalisi parpol pendukung Jokowi Maruf. Usep menilai bahwa turunnya elektabilitas kedua parpol itu terjadi karena banyak konstituennya yang kecewa dengan pilihan capres yang diusung.

"Misalnya PBB. PBB itu di mata pemilih diidentikkan dengan kelompok Islam yang agak kanan. Maka, hanya ada dua, yaitu Pak Anies atau Prabowo. Ini kan saling beririsan antara kedua orang ini. Banyak juga dulu pemilih PBB itu agak marah ketika Yusril Ihza Mahendra mendukung Jokowi.Pendukung PBB itu agak kecewa," ujar Usep.

Baca juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim

Usep menegaskan bahwa peluang menang bukanlah faktor utama yang menjadi penentu bagi sebuah parpol untuk mendukung kandidat. Misalnya, keputusan dari Partai Ummat yang mengusung Anies kendati elektabilitasnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan dua kandidat lainnya yakni Ganjar dan Prabowo.

"Kalau Partai Ummat mendukung calon lain, saya kira juga akan masalah bagi Partai Ummat. Semisal kalau ke Ganjar Pranowo, mungkin akan lari pendukungnya," jelas dia.

Selain dari masalah kultural dan ideology, yang berperan penting dalam memengaruhi adalah karakter pemilih di daerah. Hal ini penting untuk dipertimbangkan oleh partai apabila ingin mendapatkan efek ekor jas secara optimal. Terlebih lagi, ideology serta karakter pemilih di daerah tidak selalu linier.

"Makanya, banyak yangsplit ticket(beda pilihan). Untuk partainya, dia mendukung salah satu partai. Tetapi, dalam konteks capres, ia memilih berbeda dengan pilihan partai yang ia dukung," tuturnya.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru