Bertarung Suara di Dapil Neraka Jakarta

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Daerah pemilihan (dapil) tertentu memang punya karakteristik masing-masing. Ada dapil yang merupakan basis partai politik (parpol) tertentu, bahkan ada yang dikategorikan sebagai dapil neraka.

Baca juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?

Zaki Mubarak selaku Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menilai bahwa dapil neraka adalah dapil di seluruh Jakarta, apalagi yang menjadi gelanggang pertarungan caleg kuat dari parpol langganan penghuni parlemen. Jakarta menurut Zaki mempunyai nilai strategis politik yang dikuasi oleh tiga parpol besar yakni PDIP, PKS dan Partai Gerindra.

Dapil Jakarta I ini tergolong lumayan berat. Parpol lain susahnembus.Incumbentdari PDIP dan PKS masih maju lagi dari dapil tersebut, ujar Zaki, Selasa (26/9/2023).

Maka dari itu, adalah suatu kewajaran apabila parpol mengusung nama-nama besar nan beken untuk berlaga di dapil Jakarta I misalnya Putra Nababan, eks jurnalis kondang sekaligus anak dari Panda Nababan yang diusung oleh PDIP, Mardani Ali Sera yang diusung oleh PKS dan Partai Gerindra yang mengusung nama Habiburokhman. Adapun pemasangan nama-nama beken tadi merupakan strategi dan sinyal parpol untuk bisa menguasai Jakarta, yang merupakan tempat strategis serta episentrum dari segala kepentingan politik.

(Partai) Golkar aja tidak dapat kursi pada Pileg 2019. Nama baru yang saat ini populer dan orang kuat Ahmad Ali (Partai Nasdem). Tapi berat juga, Nasdem di dapil itu kecil suaranya, peringkat 10, hanya dapat 52.000-an, kata Zaki.

Zaki pun menduga bahwa yang akan dominan adalah incumbent. Bisa jadi, imbuhnya, akan terbagi suaranya masing-masing dua kursi ke tiga parpol besar tadi. Yakni PDIP, PKS dan Gerindra.

Di sisi lain, dirinya mengamati bahwa persaingan di Jakarta I akan semakin seru dengan kehadiran parpol papan tengah seperti PKS, PKB, Partai Nasdem dan PAN. Pasalnya, masing-masing parpol tadi akan bertarung untuk berebut satu kursi parlemen di Jakarta I padahal dapil ini mempunyai total enam kursi yang diperebutkan. Sedangkan parpol gemuk seperti PDIP dan Gerindra sudah mendominasi dapil ini.

PAN yang elektoralnya merosot, masih potensial dapat kursi. Ada nama Eko Patrio yang sangat populer. Ada kemungkinan PKS kehilangan satu kursi, jika elektabilitasnya stagnan, kata dia.

Golkar (di Pileg 2019 hanya peringkat delapan di dapil itu) dan NasDem perlu bekerja keras untuk bisa bicara banyak di dapil Jakarta I. imbuhnya.

Kendati demikian dirinya tidak menampik bahwa untuk bisa menang dalam pertarungan legislative, modal terkenal dan populer tidak cukup. Modal yang dibutuhkan sangat berat seperti finansial yang besar. Sehingga menurutnya adalah hal yang naif apabila masih ada yang berkata untuk menang, caleg hanya modal kerja saja.

Baca juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim

Populer saja tidak cukup. Incumbent di dapil Jakarta I terkenal aktif merawat konstituennya, ucap Zaki.

Adapun formula racikan untuk bisa menang dalam pertarungan legislative di Jakarta selain rajin bekerja untuk menarik simpati yakni kombinasi antara modal finansial yang kuat serta popularitas yang cukup tinggi. Dia memberi contoh misalnya Ariotedjo alias Dito yang diusung oleh Partai Golkar. Kendati dia memiliki finansial yang kuat, namun dia kurang populer sehingga belum ada jaminan dia bisa menang dalam pemilu.

Pun dengan Yusuf Mansur, nomor urut satu Perindo, peluangnya berat. Memang populer, tapi belakangan reputasinya rusak akibat beberapa skandal. tuturnya.

Sedangkan menurut Peneliti Senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar mengamati bawah Jakarta merupakan wilayah yang mempunyai bobot politis yang terlampau tinggi. Hal ini dikarenakan psosisi Jakarta sebagai pusat pergerakan dan sumber berita yang sehari-hari tak lepas dari atensi. Maka dari itu, parpol getol menempatkan jagoannya atau paling tidak orang yang diunggulkan di partai untuk berlaga di dapil ini.

Apabila berhasil dikuasai secara politik, sebut Usep, maka Jakarta akan sangat strategis lantaran bisa menjadi investasi politik jaringan serta capital dalam memenangkan pertarungan di level eksekutif.

Baca juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada

Kita juga tahu, Jakarta ini walaupun kecil wilayahnya, tapi karakternya itu kan dapilnya banyak. Karena warganya juga banyak. Populasinya juga tidak satu, tapi berbagai macam. Jadi, memang merupakan kesulitan tersendiri, tapi harus dimenangkan, ucap Usep.

Penguatan basis di Jakarta pun menurutnya tidak bisa lepas dengan pemenangan pertarungan Gubernur DKI Jakarta. oleh sebab itu, parpol perlu strategis khusus berupa penguasaan yang kokoh di sejumlah basis suara.

Pertarungan di eksekutif basis-basis ini akan berguna nanti. Eksekutif itu dalam konteks Jakarta, gubernur, ucapnya.

Tak jauh beda dengan Zaki, menurut Usep kekuatan arus politik di Jakarta Timur saat ini cenderung masih didominasi oleh kekuatan tiga parpol PDIP, PKS dan Partai Gerindra yang merupakan parpol penghuni parlemen dan sukses menancapkan basisnya di wilayah Jakarta Timur.

Saya kira di (Pemilu) 2024 pergeserannya tidak akan jauh, ujarnya.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru