Optika.id - Beberapa waktu yang lalu masyarakat dibuat tidak habis pikir dengan tingkah anak-anak yang di luar batas kewajaran untuk usia mereka. Pasalnya, seorang siswa SD di Menganti, Gresik, Jawa Timur harus kehilangan penglihatan di salah satu matanya usai dicolok dengan tusuk bakso oleh kakak kelasnya karena melawan ketika dipalak.
Baca juga: KPPPA Minta Kasus Perundungan Sekolah Internasional Binus Diselesaikan dengan UU Pidana Anak
Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, mengapa jiwa-jiwa murni tersebut justru tega melakukan kekerasan terhadap kawan sebayanya?
Berdasarkan The American Academy of Child and Adolescent Psychiatry (AACAP), yang dikutip Optika.id, Selasa (26/9/2023) ada beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan risiko perilaku kekerasan pada anak-anak dan remaja.
Berdasarkan hasil penelitiannya, faktor tersebut meliputi perilaku agresif atau kekerasan sebelumnya, sering menerima paparan kekerasan di rumah atau komunitas, menjadi korban bullying, dan menjadi korban kekerasan fisik atau kekerasan seksual.
Selain itu, faktor lainnya adalah pengaruh dari paparan media seperti televisi, film, internet, dan game online yang memuat konten kekerasan, faktor genetic atau keturunan keluarga, penggunaan obat-obatan terlarang dana tau alcohol serta adanya senjata api di rumah yang membuat mereka merasa berkuasa atas orang lain.
Baca juga: Bullying Terjadi Lagi, FSGI: Sekolah Tak Boleh Cuci Tangan dan Main Aman
Tak hanya itu, faktor-faktor tersebut juga bisa berkombinasi antara faktor sosial ekonomi keluarga yang penuh dengan tekanan misalnya kekurangan yang parah, putusnya perkawinan (broken home), kemiskinan, pengasuhan anak tunggal (single parent), pengangguran hingga keluarga besar yang tidak mendukung sama sekali. Bisa pula akibat kerusakan otak akibat cedera kepala.
Kendati demikian, orang tua, baik wali anak atau orang dewasa wajib memperhatikan beberapa tanda peringatan atau cikal bakal perilaku yang mengarah pada kekerasan anak. Misalnya, sering kehilangan kesabaran atau meledak-ledak, kemarahan yang hebat, impulsive yang ekstrim, iritabilitas yang ekstrim, dan menjadi mudah frustasi.
Lantas, Bagaimana Mencegah Perilaku Kekerasan pada Anak?
Baca juga: Kasus Kekerasaan Seksual Tak Kunjung Henti Terjadi di Sekolah
Beberapa penelitian menyebut bahwa sebagian besar perilaku kekerasan bisa dikurangi dan dicegah selama faktor-faktor risikonya dikurangi dan dihilangkan secara signifikan. Yang perlu digaris bawahi adalah upaya-upaya tersebut harus diarahkan untuk mengurangi paparan anak dan remaja terhadap konten atau hal-hal yang berbau kekerasan di rumah, komunitas, atau melalui media. Karena pada dasarnya, semakin sering anak mengonsumsi kekerasan, maka akan mengarah pada perilaku kekerasan pula.
Lebih lanjut ada beberapa strategi yang bsia dilakukan lainnya yakni mengadakan atau memanfaatkan program dukungan keluarga dan sebagainya tentang kekerasan oleh anak-anak, memanfaatkan atau menggunakan program pelatihan orang tua, melakukan edukasi seksual, program parenting remaja, identifikasi dini dan intervensi pada remaja yang melakukan kekerasan, hingga memantau anak-anak yang mengonsumi media seperti televise, film, dan ponsel di berbagai perangkat agar mereka tidak sampai menonton hal-hal yang berbau dengan kekerasan.
Editor : Pahlevi