Relasi Kuasa Dibalik Anak Pejabat yang Doyan Kekerasan

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Usai kasus Mario Dandy yang menganiaya David Ozora lantaran masalah perempuan, kini publik digemparkan dengan kasus penganiayaan hingga tewas. Adalah Gregorius Ronald Tannur, pria berusia 31 tahun yang menganiaya kekasihnya, Dini Sera Afrianti (28) hingga tewas. Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan yang dilakukan anak pejabat publik yang problematic. Untuk diketahui, Ronald Tannur merupakan anak dari Edward Tannur anggota DPR RI Komisi IV periode 2019 2024.

Baik Mario dan Ronald memiliki kesamaan yang menjadi perhatian publik. Yakni keduanya merupakan anak pejabat publik yang memiliki kuasa.

Baca juga: Penerimaan Tenaga Ahli AKD di Lingkungan DPR RI TA 2024

Menanggapi kasus tersebut, Psikolog Klinis Veronica Adesla menjelaskan bahwa tindakan kekerasan atau sewenang-wenang tersebut identic dengan relasi kuasa yang timpang antara pelaku dengan korban. Pelaku yang merupakan anak pejabat merasa lebih dominan, merasa lebih memiliki kekuasaan dan kendali atas diri korban sehingga bersikap seenaknya sendiri, tidak menghargai dan menghormati korban hingga melakukan penganiayaan.

Sikap dan perilaku demikian muncul atas sebuah pemikiran bahwa dirinya (pelaku) lebih tinggi, lebih berkuasa, lebih penting, lebih memiliki status, dan seterusnya, kata Vero, sapaan akrabnya kepada Optika.id, Sabtu (14/10/2023).

Adapun pemikiran tersebut biasanya muncul dari pembelajaran atas pengalaman hidup. Serta, dipicu oleh kesimpulan jangka pendek serta dipegang sebagai pola pikir, cara dan gaya hidup. Alhasil, hal tersebut memengaruhi bagaimana dirinya memandang, memperlakukan dan bersikap manusiawi kepada orang lain.

Ironisnya, Vero menilai perempuan kerap menjadi korban kekerasan atas ketimpangan relasi kuasa ini. Penyebabnya tidak jauh-jauh dari kuatnya ketidaksetaraan gender dan budaya patriarkis masih bercokol di segala lini misalnya keluarga, komunitas dan masyarakat sehingga menempatkan posisi perempuan lebih rendah dibanding laki-laki.

Memperlakukan perempuan sebagai miliknya sehingga bebas memperlakukan seenaknya, menjadikan perempuan sebagai objek kebencian untuk ditindas ataupun untuk dinikmati, tutur Vero.

Di sisi lain, penganiayaan yang dilakukan oleh anak pejabat publik ini memiliki kaitan erat dengan kesadaran bahwa mereka adalah orang yang special dan penting.

Hal ini secara psikis memberikan dorongan untuk membenarkan segala tindakan atau bentuk perilaku yang mereka lakukan. Apabila dilihat dari teori identitas sosial, imbuhnya, anak-anak pejabat ini mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari kelompok elite, diistimewakan atau special. Alhasil, anggapan tersebut menimbulkan perasaan bahwa mereka mempunyai hak istimewa tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Baca juga: RUU Perampasan Aset Tak Masuk Prolegnas, ICW: Pukulan bagi Publik dan Pemberantasan Korupsi

Di sisi lain, sebagai anak pejabat atau pesohor, mereka memiliki tekanan sosial tersendiri dan kadang hal ini mengganggu kemampuan dalam mengendalikan emosi mereka. Tuntutan sosial yang tinggi dan pengendalian yang lemah akhirnya membuat mereka lepas jika tidak punya kematangan psikologis yang mumpuni, ujarnya.

Salah satu faktor penting lainnya yang berpengaruh dalam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang anak adalah pola asuh dari orang tuanya. Vero mengingatkan bahwa pada dasarnya anak menjadi peniru paling ulung dari kedua orang tua dan orang di sekitarnya.

Bisa jadi, perilaku sewenang-wenang itu hadir karena melihat bentuk-bentuk kuasa atau kekerasan dalam ruang keluarga dan akhirnya diadopsi oleh si anak di lingkungan luarnya, terangnya.

Tak hanya itu, ada potensi orang tua yang berprofesi sebagai pejabat atau pesohor cenderung mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan psikologis anaknya. Meski kebutuhan secara materi terpenuhi bahkan bisa berlebihan, namun Vero menilai hal itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan psikologis anak.

Baca juga: MK Ingatkan Pembuat Undang-Undang Jangan Sering Ubah Syarat Usia Pejabat

Sementara itu, Bakhrul Khair Amal selaku Pengamat Sosial dan Politik dari Universitas Negeri Medan (Unimed) menilai ada korelasi antara status sosial yang tinggi anak seorang pejabat publik dengan potensi tindakan semena-mena yang bisa dilakukan. Hal ini dikarenakan mereka mempunyai daya tawar yang lebih tinggi dalam memandang fasilitas publik.

Orang yang melakukan kekerasan ini punya confident dengan status pendapatan dan jabatan. Ini termasuk orang yang punya beking duit dan jaringan, kata Bakhrul, Sabtu (14/10/2023).

Dirinya menilai ego yang tinggi dalam diri seorang anak bisa timbul lantaran tidak harmonisnya komunikasi di lingkup keluarga itu sendiri. dia pun menyoroti komunikasi dalam keluarga yang perlu terjalin baik untuk mencegah anak melakukan tindakan kekerasan.

 

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru