Optika.id - Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres cawapres), Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar disebut-sebut telah terkenal Amien Rais Syndrome yang merupakan kondisi dimana tiap kali pasangan tersebut menggelar suatu aktivitas, maka massa akan berbondong-bondong memenuhi acara, namun elektabilitas hasil lembaga survei selalu menunjukkan pasangan ini berada di posisi terbawah.
Untuk diketahui, Amien Rais Syndrome ini merujuk pada fenomena pemilih Amien Rais pada tahun 2004 yang rendah meskipun selama kampanye politik dihadiri banyak orang.
Baca juga: Intip Hangatnya Pertemuan Anies, Pramono, dan Rano di Lebak Bulus
Menjelaskan fenomena tersebut, Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC), Zaenal A Budiyono menilai jika pasangan Anies-Cak Imin (AMIN) cenderung populer di kawasan urban. Hal ini mengakibatkan setiap aktivitas politik yang dilakoninya pasti akan ramai.
Yang mana, pemilih atau voters perkotaan didominasi kelas menengah yang tidak bisa dimobilisasi oleh opinion leaders. Mereka bergerak karena kesadaran masing-masing dan hal tersebut tergambar di sejumlah survei terakhir bahwa AMIN unggul di Jakarta dan sejumlah kota-kota besar.
"Masalahnya secara nasional, mayoritas voters tinggal di rural area. Mereka berada di kategori menengah bawah yang lebih mudah diarahkan oleh opinion leaders (pemuka agama, tokoh masyarakat)," kata dia, Senin (20/11/2023).
Sementara itu, suara Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto di sejumlah survei banyak yang berasal dari masyarakat kawasan rural yang mana mereka cenderung tidak mau datang kampanye atau aktivitas politik lainnya lantaran waktu mereka habis untuk bekerja dan sebagainya.
Mereka, ujar Zaenal, cenderung apatis dalam politik akan tetapi secara jumlah mereka jauh lebih menentukan. Hal itulah yang menyebabkan kedua pasangan lainnya relatif lebih unggul daripada AMIN di berbagai survei.
Baca juga: Tom Lembong Terjerat Kasus Impor Gula, Anies Buka Suara
Maka dari itu, dia menyarankan agar AMIN lebih mendektakna diri ke area rurak agar bisa menaikkan rating elektabilitas mereka di papan survei. Peran tersebut bisa dimainkan oleh Cak Imin dan PKB yang selama ini kuat di NU.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bagaimana terjadinya gap antar suara pasangan capres cawapres ini. Selain masing-masing paslon, dia menyarankan agar masyarakat masuk ke dalam psikologi politik kerumunnan yang mana, dijelaskan olehnya, mereka yang hadir dalam kerumunan satu event capres cawapres itu memiliki empat komponen.
Kelompok pertama yakni mereka yang merupakan pendukung asli dan tulen dari sang capres-cawapres. Mereka datang secara sukarela, datang berpartisipasi, melihat dan mendukung paslon tersebut.
Kelompok yang kedua adalah kelompok yang sebatas hore-hore saja. Ini sejenis dengan orang-orang yang senang berkumpul dengan paslon manapun sejauh ada nasi bungkus yang disediakan.
Baca juga: Anies dan Ganjar akan Hadir dalam Pelantikan Prabowo-Gibran Minggu Besok
Sementara itu yang ketiga adalah kelompok yang digerakkan oleh Event Organizer atau EO. Hal ini merupakan hal yang biasa dalam berbagai event pasalnya EO biasanya menjadi panitia professional yang ditugaskan menghadirkan massa dengan target jumlah tertentu dan bertugas memobilisasi orang-orang untuk datang. Sehingga yang hadir biasanya adalah massa yang digerakkan oleh EO tersebut sebagai tim hore-hore saja.
Keempat, yang jauh lebih banyak lagi, orang yang hadir karena daya tarik door prize. Dalam event itu sengaja dihalo-halokan, didengung-dengungkan, akan diundi door price.
Kadang hadiah yang diundi begitu mencengangkan, begitu menggiurkan. Misalnya pemenang undian adalah sebuah mobil. Atau akan dibagikan beberapa tiket gratis untuk umrah.
Editor : Pahlevi