Janji Semu Jokowi Kepada Masyarakat Adat yang Dirampas Lahannya

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Muhammad Arman menyebut jika perampasan lahan masyarakat adat di Indonesia semakin banyak. Dari total 26,9 juta hectare lahan masyarakat adat, pihaknya mencatat ada sekitar 8,5 juta hectare lahan adat yang dirampas dari mereka.

Adapun modus yang digunakan pemerintah untuk merampas lahan adat ini bermacam-macam. Mulai dari obral izin tambang, dipakai membuka perkebunan sawit, dan pembangunan infrastruktur. Hal itu diperparah juga pasca disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) pada November 2020 lalu. Alhasil, tren perampasan hutan adat dan tanah ulayat kian menggila.

Baca juga: Berebut Suara Swing Voters dengan Janji Populis Para Kandidat Capres

"Ada banyak sekali yang diberi label PSN (proyek strategis nasional). PSN ini itu kan menjadi senjata pamungkas yang digunakan sebagai dalih untuk mengambil secara paksa wilayah adat itu atas nama pembangunan, semisal kita bisa melihat food estate di Kalimantan Tengah dan di Papua Barat," ucap Arman dalam keterangannya, dikutip Optika.id, Selasa (5/12/2023).

AMAN setidaknya mencatat ada 28 kasus perampasan tanah adat di berbagai daerah sejak awal tahun hingga November 2023 ini. Polisi dan aparat TNI biasanya dikerahkan oleh pemerintah untuk memuluskan jalan pengambil alihan lahan adat atau tanah ulayat. Alhasil, konflik antara masyarakat adat dengan aparat pun tak terhindarkan.

Pasalnya, aparat dan tentara, sambung Arman, kerap memaksa masuk ke wilayah adat supaya proyek bisa segera dieksekusi.

"Itu ada aparat kepolisian. Jadi, pada proyek-proyek berkategori PSN itu, selalu ada tindakan represif aparat," kata Arman.

Ironisnya, pemerintah Jokowi menutup matanya terhadap berbagai peristiwa agrarian, khususnya perampasan lahan adat. Arman menegaskan jika lembaga-lembaga negara yang seharusnya melindungi kaum adat, justru kerap saling lempar tanggung jawab dan memandang sebelah mata.

Baca juga: Janji Dana Desa 5 Miliar Cak Imin, Realistis Atau Utopis?

Lebih lanjut, Arman menyebut ada tiga kementerian yang seharusnya bertanggung jawab untuk melindungi lahan masyarakat adat. Yakni Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) yang bertugas menjaga tanah ulayat. Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) yang bertanggung jawab mengurus hutan adat. Sedangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) seharusnya bertanggung jawab menjaga kawasan pesisir dan daerah tangkapan ikan.

"Intinya, (kementerian-kementerian) itu yang harus ditagih (pertanggungjawabannya) karena ketiga institusi itu yang diberikan perintah oleh undang-undang untuk menjaga wilayah-wilayah adat," ujar Arman. 

Pemerintah yang tidak serius ini juga terlihat dari mandeknya pembahasan serta pengesahan RUU Masyarakat Adat. Padahal, ujar Arman, hadirnya RUU itu sebagai harapan agar mendorong lahirnya lembaga khusus yang mengurusi berbagai permasalahan masyarakat adat.

"Supaya dia satu pintu dan tidak sektoral. Jadi, menurut saya, negara itu belum melaksanakan kewajibannya secara utuh atau gagal menjalankan perintah konstitusi (untuk melindungi) tumpah darah Indonesia, termasuk (berpihak pada) masyarakat adat yang berhadapan dengan proyek-proyek investasi ini," ungkapnya.

Baca juga: Melihat Obral Janji Cak Imin yang Tidak Rasional

Untuk diketahui, Jokowi pada Maret 2017 silam pernah bertemu dengan perwakilan masyarakat adat dan AMAN di Istana Negara. Jokowi kala itu mendukung pengesahakan RUU Masyarakat Adat dan dia juga sepakat dengan dibentuknya Satgas Masyarakat Adat guna mengelola segala persoalan yang dihadapi oleh masyarakat adat sekaligus mengadvokasi permasalahan mereka.

Namun, nasib RUU itu tidak jelas jluntrungannya di tangan pimpinan DPR padahal naskah RUU sudah dilaporkan telah diselaraskan Baleg DPR dan diserahkan kepada pimpinan DPR sejak tahun 2020 lalu. Pengesahan RUU disebut-sebut terganjal kepentingan investor. 

 

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru