Optika.id - Cawapres nomor urut 3, Mahfud Md, menyinggung kembali pernyataan Prabowo Subianto soal Indonesia akan bubar di 2030 yang disampaikan pada 2018 lalu. Lantas efektif kah cara berkampanye dengan mengungkit masa lalu paslon lain?
Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai cara-cara berkampanye dengan mengungkit masa lalu hanya efektif kepada kalangan menengah ke atas, kelompok kritis dan rasional, serta pegiat demokrasi.
Baca juga: Pengamat Ungkap Kepuasan Jokowi Karena Bansos dan Infrastruktur
"Ngungkit masa lalu efektif di kalangan menengah ke atas, kelompok kritis, rasional, dan pegiat demokrasi. Itu segmen pemilih yang peduli dengan isu-isu substantif dan stamina isunya cukup lama," kata Adi Prayitno saat dihubungi, Jumat (8/12/2023).
Adi menilai cara tersebut tidak efektif untuk kelas menengah ke bawah. Dia beralasan kalangan menengah ke bawah tidak punya memori panjang dan cenderung tidak sadar dengan isu-isu lama.
Baca juga: Putusan MA Soal Usia Akan Tuai Perdebatan, Akankah Gibran Episode 2?
"Sementara kelas menengah ke bawah ngungkit masa lalu tak efektif. Karena memori masyarakatnya pendek, dan bahkan cenderung tak aware dengan isu-isu lama. Jangankan isu lama, isu mutakhir macam putusan MK dan politik dinasti masih banyak masyarakat menengah ke bawah yang belum mengetahui," ucapnya.
Lantas bagaimana dengan Gen Z dan milenial? Adi juga menyebut kalangan anak muda juga belum terkonfirmasi dengan isu masa lalu. Namun demikian, kata dia, jika isu masa lalu itu terus didengungkan, maka bisa jadi itu akan efektif.
Baca juga: Adi Prayitno Sebut Kaesang Layak Maju Gubernur, Jangan Wakil!
"Gen Z dan milenial secara umum belum terkonfirmasi dengan isu masa lalu. Hanya sebagian saja yang peduli. Meski begitu, Gen Z dan milenial termasuk pemilih yang cenderung rasional dan 'kepo' dengan isu-isu apapun yang dimainkan setiap calon. Kalau isu masa lalu semacam ini terus disuntikkan seperti jarum jam yang terus berdetak, bukan tak mungkin secara perlahan Gen Z dan milenial mulai peduli. Tergantung bagaimana sosiasilisasinya, masif atau tidak," ujar dia.
Editor : Pahlevi