Optika.id - Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Prof Budi Santoso. Kasasi itu terkait gugatan Budi terhadap Keputusan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember Nomor 848/IT2/T/ HK.00.01/2022 yang menyatakannya melanggar kode etik.
Permasalahan bermula saat Prof Budi menyeleksi secara daring calon penerima beasiswa LPDP pada 2022. Setelah itu, Prof Budi membuat status di akun Facebook miliknya pada 27 April 2022 yaitu:
Saya berkesempatan mewawancara beberapa mahasiswa yang ikut mobilitas mahasiswa ke luar negeri. Program Dikti yang dibiayai LPDP ini banyak mendapat perhatian dari para mahasiswa. Mereka adalah anak-anak pinter yang punya kemampuan luar biasa. Jika diplot dalam distribusi normal, mereka mungkin termasuk 2,5 persen sisi kanan populasi mahasiswa.
Baca juga: Rektor Rasis, Sindir Aktivis Kampus Hingga Wanita Berjilbab Sebagai Manusia Gurun
Tidak satu pun saya mendapatkan mereka ini hobi demo. Yang ada adalah mahasiswa dengan IP yang luar biasa tinggi di atas 3.5 bahkan beberapa 3.8, dan 3.9. Bahasa Inggris mereka cas cis cus dengan nilai IELTS 8, 8.5, bahkan 9. Duolingo bisa mencapai 140, 145, bahkan ada yang 150 (padahal syarat minimum 100). Luar biasa. Mereka juga aktif di organisasi kemahasiswaan (profesional), sosial kemasyarakatan, dan asisten lab atau asisten dosen.
Mereka bicara tentang hal-hal yang membumi: apa cita-citanya, minatnya, usaha-usaha untuk mendukung cita-citanya, apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme dan sebagainya. Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata-katanya juga jauh dari kata-kata langit: insaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dan sebagainya.
Generasi ini merupakan bonus demografi yang akan mengisi posisi-posisi di BUMN, lembaga pemerintah, dunia pendidikan, sektor swasta beberapa tahun mendatang. Dan kebetulan dari 16 yang saya harus wawancara, hanya ada dua cowok dan sisanya cewek. Dari 14, ada dua tidak hadir. Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar-benar open mind. Mereka mencari Tuhan ke negara-negara maju, seperti Korea, Eropa Barat dan US, bukan ke negara yang orang-orangnya pandai bercerita tanpa karya teknologi.
Melansir dari detiknews, Status Facebook itu kemudian viral sehingga pimpinan ITS menjatuhkan sanksi kepada Prof Budi, yaitu Keputusan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember Nomor 848/IT2/T/ HK.00.01/2022 Tentang Penetapan Sanksi Pembinaan Kepada Saudara Prof Ir Budi Santosa MSc PhD tanggal 14 Juni 2022. Prof Budi dilarang mengajar dan menjalankan tugas sebagai dosen selama 1 tahun.
Prof Budi merasa tidak bersalah. Dia melakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya.
Pada 15 Februari 2023, PTUN Surabaya menolak gugatan Prof Budi. PTUN Surabaya berpendapat penerbitan surat keputusan objek sengketa a quo telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dari segi kewenangan, prosedur dan substansi dan sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik.
PTUN Surabaya menggarisbawahi kalimat yang dinilai melanggar etika dosen yaitu:
-Kalimat "Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata-katanya juga jauh dari kata-kata langit: insaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dsb"
-Frasa ".... Tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun"
-Kalimat "Mereka mencari Tuhan ke negara-negara maju seperti Korea, Eropa barat dan US bukan ke negara yang orang-orangnya pandai bercerita tanpa karya teknologi"
Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi TUN Surabaya. Prof Budi tidak terima dan mengajukan kasasi. Apa kata MA?
"Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Prof Ir Budi Santosa MSc PhD," demikian bunyi salinan putusan kasasi yang dilansir website MA, Senin (8/1/2024).
Duduk sebagai ketua majelis Yulius dengan anggota Yosran dan Is Sudaryono. Berikut alasan MA menolak kasasi itu:
- Putusan Judex Facti sudah benar dan tidak terdapat kesalahan dalam penerapan hukum.
- Bahwa Tergugat sesuai dengan kewenangannya telah menerbitkan keputusan tata usaha negara objek sengketa sesuai prosedur yang berlaku.
- Penggugat terbukti melakukan perbuatan tidak berbudi luhur dan kontroversial yang menimbulkan keresahan sosial sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (3) huruf a Peraturan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember Nomor 32 Tahun2020.
Editor : Pahlevi