Penerapan Ambang Batas Tak Harus Mensyaratkan Pemilu Presiden

Reporter : Danny

Surabaya (optika.id) - Peneliti Utama Politik BRIN, R. Siti Zuhro mengkritisi ambang batas yang diterapkan kepada partai politik di Pemilu 2024. Baginya, hal itu tidak perlu mengarah kepada ambang batas pencalonan presiden karena memang pemilu digelar secara serentak. 

"Makna keserentakan pemilu terdistorsi oleh peraturan yang sangat kontroversial dan merugikan masyarakat dan partai politik untuk mengikuti kontestasi. Ambang batas ke partai politik semestinya sudah mencukupi, tidak harus mensyaratkan untuk presiden yang 20% itu. Karena pemilu berjalan serentak, salah kaprah ini perlu perbaikan krusial agar pemilu yang akan datang tidak mengulang kesalahan sama," kata Siti Zuhro, Minggu, (10/3/2024). 

Baca juga: Anies Punya Modal Cukup untuk Kembali Memimpin Kota Jakarta!

Karena itu, ia mengusulkan, Pertama sistem pemerintahan dalam hal ini adalah penyempurnaan skema sistem demokrasi presidential jika telah menjadi pilihan final bangsa. Ini memerlukan peninjauan kembali dari sistem pemilu sampai sistem kepartaian. Melembagakan mekanisme pendahuluan partai bagi calon presiden dan wakil presiden. 

"Membangun sistem perwakilan dua kamar, kalau memang sepakat DPD tidak dibubarkan, yang meluas ke fungsi pengangkatan kebijakan publik. Ada diskusi penyelenggara pemilu antara KPU dan Bawaslu dalam menentukan akhir, ranahnya eksekutif dipercayakan kepada pansel. Dan ketika sudah selesai diserahkan ke Presiden melalui kemendagri," tegasnya. 

Baca juga: Peneliti BRIN: Pilgub Jakarta Masih Sangat Cair Sampai Kini!

Tentu, kedepan perlu memperkuat fungsi legislasi DPD, kalau sepakat DPD menjadi legislatif. Check and Ballancies, melembagakan kerjasama DPR dan DPD intra parlemen. Fraksi pendukung pemerintah dan oposisi. Oleh karena itu, sembilan Fraksi yang ada saat ini di DPR masih perlu untuk disederhanakan dan disediakan sesuai dengan kebutuhan. 

"Pemilu dan kepartaian, penataan format ke penyelenggaraan serentak, yaitu pemilu presiden DPR dan DPD, pemilu lokal untuk DPRD dan Kepala Daerah. Yang dua setengah tahun didahulu atau formula lain yang dianggap tepat, melakukan semacam excercise untuk itu. Sistem campuran, selanjutnya aspek representatif di pihak lain terpenuhi, sehingga terbentuk sistem partai sederhana dan kompetitif secara ideologis," tambah dia. 

Baca juga: Siti Zuhro: Dukungan untuk Kaesang Sudah Bagus, Tapi Tak Punya Prestasi

Sistem demokrasi secara hukum, semestinya dilakukan secara stimultan penataan pemilu skema demokrasi agar terbangun fenomena koherensi. Penegakan hukum berpotensi pada keadilan ketimbang sekedar lembaga hukum yuridis formal belaka. Lalu, ia pun menegaskan kepada penyelenggara pemilu agar mengevaluasi kinerja untuk tahun depan, baik itu dalam segi teknis maupun kondisi di lapangan. Penataan manajemen di daerah sangat penting, hingga TPS memerlukan pembenahan serius. 

"Kita lupa demokrasi tidak akan berjalan ketika tidak ada kepastian hukum, satu demokrasi beradab yang berkualitas. Perbaikan penyelenggara pemilu penting, sangat diperlukan untuk menciptakan pemilu langsung umum bebas rahasia jujur adil serta jauh dari intervensi kekuasaan. Penyelenggara harus punya integritas dan profesionalitas yang tinggi, tentang pola dan rekrutmen perlu dibenahi. Termasuk membentuk komisioner di Provinsi Kabupaten Kota, mulai pusat sampai daerah. Jangan mengulang seperti kemarin," pungkasnya. 

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru