Eks Ketua Komnas HAM: MK Harus Tanggungjawab Usai Loloskan Gibran

Reporter : Danny

Jakarta (optika.id) - Citra Indonesia sebagai negara demokratis tercoreng akibat adanya cawe-cawe Presiden Jokowi dalam memenangkan putranya Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024 hingga mendapat sorotan dari lembaga-lembaga bergengsi dunia, termasuk Komite Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nations Human Rights Committee yang berkantor pusat di Jenewa, Swiss.

Karena itu harus ada upaya dan langkah konkret untuk memulihkan citra Indonesia sebagai demokrasi yang tercoreng tersebut. Yaitu lewat Mahkamah Konstitusi (MK) yang saat ini menangani gugatan sengketa perselihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden (PHPU Pilpres) yang diajukan pasangan capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan nomor 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Baca juga: Jimly Ungkap MK Bisa Batalkan Pemilu Jika Memang Salah

(Indonesia) Harus memulihkan dugaan-dugaan yang selama ini disorot (lembaga-lembaga dari) luar negeri, termasuk Komite Hak Asasi Manusia PBB. Caranya seperti yang diadukan oleh masing-masing pihak dari 01 sama 03 ke Mahkamah Konstitusi. MK harus bisa menunjukkan posisinya sebagai lembaga yang independen, jelas mantan Wakil Ketua Komnas HAM Muhammad Nurkhoiron saat dihubungi, Minggu, (31/3/2024). 

Menurutnya, MK mempunyai tanggung jawab untuk memulihkan demokrasi pascapelaksanaan Pemilu 2024 yang penuh karut-marut tersebut. Karena sengkarut gelaran pesta demokrasi tahun ini berawal dari MK sendiri lewat putusannya, Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memberi karpet merah kepada Gibran untuk bisa maju pada Pilpres 2024 meski masih berusia di bawah 40 tahun.

Karena salah satu tidak adilnya negara dalam proses pemilihan umum, kan karena adanya dugaan intervensi ke Mahkamah Konstitusi yang menjadi celah bagi Gibran untuk lolos (ke Pilpres) yang secara aturan sebelumnya tidak bisa. Nah, sekarang bola itu ada di tangan MK, katanya menekankan.

Karena itu, sambungnya, posis MK saat ini sangat strategis. Kalau berhasil membuktikan dirinya sebagai lembaga pengawal konstitusi dan juga demokrasi, karena menjamin proses demokrasi berjalan sesuai dengan prinsip konstitusi, MK akan menyelamatkan wajah Indonesia di mata dunia.

Kalau keputusannya itu progresif, dunia internasional akan melihat, oh ternyata ada lembaga yang bisa dipercaya dalam konteks adanya pengaduan dugaan-dugaan penyelewengan dalam konteks hak pemilu yang (prosesnya) itu dianggap melanggar hak warga di bidang politik, ucapnya.

Jadi kalau MK membuat keputusan yang baik, aduan itu diterima, entah pemilu ulang, itu akan membuat tuduhan bahwa Indonesia itu mengalami kemerosotan demokrasi dan hak asasi manusia bisa dieliminir, tandas Wakil Ketua Komite Independen Pemantauan Pemilu (KIPP) untuk Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode 1996-1997 ini.

Baca juga: Zainal Arifin Mochtar Sebut MK Sulit Kabulkan PHPU!

Sebaliknya, katanya menambahkan, kalau MK menolak gugatan yang diajukan pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud, artinya tidak mempersoalkan berbagai dugaan pelanggaran dan penyimpangan yang marak pada Pilpres 2024 sehingga membuat hak-hak politik warga tidak terjadim sepenuhnya, hal itu semakin membuktikan demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia sedang mengalami kemerosotan.

Jadi posisi MK saat ini sangat-strategis dalam menjawab dugaan (kalangan) internasional itu, pungkasnya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kamis pekan lalu, Komite HAM PBB mempublikasikan temuan berisi keprihatinan mereka terhadap sejumlah negara dalam mengimplementasikan Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Salah satu negara yang disoroti adalah Indonesia.

Komite HAM PBB mengungkapkan keprihatinan mereka atas dugaan adanya pengaruh yang tidak semestinya terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 di Indonesia. Juga menyoroti keputusan MK menurunkan batas usia minimum capres-cawapres yang menguntungkan putra Presiden Jokowi, Gibran.

Baca juga: Prof Muhammad: Ketika Pencalonan Gibran Lolos, Pilpres Selesai!

Sementara itu hasil Pilpres 2024, yang ditetapkan KPU pada Rabu, 20 Maret 2024, dimenangkan Prabowo-Gibran dengan memperoleh 58 persen suara yang membuatnya berpeluang menang satu putaran.

Namun, pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Pranowo menggugat hasil pilpres tersebut ke MK karena menilai pilpres diwarnai berbagai persoalan yang menguntungkan pasangan capres-cawapres nomor urut 2 tersebut.

Kedua paslon pun menuntut agar digelar pilpres ulang tanpa Prabowo-Gibran, atau tanpa Gibran saja sesuai petitum alternatif Tim Anies-Muhaimin. Sidang gugatan hasil pilpres itu sudah bergulir di MK dan akan diputuskan pada 22 April 2024 mendatang.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru