Agenda Pasca Pemilu 2024: Reformasi Partai Politik

Reporter : Pahlevi


Oleh: Prof Daniel Mohammad Rosyid

Surabaya (optika.id) - Setelah UUD45 diganti oleh UUD2022 melalui amandemen ugal-ugalan kelompok sekuler radikal, Sri Edi Swasono mensinyalir telah terjadi deformasi besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik ini. Tiba-tiba saja muncul diksi partai politik dalam konstitusi baru itu. Politik menjadi panglima di Republik ini di mana partai politik memonopoli polity as public goods secara radikal dengan mengistimewakan diri sebagai institusi satu satunya yang kompeten mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Praktis RI bukan lagi negara hukum, tapi negara kekuasaan.

Baca juga: Rebuilding Indonesia Anew

Segelintir elite politik merasa berhak menentukan harubiru kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemilu sebagai instrumen legalisasi kekuasaan partai politik telah menempatkan publik pemilih sebagai jongos politik sesudah sekian lama menjadi jongos ekonomi. Dari pemilu ke pemilu sejak UUD2002 berlaku, kehidupan publik terbukti semakin memilukan.

Organisasi yang disebut partai politik ini adalah makhluk yang aneh. Keabsahannnya ditentukan oleh Kemenkumham yang dipimpin oleh seorang pembantu Presiden yang posisinya tak lebih sebagai petugas partai.

Parpol bukan entitas publik, tapi privat. Namun kekuasaannya luar biasa besar. Demikian itulah posisi setiap pejabat publik dalam AD/ART PDI Perjuangan. Berkali-kali Ketua Umum PDIP secara terbuka mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo adalah seorang petugas partai. Tidak lebih tidak kurang. Namun partai politik memiliki kekuasaan yang luar biasa karena bisa menciptakan hukum dan peraturan lainnya terkait dengan pengurusan hampir semua dimensi kehidupan bersama.

Dalam konstruksi seperti inilah malpraktek administrasi publik oleh DPR bersama Presiden menjadi keniscayaan, di mana hukum dibuat bukan untuk kepentingan publik, tapi untuk kepentingan elite politik dan ekonomi.

Politik di luar DPR, bahkan DPD, dinilai tidak bermutu dan illegitimate. Benar jika dikatakan kemudian bahwa jagad politik dipenuhi oleh para bandit, badut dan bandar politik di mana setiap lima tahun jongos politik diberi iming-iming perubahan hidup yang lebih baik melalui Pemilu yang disebut sebagai pesta demokrasi.
Makin terbukti bahwa begitu pesta itu usai, iming-iming itu hanya mimpi di siang bolong.

Tidak seperti UUD2002, UUD45 mengamanatkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan oleh MPR sebagai perwujudan kedaulatan rakyat tersebut. Politik sebagai public goods tidak pernah diserahkan kepada sekelompok orang yang mengorganisasikan diri dalam sebuah partai politik.

Baca juga: Kekalahan Resmi Politik Islam di Indonesia

Politik sebagai upaya mewujudkan visi dan misi Republik sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan dilaksanakan oleh Mandataris MPR dengan menjalankan amanah yang terkandung dalam batang tubuh UUD45.

Inilah yang kemudian disebut sebagai pembangunan, yaitu proses perwujudan nilai2 Pembukaan UUD45 dalam setiap upaya untuk memperluas kemerdekaan. UUD2002 merupakan kudeta konstitusional oleh partai-partai politik yang secara brutal merebut kedaulatan rakyat sekaligus memonopolinya. Seperti monopoli apapun, monopoli radikal partai politik ini adalah biang kerusakan yang kini menjerumuskan Republik ini makin menjauh dari cita-cita kemerdekaan.

Noam Chomski pernah mengatakan bahwa organisasi yang paling berbahaya di planet ini bukan ISIS atau Al Qaedah, apalagi HTI dan FPI, tapi partai Republik AS yang senang perang dan cawe-cawe urusan politik negara-negara lain, dan tidak peduli dengan perubahan iklim.

Di Indonesia, dulu di zaman Orde Lama, partai itu adalah PKI. Di zaman Orde Baru, partai itu Golkar. Selama 10 tahun terakhir, partai itu adalah PDIP yang telah melahirkan Jokowisme dalam bentuk UU Omnibus Law Cipta Kerja, UU MD3, dan UU KPK, serta pelanggaaran etika berat di MK untuk menyebut 4 hal saja.

Baca juga: Kembali ke UUD1945: Challenges and Responses

Hiruk pikuk koalisi parpol dalam rangka Pilpres 2024 yang lalu ini adalah sebuah operasi bendera palsu yang hanya memberi harapan palsu jika dan hanya jika pemenang Pilpres 2024 tidak memiliki Agenda Kembali ke UUD45 sebagai amanah para pendiri bangsa. Itu akan menjadi pengkhianatan sesungguhnya.

Dalam konteks ini reformasi partai politik agar tidak lagi memonopoli politik secara radikal adalah keniscayaan. Semua komponen bangsa, di bawah kepemimpinan Prabowo Subiyanto sebagai presiden terpilih harus mengagendakan reformasi parpol ini. Tidak diragukan lagi, agenda ini akan menjadi agenda terberatnya.

Gunung Anyar, 18 Juni 2024.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru