Cawe Cawe Jokowi: Lame Duck atau Merusak Demokrasi?

Reporter : Pahlevi

Surabaya (optika.id) - Apakah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengalami lame duck (LD)? LD biasanya dialami oleh presiden Amerika Serikat (AS). LD atau bebek lumpuh adalah keadaan seorang presiden dimasa akhir jabatannya dimana presiden penggantinya telah terpilih, namun masa jabatannya belum berakhir. Makna dari Bebek Lumpuh karena presiden disisa masa jabatannya itu sudah tidak bisa melakukan tindakan politik yang penting.

Seperti Jokowi saat ini. Prabowo Subianto sudah ditetapkan sebagai presiden, tetapi masa akhir Jokowi baru berakhir Oktober 2024. Jika di AS, Jokowi dianggap presiden LD. Biasanya di AS, presiden LD tidak bisa melakukan policypenting, apalagi berdampak besar. Presiden hanya melakukan aktivitas pemerintahan rutin untuk mengisi jalannya rezim. Bahkan ada banyak kasus, para pengusaha, politisi, tokoh masyarakat, dan sebagainya enggan datang ke presiden tersebut. Bahkan dipanggil ke Istana Negara pun ogah-ogahan untuk datang.

Baca juga: Jokowi Presiden: Usai Dilantik, Pak Prabowo Milik Seluruh Indonesia!

Jokowi meskipun jabatannya tinggal 4 bulan lagi, terasa masih ingin berkuasa sebagaimana presiden awal periode. Ingin tetappowerful. Ingin mengatur dan menentukan IKN (Ibu Kota Nusantara) dan bertekad upacara 17 Agustusan 2024 di IKN. Konon Istana ikut mempengaruhi lahirnya putusan Mahmakah Agung No 23P/HUM/2024 yang memberi karpet merah Kaesang Pangarep untuk ikut pemilihan umum kepala daerah (pilkada). Lahirnya putusan MA itu mirip dengan lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi No 90/PUU-XXI/2023 yang memberi karpet merah juga kepada Gibran untuk maju menjadi Wakil Presiden.

Rupanya Jokowi diduga tidak hanya ingin cawe cawe urusan politik jangka pendek, tetapi ingin mengatur jangka Panjang juga. Ada tanda tanda Jokowi tidak hanya mengatur masalah politik, ekonomi, hukum, dan sebagainya hingga Oktober 2024. Dia coba cawe cawe politik untuk kelestarian model kekuasaannya, utamanya dinasti dan kroni kroninya.

Pada 28 Mei 2024 Jokowi memanggil para Ketua Umum parpol KIM (Koalisi Indonesia Maju) ke Istana. Mereka adalah Zulkifli Hasan (PAN), Agus Harimurti Yudhoyono (PD), Airlangga Hartarto (Partai Golkar), dan Prabowo Subianto(Gerindra).Konon yang dibahas adalah perombakan kabinet, IKN, dan pilkada, podcast Bocor Alus Politik (BAP), TEMPO.CO, 15 Juni 2024.

Jokowi mengharapkan mereka bersama baik di Pusat maupun Daerah (pilkada), termasuk di DKJ (Daerah Khusus Jakarta). Menurut BAP TEMPO.CO, Jokowi berusaha mengatur dan mengukuhkan model rezimnya hingga 2029. Dia ingin dinasti dan kroninya eksis dalam pilkada, memerintah 5 tahun mendatang, dan menghilangkan rintangan di pemilu 2029 mendatang.

Langkah politik Jokowi itu, yang paling dekat adalah pilkada DKJ.  Untuk pilkada DKJ, Jokowi menggambarkan bahwa elektabilitas Anies Rasyid Baswedan relative tinggi. Hasil Lembaga survei yang dipegang Jokowi, konon, tokoh yang bisa menandingi Anies di Jakarta hanyalah Ridwan Kamil (RK). Karena itu Jokowi ingin RK maju di Jakarta dan ditarik dari Jawa Barat.

Bagi Jokowi memotong Anies saat ini berarti menghilangkan ancaman kompetisi pilpres 2029. Hal ini mengamankan Gibran atau Prabowo dalam pilpres 2029. Untuk memotong Anies itulah maka PKS (Partai Keadilan Sejahtera) menjadi salah satu kunci. PKS harus ditarik ke dalam koalisi Prabowo-Gibran.

Agar PKS mau menjadi bagian koalisi maka ditawari kompensasi (1) semua pengeluaran/energi yang dikaluarkan PKS saat pilpres 2024 akan diganti. Kedua (2) PKS akan diberi jatah Menteri dalam kabinet Prabowo. Ketiga (3) PKS diberi jatah calon wakil gubernur untuk mendampingi RK  di Jakarta (Bocor Alus Politik, TEMPO.CO, 15 Juni 2024). Sebagai konsekuensinya PKS tidak mengusung Anies.

Tidak itu saja, Jokowi mengemukakan hasil survei pilgub Jakarta dari 3 lembaga survei. Anies elektabilitasnya tertinggi. Konon mendekati angka 40 persen. RK di ranking ketiga, di bawah Basuki Cahya Purnama (Ahok). Beda elektabilitas Aniesdengan RK sebesar dua digit. Relatif cukup tinggi.

Itu sebabnya RK sendiri ragu ragu untuk maju di Jakarta. Di samping berat melawan Anies, kalau pun menang pasti berdarah darah bagi RK. Lebih dari itu, RK jika di Jawa Barat harapan untuk menang cukup tinggi. Karena itu Partai Golkar masih ragu untuk membawa RK ke Jakarta.

Baca juga: Jokowi Dituding Jegal Anies, Saya Bukan Ketua Partai, Nggak Punya Urusan

Dengan ditariknya RK ke Jakarta maka Jawa Barat bakal diambil oleh Gerinda yang akan mengusung Deddy Mulyadi. Deddy bakal dipasangkan dengan Aria Bima dari PAN (Partai Amanat Nasional). Pada titik inilah Gerindra dan Golkar mulai terpecah saat menindaklanjuti arahan Jokowi.

Jokowi Mengalami Lame Duck?

Ternyata Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, akan memutuskan Mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil untuk maju di Pilgub Jakarta atau kembali di Jawa Barat pada Juli mendatang. Keputusan itu berdasarkan hasil evaluasi survei.Artinya Golkar masih menunggu perkembangan. Beda dengan Gerindra dan PAN langsung mengusung RK.

"Sesuai dengan apa yang jadi kesepakatan kita akan terus evaluasi sampai dengan bulan Juli, tentu siapa yang akan maju dan sebagainya, kita tunggu survei juga," kata Airlangga di DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, dilansir Antara, Senin (17/6/2024).

"Jadi tentu Pak Ridwan Kamil akan mendengar pertimbangan yang ada, dukungan dari parpol, dan tentu akan ada kesepakatan antar ketua umum," katanya.

Baca juga: Jokowi Tanggapi Risma Mundur Usai Maju Pilgub: Itu Lebih Baik!

Saat ini, Golkar belum memutuskan apakah mantan Gubernur Jabar itu, akan maju di provinsi yang pernah dinahkodainya, atau menjajaki Provinsi Jakarta.

Ahmad Doli Kurnia, Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, menguraikan bahwa KIM sebenarnya belum bulat pendapatnya untuk RK maju di Jakarta. Karena itu Ahmad Doli tetap mendorong RK maju di Jawa Barat. Elektabilitas RK di Jawa Barat tinggi dan kemungkinan menangnya besar sekali (Metro TV, 17 Juni 2024).

Yang menarik, saat ini sudah 4 parpol mengusung Anies, meskipun sebagian pengusungnya adalah Dewan Pimpinan Wilayah parpol. DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) PKS sudah mengusulkan ke DPP PKS agar mengusung Anies. DPD PDIP (Dewan Pimpinan Daerah Provinsi Jakarta Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) juga mengusung Anies. NasDem Wilayah Jakarta juga mengusung Anies. Kemudian PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) sudah seijin Muhaimin Iskandar untuk mengusung Anies (podcast Hersubeno Point, 18 Juni 2024).

Tampak sekali semakin mendekati hari akhir kekuasaan Jokowi semakin beragam sikap terhadap Jokowi. Sampai hari ini memang Jokowi masih powerful. Itu bedanya dengan presiden di AS yang mengalami LD. Justru di AS presiden yang mengalami LD tidak mengganggu proses demokrasi dan transisi. Mereka tidak punya power. Lumpuh. Presiden yang masih powerful meski sudah akhir jabatannya, transisi, justru menganggu demokrasi. Bahkan bisa merusak demokrasi.

Tulisan: Aribowo

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Sabtu, 14 Sep 2024 18:18 WIB
Jumat, 13 Sep 2024 08:24 WIB
Senin, 16 Sep 2024 11:12 WIB
Berita Terbaru