Jakarta (optika.id) - Setelah 20 tahun dilarang, Indonesia kembali membuka keran ekspor pasir laut. Perlu diketahui, ekspor pasir laut sudah dilarang oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2002 melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pasir Laut.
Megawati kala itu melarang ekspor pasir laut karena dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan yang lebih luas, yakni tenggelamnya pulau kecil.
Baca juga: Jokowi Soal Pindah ke IKN: Pindah Ibu Kota Jangan Dikejar-kejar
Namun, Jokowi mengubah aturan tersebut lewat Peraturan Pemerintah (PP) 26 Tahun 2023, sehingga kini keran ekspor pasir laut kembali terbuka. Hal ini diperkuat dengan peraturan dua menteri perdagangan (Permendag) sebagai produk hukum turunan PP Jokowi.
Pembukaan keran ekspor tersebut ditandai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Puluhan perusahaan berlomba mendaftar sebagai pengeruk pasir pasca aturan tersebut keluar. Setidaknya ada 66 perusahaan yang sedang mengantri untuk mengajukan izin pengelolaan pasir laut ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPP).
Baca juga: Dosa-dosa Jokowi
Jokowi mengatakan bahwa komoditas yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) tersebut adalah pasir laut hasil sedimentasi.
Pasir sedimen itu, sudah mengganggu pelayaran dan kehidupan terumbu karang. Karena itu perlu diatur ihwal pembersihannya, ungkap Jokowi saat memberi keterangan di Menara Danareksa, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2024).
Baca juga: Jokowi Dukung Gibran Maju Cawapres Langsung di Depan Prabowo
Jokowi menegaskan bahwa sedimen dan pasir laut adalah hal yang berbeda. Dia menerangkan bahwa sedimen wujudnya seperti pasir, tapi tidak bisa serta-merta disebut sebagai pasir laut.
Sekali lgi bukan. Kalau diterjemahkan pasir beda loh. Sedimen itu beda, meski wujudnya pasir. Coba baca di situ, sedimen, terang Jokowi.
Editor : Pahlevi