Stunting Moral dan Adab Bangsa

Reporter : Pahlevi


Oleh: Prof Ir Daniel Mohammad Rosyid

Optika.id - Menjelang pelantikan Prabowo-Gibran banyak narasi dan gerakan untuk secara langsung atau tidak membatalkannya, atau paling tidak mengurangi legitimasinya. Terutama melalui pembatalan pelantikan Gibran karena kasus akun Fufufafa.

Baca juga: Kembali ke UUD1945: Challenges and Responses

Seperti yang dikatakan Iwan Piliang, peradaban bangsa ini sudah anjlog ke titik terendah, di mana rasa malu sudah nyaris tidak ada lagi karena terpapar moral stunting yang parah. Roy Suryo misalnya bersikeras membenarkan bahwa pemilik akun Fufufafa adalah wapres terpilih dan merasa bahwa mempermalukan wapres terpilih itu bukan adab yang buruk tapi sebuah perjuangan akademik.

Sebelumnya para die hard Jokowers seperti Gunawan Muhammad, bahkan romo Frans Magnis Soeseno, telah mengeluhkan dekadensi demokrasi di tangan Jokowi. GM bahkan menganjurkan dilakukannya revolusi. Para bekas pemuja Jokowi ini seolah tidak merasa salah ketika mereka dulu dengan mengganti UUD1945 ikut membesarkan Jokowisme saat mereka memuja UUD2002 sebagai kemenangan puncak masyarakat sipil atas otoriterianisme Soeharto yang didukung tentara.

Kini mereka menyalahkan Jokowi sendiri, seolah para elite parpol, anggota parlemen, dan para guru besar di kampus-kampus ternama yang membiarkan deformasi kehidupan berbangsa dan bernegara akibat demokrasi mbelgedhes ini tidak bersalah sama sekali.

Semua keburukan bangsa ini akibat ulah Jokowi sendiri, hampir sama saat gerakan reformasi 1998 dulu menyalahkan Soeharto sendiri.

Terbukti bahwa reformasi 1998 adalah pepesan kosong hasil operasi intelijen asing yang bekerjasama dengan kelompok sekuler radikal domestik untuk terus menjegal Republik ini menjadi negara maju.

Baca juga: 17 Program Strategis Prabowo

Kini skenario itu akan diulangi kembali dengan menyalahkan Jokowi dan Gibran untuk menjegal Prabowo yang sebentar lagi dilantik. Upaya delegitimasi pemerintahan Prabowo ini akan mengganggu efektifitas pemerintahannya dalam rangka menghadapi lingkungan strategis global yang penuh konflik dan ketidakpastian, dan mentransformasikan Republik Indonesia lepas dari jebakan negara berpenghasilan menengah menuju negara maju sekelas China.

Salah satu hambatan yang dihadapi presiden Prabowo adalah eksosistem ekonomi politik UUD2002 yang sangat liberal kapitalistik yang akan menyulitkannya untuk memerintah secara efektif.

Ini jauh lebih sulit daripada tantangan yang dihadapi oleh Imarah Islamy Afghanistan yang diboikot AS dan sekutunya secara ekonomi agar gagal membangun Aghanistan dengan menjalankan syariah Islam untuk menjadi negara yang merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan makmur.

Baca juga: Agenda Pasca Pemilu 2024: Reformasi Partai Politik

Untuk itu sebagai bangsa kita harus mengakhiri keterbelahan multi-dimensi bangsa ini akibat nilai-nilai demokrasi mbelgedhes yang disusupkan ke dalam UUD2002 dengan kembali ke UUD45. Kita harus akhiri stunting moral dan adab yang menggerogoti Republik ini.

Politik sebagai kebajikan publik tidak boleh lagi dimonopoli oleh partai politik, sehingga jagad politik hanya diisi oleh para bandit, badut dan bandar politik yang kadang berubah menjadi copet, glembuk dan gendham politik.

Kabul, Afghanistan (8 Oktober 2024).

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru